
Apa
yang menjadi tolak ukur seseorang yang menyandang sebuah profesi agar dapat dikatakan
profesional? Tidak perlu menerawang terlalu jauh mengenai kata “profesionalisme”
yang pada hakikatnya hanya memiliki definisi sederhana tetapi mampu mengubah
paradigma suatu bangsa jika seluruh profesi yang ada di negeri ini di lakukan
oleh orang-orang yang profesional dan memiliki sifat profesionalisme. Namun tidak dapat di pungkiri jika sebuah
profesi tidak selalu dapat di katakan profesional, dan orang-orang yang
mengemban profesi tertentu tidak selamanya memiliki sifat profesionalisme.
Mengapa demikian? karena dari sudut pandang saya tersendiri menyimpulkan bahwa
seseorang yang berprofesi tentunya memiliki kualifikasi tertentu yang harus di
tempuh dan di tuntut untuk memiliki syarat-syarat khusus untuk dapat
menggenggam amanah menjalankan profesi tersebut. Selain karena dari sisi “panggilan
jiwa” yang identik dan cenderung timbul dari hati seseorang karena murni ingin
menekuni dan berusaha sebaik mungkin dalam menjalankan sebuah profesinya,
bukanlah suatu hal yang tidak lumrah lagi ketika “penghasilan” dari sebuah
profesi tersebut menjadi faktor penting yang pasti tidak di pandang sebelah
mata sehingga mengkacaukan istilah “profesionalisme” dalam diri seseorang yang
mengemban suatu profesi. Karena saya yakin, hanya sedikit orang-orang yang
mengaku profesional dalam bekerja mampu mengenyampingkan faktor tersebut.
Tetapi dari pernyataan di atas,
tidak selamanya orang-orang yang berprofesi dan mengaku profesional hanya
condong kepada seberapa besar uang yang dia dapat ketika menjalankan
profesinya. Dari berbagai sumber yang saya pernah ketahui, profesi seorang guru
kini sudah tidak di pandang sebelah mata lagi. Istilah “umar bakrie” sosok guru
zaman dahulu yang selalu di pandang rendah karena penghasilan yang dia dapatkan
dari profesinya tersebut, kini sudah dapat di tampik oleh guru-guru di masa
sekarang. Jangan terlalu jauh membandingkan penghasilan guru di Indonesia
dengan guru di luar negeri yang tentunya jauh lebih fantastis. Analisis dan
review terlebih dahulu saja perbandingan guru di masa lalu dan di masa kini,
paling tidak pemerintah sudah memikirkan nasib guru yang bertugas mulia
mencerdaskan anak negeri dengan memberikan gaji yang layak dengan berbagai
tunjangan-tunjangan yang di harapkan dapat mensejahterakan hidup seorang guru.
Jika hak seorang guru telah diperbaiki dan dijunjung tinggi di masa kini. Yang
harus di garis bawahi adalah apakah kewajiban seorang guru sudah tersalurkan
dengan baik kepada anak negeri? Apakah sifat profesionalisme telah tertanam
dengan rapih di hati seorang guru dan bertekad sungguh-sungguh untuk
mencerdaskan anak negeri dengan tidak selalu memandang berapa penghasilan yang
akan berada di tangannya?. Padahal saya yakin banyak karakter-karakter seorang
guru profesionalisme yang sebenarnya ada di negara ini. mereka yang dengan
berbesar hati tidak membandingkan penghasilannya dengan guru negeri di
kota-kota besar, mereka yang dengan sabar dan ikhlas berjuang mencerdaskan anak didiknya di ujung
negeri indonesia. tetapi justru merekalah yang belum dapat hidup sejahtera.
Jadi di balik kata profesionalisme,
ada kertas bernilai rupiah yang ikut andil dan memainkan peran, sangat di
sayangkan jika seorang guru berlaku profesionalisme hanya lebih memberatkan
faktor tersebut, bukan murni dari hati ingin memiliki sifat profesionalisme
dalam profesinya. Memang tidak dapat di pungkiri guru pun memiliki kehidupan
dan kebutuhan yang tentunya di ukur dari penghasilannya sebagai guru, tetapi
alangkah baiknya jika guru di Indonesia
terutama di kota-kota besar
memiliki karakter jiwa profesionalisme yang sesungguhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar