Senin, 29 Juni 2015

Profesionalisme di Tengah Realita Pendapatan Guru


    Apa yang menjadi tolak ukur seseorang yang menyandang sebuah profesi agar dapat dikatakan profesional? Tidak perlu menerawang terlalu jauh mengenai kata “profesionalisme” yang pada hakikatnya hanya memiliki definisi sederhana tetapi mampu mengubah paradigma suatu bangsa jika seluruh profesi yang ada di negeri ini di lakukan oleh orang-orang yang profesional dan memiliki sifat profesionalisme.  Namun tidak dapat di pungkiri jika sebuah profesi tidak selalu dapat di katakan profesional, dan orang-orang yang mengemban profesi tertentu tidak selamanya memiliki sifat profesionalisme. Mengapa demikian? karena dari sudut pandang saya tersendiri menyimpulkan bahwa seseorang yang berprofesi tentunya memiliki kualifikasi tertentu yang harus di tempuh dan di tuntut untuk memiliki syarat-syarat khusus untuk dapat menggenggam amanah menjalankan profesi tersebut. Selain karena dari sisi “panggilan jiwa” yang identik dan cenderung timbul dari hati seseorang karena murni ingin menekuni dan berusaha sebaik mungkin dalam menjalankan sebuah profesinya, bukanlah suatu hal yang tidak lumrah lagi ketika “penghasilan” dari sebuah profesi tersebut menjadi faktor penting yang pasti tidak di pandang sebelah mata sehingga mengkacaukan istilah “profesionalisme” dalam diri seseorang yang mengemban suatu profesi. Karena saya yakin, hanya sedikit orang-orang yang mengaku profesional dalam bekerja mampu mengenyampingkan faktor tersebut.
            Tetapi dari pernyataan di atas, tidak selamanya orang-orang yang berprofesi dan mengaku profesional hanya condong kepada seberapa besar uang yang dia dapat ketika menjalankan profesinya. Dari berbagai sumber yang saya pernah ketahui, profesi seorang guru kini sudah tidak di pandang sebelah mata lagi. Istilah “umar bakrie” sosok guru zaman dahulu yang selalu di pandang rendah karena penghasilan yang dia dapatkan dari profesinya tersebut, kini sudah dapat di tampik oleh guru-guru di masa sekarang. Jangan terlalu jauh membandingkan penghasilan guru di Indonesia dengan guru di luar negeri yang tentunya jauh lebih fantastis. Analisis dan review terlebih dahulu saja perbandingan guru di masa lalu dan di masa kini, paling tidak pemerintah sudah memikirkan nasib guru yang bertugas mulia mencerdaskan anak negeri dengan memberikan gaji yang layak dengan berbagai tunjangan-tunjangan yang di harapkan dapat mensejahterakan hidup seorang guru. Jika hak seorang guru telah diperbaiki dan dijunjung tinggi di masa kini. Yang harus di garis bawahi adalah apakah kewajiban seorang guru sudah tersalurkan dengan baik kepada anak negeri? Apakah sifat profesionalisme telah tertanam dengan rapih di hati seorang guru dan bertekad sungguh-sungguh untuk mencerdaskan anak negeri dengan tidak selalu memandang berapa penghasilan yang akan berada di tangannya?. Padahal saya yakin banyak karakter-karakter seorang guru profesionalisme yang sebenarnya ada di negara ini. mereka yang dengan berbesar hati tidak membandingkan penghasilannya dengan guru negeri di kota-kota besar, mereka yang dengan sabar dan ikhlas  berjuang mencerdaskan anak didiknya di ujung negeri indonesia. tetapi justru merekalah yang belum dapat hidup sejahtera. 

              Jadi di balik kata profesionalisme, ada kertas bernilai rupiah yang ikut andil dan memainkan peran, sangat di sayangkan jika seorang guru berlaku profesionalisme hanya lebih memberatkan faktor tersebut, bukan murni dari hati ingin memiliki sifat profesionalisme dalam profesinya. Memang tidak dapat di pungkiri guru pun memiliki kehidupan dan kebutuhan yang tentunya di ukur dari penghasilannya sebagai guru, tetapi alangkah baiknya jika guru di Indonesia  terutama di kota-kota  besar memiliki karakter jiwa profesionalisme yang sesungguhnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar