BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makna akhir dari hasil pendidikan seseorang individu terletak
pada sejauh mana hal yang telah dipelajari dapat membantunya dalam menesuaikan
diri dengan kebutuhan-kebutuhan hidupnya dan pada tuntutan masyarakat. Berdasarkan
pengalaman-pengalaman yang didapat di sekolah dan di luar sekolah ia memiliki
sejumlah pengetahuan, kecakapan, minat-minat, dan sikap-sikap. Dengan
pengalaman-pengalaman itu ia secara bekesinambungan dibentuk menjadi seorang
pribadi seperti apa yang dia miliki sekarang dan menjadi seorang pribadi
tertentu di masa mendatang.
Seseorang tidak dilahirkan dalam keadaan telah mampu
menyesuaikan diri atau tidak mampu menyesuaikan diri kondisi fisik, mental dan
emosional dipengaruhi dan diarahkan oleh faktor-faktor lingkungan dimana
kemungkinan akan berkembang proses penyesuaian yang baik atau yang salah. Sejak
lahir sampai meninggal seorang individu merupakan organise yang aktif. Ia aktif
dengan tujuan dan aktifitas yang berkesinambungan. Ia berusaha untuk memuaskan
kebutuhan-kebutuhan jasmaninya dan juga semua dorongan yang memberi peluang
kepadanya untuk berfungsi sebagai anggota kelompoknya. Penyesuaian diri adalah suatu proses. Dan
salah satu ciri pokok dari kepribadian yang sehat mentalnya adalah memiliki
kemampuan untuk mengadakan penyesuaian diri secara harmonis, baik terhadap diri
sendiri maupun terhadap lingkungannya. Untuk lebih jelasnya marilah kita tinjau
secara lebih rinci pengertian dan proses penyesuaian diri remaja dan
faktor-faktor yang memengaruhi proses penyesuaian diri.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uaraian
pada latar belakang masalah tersebut, masalah-masalah
pada makalah ini dirumuskan sebagai
berikut:
a. Apakah pengertian
penyesuaian diri?
b. Apakah proses
penyesuaian diri?
c. Apa saja
karakteristik penyesuaian diri?
d. Apa
saja penentu psikologis terhadap penyesuaian diri?
e. Mengapa lingkungan sebagai penentu
penyesuaian diri?
f. Apa Saja permasalahan-permasalahan penyesuaian
diri remaja?
g. Bagaiamana implikasi proses penyesuaian
remaja terhadap penyelenggaraaan pendidikan?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
a. Untuk mengetahui pengertian dari penyesuaian diri
b. Untuk mengetahaui proses penyesuaian diri
c. Untuk mengetahui karakteristik penyesuaian diri
d. Untuk mengetahui penentu psikologis terhadap penyesuaian diri
e. Untuk mengetahui mengapa lingkungan sebagai penentu penyesuaian diri
f. Untuk mengetahui permasalahan-permasalahan penyesuaian diri remaja
g. Untuk mengetahui implikasi proses penyesuaian remaja terhadap
penyelenggaraan pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Penyesuaian Diri
a.
Penyesuaian berarti adaptasi; dapat mempertahankan eksistensinya, atau bisa
“survive” dan memperoleh kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah, dan dapat
mengadakan relasai yang memuaskan dengan tuntutan sosial.
b.
Penyesuaian dapat juga diartikan sebagai konformitas, yang berarti menyesuaikan
sesuatu dengan standra atau prinsip.
c.
Penyesuaian dapat diartikan sebagai penguasaan, yaitu memiliki kemampuan untuk
membuat rencana dan mengorganisasi respon-respon sedemikian rupa, sehingga bisa
mengatasi segala macam konflik, kesulitan, dan frustrasi0frustrasi secara
efisien. Individu memiliki kemampuan menghadapi realitas hidup dengan cara yang
adekuat atau memenuhi syarat.
d.
Penyesuaian dapat diartikan penguasaan dan kematangan emosional. Kematangan
emosional maksudnya ialah secara positif memiliki respon emosional yang tepat
pada setiap situasi.
2.2
Proses Penyesuaian Diri
Penyesuaian
diri adalah proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi
kebutuhan sesuai dengan lingkungan. Seperti kita ketahui bahwa penyesuaian yang
sempurna tidak pernah tercapai penyesuaian yang sempurna terjadi jika manusia
atau individu selalu dalam keadaan seimbang antara dirinya dengan lingkungannya
dimana tidak ada lagi kebutuhan yang tidak terpenuhi, dan dimana semua fungsi
organisme atau individu berjalan normal. Sekali lagi, bahwa penyesuaian yang sempurna seperti itu
tidak pernah tercapai. Karena itu penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses
sepanjang hayat (lifelong process), dan manusia terus-menerus berupaya
menemukan dan mengatasi tekanan dan tantangan hidup guna mencapai pribadi yang
sehat.
Respon
penyesuaian, baik atau buruk, secara sederhana dapat dipandang sebagai suatu
upaya individu untuk mereduksi atau menjauhi ketegangan dan untuk memelihara
kondisi-kondisi keseimbagan yang lebih wajar. Penyesuaian adalah sebagai suattu
proses ke arah hubungan yang harmonis antara tuntutan internal dan tuntutan
eksternal. Dalam proses penyesuaian diri dapat saja muncul konflik, tekanan,
dan frustrasi, dan individu didorong untuk meneliti berbagai kemungkinan
perilaku untuk membebaskan diri dari ketegangan.
Apakah
seseroang berhadapan dengan penyesuaian sehari-hari yang sederhana, atau suatu
penyesuaian yang rumit, terdapat suatu pola dasar yang terdiir dari
elemen-elemen tertentu. Contoh: seorang anak yang membutuhkan rasa kasih sayang
dair ibnya yang terlalu sibuk dengan tugas-tugas lain. Anak akan frustrasi dan
berusaha sendiri menemukan pemecahan untuk mereduksi ketegangan yang belum
terpenuhi. Dia mungkin mencari kasih sayang dimana-mana, atau mengisap jarinya,
atau bahkan tidak berupaya sama sekali, atau makan secara berlebihan, sebagai
rspon pengganti bila kebutuhan-kebutuhan tidak terpenuhi secara wajar. Dalam
beberapa hal, respon lain yang akan memuaskan motivasi dan mereduksi
ketegangan.
Berdasarkan
diagram diatas, tampak bahwa elemen-elemen umum dan esensial dalam semua
situasi frustrasi ialah motivasi, frustrasi atau terhalangnya keinginan dan
motif-motif, respon yang bervariasi, dan pemecahan utnuk mereduksi masalah,
frustrasi atau ketegangan dengan beberapa bentuk respon.
Dengan
demikian, dapat dijelaskan bahwa motivasi mengambil variasi bentuk, dan setiap
bentuk dapat diarahkan kepada rintangan atau frustasi yang disebabkan oleh
beberapa aspek realitas misalanya: pembatasan orang tua, hambatan fisik, aturan
sosial, dan semacamnya. Rintangan-rintangan ini menyebabkan individu meneliti cara-cara
responnya yang berbeda-beda. Individu dikatakan berhasil dalam melakukan
penyesuaian diri apabila ia dapat memenuhi kebutuhannya dengan cara-cara yang
wajar atau apabaila dapat diterima oleh lingkungan tanpa merugikan atau
mengganggu lingkungannya.
2.3
Karakteristik Penyesuaian Diri
a.
Penyesuaian Diri Secara Positif
Mereka
yang tergolong mampu melakukan penyesuaian diri secara positif ditandai hal-hal
sebagai berikut:
1. Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional.
2. Tidak menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme
psikologis.
3. Tidak menunjukkan adanya frustrasi pribadi.
4. Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan
diri.
5. Mampu dalam belajar.
6. Menghargai pengalaman.
7. Bersikap realistik dan objektif.
Dalam
melakukan penyesuaian diri secara positif, individu akan melakukannya dalam
berbagai bentuk antara lain:
1. Penyesuaian dengan menghadapi masalah secara
langsung
Dalam
situasi ini individu secara langsung menghadapi masalahnya dengan segala
akibat-akibatnya. Ia melakukan segala tindakan sesuai dengan masalah yang
dihadapinya. Misalnya seorang siswa yang terlambat dalam menyerahkan tugas
karena sakit, maka ia menghadapinya secara langsung, ia mengemukakan segala
masalahnya kepada gurunya.
2. Penyesuaian dengan melakukan eksplorasi (penjelajahan)
Dalam
situasi ini individu mencari berbagai bahan pengalaman untuk dapat menghadapi
dan memecahkan masalahnya. Misalnya, seorang siswa yang merasa kurang mampu
dalam mengerjakan tugas, ia akan mencari bahan dalam upaya menyelesaikan tugas
tersebut, dengan membaca buku, konsultasi, diskusi, dan sebagainya.
3. Penyesuaian dengan trial and error atau coba-coba
Dalam
cara ini individu melakukan suatu tindakan coba-coba dalam arti kalau
menguntungkan dteruskan dan kalau gagal tidak diteruskan taraf pemikiran kurang
begitu berperan dibandingkan dengan cara eksplorasi.
4. Penyesuaian dengan substitusi (mencari pengganti)
Jika
individu merasa gagal dalam menghadapi masalah, maka ia daat memperoleh
penyesuaian dengan jalan mencari pengganti. Misalnya gagal nonton film di
gedung bioskop, dia pindah nonton TV.
5. Penyesuaian diri dengan menggali kemampuan diri
Dalam
hal ini individu mencoba menggali kemampuan-kemampuan khusus dalam dirinya, dan
kemudian dikembangakan sehingga dapat membantu penyesuaian diri. misalnya
seroang siswa yang mempunyai kesulitan dalam keuangan, berusaha mengembangkan
kemampuannya dalam menulis (mengarang). Dari uasaha mengarang ia dapat membatu
mengatasi kesulitan dalam keuangan.
6. Penyesuaian dengan belajar.
Dengan
belajar, individu akan banyak memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang
dapat membantu menyesuaiakan diri. misalnya, seorang guru akan lebih dapat
menyesuaiakan diri dengan banyak belajar tentang berbagai pengetahuan keguruan.
7. Penyesuaian, dengan inhibisi dan pengendalian
diri
Pengendalian
diri,akan lebih berhasil jika disertai dengan kemampuan memilih tindakan yang
tepat dan pengendalian diri secara tepat
pula. Dalam situasi ini individu berusaha memilih tindakan mana yang harus
dilakukan, dan tindakan mana yang tidak perlu dilakukan. Cara inilah yang
disebut inhibisi. Disamping itu, individu harus mampu mengendalikan dirinya
dalam melakukan tindakannya.
8. Penyesuaian dengan perencanaan yang cermat
Dalam
situasi ini tindakan yang dilakukan merupakan keputusan yang diambil
berdasarkan perencanaan yang cermat, keputusan diambil setelah dipertimbangkan
dari berbagai segi, antara lain segi untung dan ruginya.
b. Penyesuaian Diri yang Salah
Ada
tiga bentuk reaksi dalam penyesuaian yang salah yaitu sebagai berikut:
1. Reaksi bertahan (Defence Reaction)
Individu
berusaha untuk mempertahankan dirinya, seolah-olah tidak menghadapi kegagalan.
Ia selalu berusaha untuk menunjukkan bahwa dirinya tidak mengalami kegagalan.
Bentuk khusus reaksi ini antara lain:
- Rasionalisasi, yaitu bertahan dengan mencari-cari
alasan (dalam) untuk membenarkan tiindakannya.
- Represi, yaitu berusaha untuk menekan
pengalamannya yang dirasakan kurang enak ke alam tidak sadar. Ia berusaha
melupakan pengalamannya yang kurang menyenangkan. Misalnya seorang pemuda
berusaha melupakan kegagalan cintanya dengan seorang gadis.
- Proyeksi, yaitu melemparkan sebab kegagalan
dirinya kepada pibhak lain ntuk mencari alasan yang dapat diterima. Misalnya
seorang siswa yang tidak lulus mengatakan bahwa gurunya memebenci dirinya.
- “Sour grapes” (anggur kecut), yaitu dengan
memutarbalikkan kenyataan. Misalnya sroang siswa yang gagal mengetik,
mengatakan bahwa mesin tiknya rusak, padahal dia sendiri tidak bisa mengetik.
2. Reaksi Menyerang (Aggreesive Reaction)
Orang
yang mempunyai penyesuaian diri yang salah menunjukkan tingkah laku yang
bersifat menyerang untuk menutupi kegagalannya, ia tidak mau menyadari
kegagalannya. Reaksi-reaksinya tampak dalam tingkah laku:
- Selalu membenarkan diri sendiri,
- Mau berkuasa dalam setiap situasi,
- Mau memiliki segalanya,
- Bersikap senang mengganggu orang lain,
- Menggertak baik dengan ucapan maupun perbuatan,
- Menunjukkan sikap permusuhan secara terbuka,
- Menunjukkan sikap menyerang dan merusak,
- Keras kepala dalam perbuatannya,
- Bersikap balas dendam,
- Memperkosa hak orang lain,
- Tindakan yang serampangan, dan
- Marah secara sadis
3. Reaksi Melarikan Diri (Escape Reaction)
Dalam
raksi ini oang yang mempunyai penyesuaian diri yang salah akan melarikan diri
dari situasi yang menimbulkan kegagalannya, reaksinya tampak dalamm tingkah
laku sebagai berikut: berfantasi yaitu memuaskan keinginan yang tidak tercapai
dalam bentuk angan-angan (seolah-olah sudah tercapai), banyak tidur,
minum-minuman keras, bunuh diri, menjadi pecandu ganja, narkotika, dan ragrasi
yaitu kembali kepada tingkah laku yang semodel degnan tingkat perkembangan yang
lebih awal (misal orang dewasa yang bersikap dan berwatak seperti anak kecil),
dan lain-lain.
4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Proses Penyesuaian
Diri
Penentu-penentu
itu dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Kondisi-kondisi fisik, termasuk didalamnya
keturunan, konstitusi fisik, susunan saraf, kelenjar, dan sistem otot,
kesehatan, penyakit, dan sebagainya.
b. Perkembangan dan kematangan, khususnya kematangan
intelektual, sosial, moral, dan emosional.
c. Penentu psikologis, termasuk didalamnya
pengalaman, belajarnya, pengkondisian, penentuan diri (self-determanation),
frustrasi, dan konflik.
d. Kondisi lingkungan, khususnya keluarga dan
sekolah.
e. Penentu kurtural, termasuk agama.
Kondisi
Jasmaniah
Kondisi
jasmaniah seperti pembawaan dan struktur atau konstitusi fisik dari temperamen
sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembangannya secara instrinsik
berkaitan erat dengan susunan atau konstitusi tubuh Shekdon mengemukakan bajwa
terdapat korelasi yang tinggi antara tipe-tipe bentuk tubuh dan tipe-tipe
temperamen (Moh. Surya, 1997). Misalnya orang yang tergolong ektomorff yaitu
yang ototnya lemah, tubuhnya rapuh, ditandai dengan sifat-sifat menahan diri,
segan dalam aktivitas sosial, pemalu, dan sebagainya.
Karena
sruktur jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkah laku maka dapat
diperkirakan bahwa sistem saraf, kelenjar, dan otot merupakan faktor yang
penting bagi proses penyesuaian diri. beberapa penelitian menunjukkan bahwa
gangguan-gangguan dalam sistem saraf, kelenjar, dan otot dapat menimbulkan
gejala-gejala gangguan mental, tingkah laku, dan kepribadian. Dengan dmeikian,
kondisi sistem-sistem tubuh yang baik merupakan syarat bagi tercapainya proses
penyesuaian diri yang baik.
Perkembangan,
Kematangan, dan Penyesuaian Diri
Dalam
proses perkembangan, respon anak berkembang dari respon yang besifat instinktif
menjadi respon yang diperoleh melalui belajar dan pengalaman. Dengan
bertambahnya usia perubahan dan pekembangan respon, tiidak hanya melalui proses
belajar saja melainkan anak juga menjadi matang untuk melakukan respon dan ini
menentukan pola-pola penyesuaian dirinya
Sesuai
dengan hukum perkembangan, tingkat kematangan yang dicapai berbeda antara
individu yang satu dengan lainnya, sehingga pencapaian pola-pola penyesuaian
diri pun berbeda pula secara individual. Dengan kata lain, pola penyesuaian
diri akan bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan dan kematangan yang
dicapainya. Di samping itu, hubungan antara penyesuaian dengan perkembangan
dapat bebrda menurut jenis aspek perkembangan yang dicapai.
2.4 Penentu Psikologis terhadap
Penyesuaian Diri
a.
Pengalaman.
Tidak
semua pengalam mempunyai arti bagi penyesuaian diri. pengalaman-pengalaman
tertentu yang mempunyai arti dalam penyesuaian diri adalah pengalaman yang
menyenangkan dan pengalaman traumatik (menyusahkan). Pengalaman yang
menyenangkan misalnya memperoleh hadiah dalam suatu kegiatan, cenderung akan
menimbulkan proses penyesuaian diri yang baik, dan sebaliknya pengalaman
traumatika akan menimbulkan penyesuaian yang kurang baik atau mungkin salah.
b.
Belajar
Proses
belajar merupakan suatu dasar yang fundamental dalam prose penyesuaian diri,
karena melalui belajar ini akan berkembanga pola-pola respon yang akan
membentuk kepribadian, sebagian besar respon-respon dan ciri-ciri kepribadian
lebih banayk yang diperoleh dari proses belajar daripada yang diperoleh secara
diwariskan. Dalam proses penyesuaian diri belajar merupakan suatu proses
modifikasi tingkah laku sejak fase-fase awal dan berlangsung terus sepanjang
hayat dan diperkuat dengan kemtangan.
c.
Determinasi diri
Dalam
proses penyesuaian diri, disamping ditentukan oleh faktor-faktor tersebut diatas,
orangnya itu sendiri menentukan dirinya, terdapat faktor kekuatan yang
mendorong untuk mencapai sesuatu yang baik atau buruk, untuk mencapai taraf
penyesuaian yang tinggi, dan atau merusak diir. Faktor-faktor itulah yang
disebut determinasi diri.
d.
Konflik dan penyesuaian
Tanpa
memeprhatika tipe-tipe konflik, mekanisme konlki secara esensial sama yaitu
pertentatangan antara motif-motif. Efek konflik ada perilaku akan tergantung
sebagian pada sifat konflik itu sendiri. Ada beberapa pandangan bahwa semua
konflik bersifat mengganggu atau merugikan. Namun dalam kenyataan ada juga
seseroang yang mempunyai banyak konflik tanpa hasil-hasil yang merusak atau
merugikan. Sebenarnya, beberapa konflik dapat
bermanfaat memotivasi seseorang untu meningkatkan kegiatan.
2.5
Lingkungan Sebagai Penentu Penyesuaian Diri
Berbagai
lingkungan anak seprit keluarga dan pola hubungan didalamnya, sekolah,
masyarakat, kultur, dan agama berpengaruh terhadap penyesuaian diri anak.
a. Pengaruh rumah dan keluarga
dari
sekian banyak faktor yang mengondisikan penyesuaian diri, faktor rumah dan
keluarga merupakan faktor yang sangan penting, karena keluarga merupakan satuan
kelompok sosial terkecil. Interaksi sosial yang pertama diperoleh individu
adalah dalam keluarga. Kemampuan interaksi sosial ini kemudian akan
dikembangkan di masyarakat.
b. Hubungan orang tua dan anak
Pola
hubungan antara orang tua dengan anak akan mempuyai pengaruh terhadap proses
penyesuaian diri anak-anak. Beberapa pola hubungan yang dapat mempengaruhi penyesuaian
diri antara lain:
1. Menerima (acceptance)
Yaitu situasi hubungan dimana orang
tua menerima anaknya dengan baik, sikap penerimaan ini dapat menimbulkan
suasana hangat dan rasa aman bagi anak.
2. Menghukum dan disiplin yang berlebihan
Dalam
pola ini, hubungan orang tua dengan anak bersifat keras. Disiplin yang
ditanamkan orang tua terlalu kaku dan berlebihan sehingga dapat menimbulkan
suasana psikologis yang kurang menguntungkan anak.
3. Memanjakan dan melindungi anak secara berlebihan.
4. penolakan, yaitu pola hubungan dimana orangtua
menolak kehadiran anaknya. Beberapa penelitian menunjukkan hambatan dalam
penyesuaian diri.
c.
Hubungan saudara
suasana
hubungan saudara yang penuh persahabatan, kooperatif, saling menghormati, penuh
kasih sayang, mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk tercapainya
penyesuaian yang lebih baik. sebaliknya suasana permusuhan, perselisihan, iri
hati, kebencian, dan sebagainya dapat menimbulkan kesulitan dan kegagalan
penyesuaian diri.
d. Masyarakat
Keadaan
lingkungan masyarakat dimana individu berada merupakan kondisi yang menentukan
proses dan pola-pola penyesuaian dari. Kondisi studi menunjukkan bahwa banyak
gejala tingkah laku salah suai bersumber dari keadaan masyarakat. Pergaulan
yang salah di kalanga remaja dapat mempengaruhi pola-pola penyesuaian dirinya.
e. Sekolah
Sekolah
mempunyai peranan sebagi media untuk mempengaruhi kehidupan intelektual,
sosial, dan moral para siswa. Suasana di sekolah baik sosial maupun psikologis
menentukan proses dan pola penyesuaian diri. di samping itu, hasil pendidikan
yang diterima anak di sekolah akan merupakan bekal bagi proses penyesuaian diri
di masyarakat.
A.
Kultural dan Agama sebagai Penentu Penyesuaian Diri
Proses penyesuaian diri anak mulai
dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat secara bertahap dipengaruhi
oleh faktor-faktor kultur dan agama. Lingkungan kultural dimana individu berada
dan berinteraksi akan menentukan pola-pola penyesuaian dirinya. Contohnya tata
cara kehidupan di sekolah, di masjid, gereja, dan semacamnya, akan memengaruhi
bagaimana anak menempatkan diri dan bergaul dengan masyarakat sekitarnya.
Agama memberikan suasana psikologis
tertentu dalam mengurangi konflik, frustasi dan ketegengan lainnya. agama juga
memberikan suasana damai dan tenang bagi anak. Agama merupakan sumber nilai,
kepercayaan dan pola-pola tingkah laku yang akan memberikan tuntunan bagi arti,
tujuan, dann kestabilan hidup umat manusia. Kehidpan yang efektif menuntut
adanya tuntunan hidup yang mutlak sembahyang dan berdo’a merupakan medium dalam
agama untuk menuju ke arah kehidupan yang berarti. Agama memegang peranan
penting sebagai penentu dalam proses penyesuaian diri.
2.6
Permasalahan-Permasalahan Penyesuaian Diri Remaja
Di antara persoalan terpentingnya
yang dihadapi remaja dalam kehidpan sehari-hari dan yang menghambat penyesuaian
diri yang sehat adalah hubungan remaja dengan orang dewasa terutama orang tua.
Tingkat penyesuaian diri dan
peretumbuhan remaja sangat tergantung pada sikap orang tua dan suasana
psikologi dan sosial dalam keluarga. Contoh: sikap orang tua yang menolak. Penolakan orang tua
terhadap anaknya dapat ddibagi menjadi dua macam. Pertama, penolakan mungkin
merupakan penolakan tetap sejak awal, dimana orang tua merasa tidak sayang
kepada anaknya, karena berbagai sebab, mereka tidak menghendaki kelahirannya.
Menurut Boldwyn yang dikutip oleh Zakiah Darajat (1983): “Bapak yang menolak
anaknya berusaha menundukkan anaknya dengan kaidah-kaidah kekerasan, karena itu
ia mengambil ukuran kekerasan, kekejaman tanpa alasan nyata.” Jenis kedua, dari
penolakan adalah dalam bentuk berpura-pura tidak tahu keinginan anak. Contoh:
orang tua memberi tugas kepada anaknya berbarengan dengan rencana anaknya untuk
pergi nonton bersama dengan sejawatnya.
Hasil dari kedua macam penolakan
tersebut ialah remaja tidak dapat menyesuaikan diri, cenderung untuk
menghabiskan waktunya di luar rumah. Terutama gadis-gadis mungkin akan terjadi
perkawinan yang tidak masuk akal dengan pemikiran bahwa rumah di luar rumah
tangganya sendiri akan lebih baik daripada rumahnya sendiri. Di samping itu,
sikap orang tua yang memberikan perlindungan yang berlebihan akibatnya juga
tidak baik. remaja yang mendapatkan pemeliharaan yang berlebihan, menyebabkan
ia juga mengharapkan bantuan dan perhatian dair orang lain dan ia berusaha
menarik perhatian mereka, serta menyangka bahwa perhatian seperti itu adalah
haknya.
Sikap orang tua yang otoriter, yaitu
yang memaksakan kekuasaan dan otoritas kepada remaja uga akan menghambat proses
penyesuaian diri remaja. Biasanya remaja berusaha untuk menentang kekuasaaan
orang tua dan pada gilirannya ia akan cenderung otoriter terhadap
teman-temannya di sekolah maupun di masyarakat. Perbedaan perlakuan antara anak
laki-laki dan anak perempuan akan memengaruhi hubungan antar mereka, sehingga
memungkinkan timbulnya rasa iri hati dalam jiwa anak perempuan terhadap
saudaranya yang laki-laki. Keadaan ini akan menghambat proses penyesuaian diri
anak perempuan. Permasalahan-permasalahan penyesuaian akan muncul bagi remaja
yang sring pindah tempat tinggal remaja yang kelularganya sring pindah, ia terpaksa
pindah dari sekolah ke sekolah yag lain dan ia mengalami banyak kesukaran
akademis, bahkan mungkin ia akan sangat tertinggal dalam pelajaran, karena guru
berbeda-beda dalam cara mengajarnya, demikian pula mungkin buku-buku pokok yang
dipakainya tidak sama.
2.7
Implikasi Proses Penyesuaian Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Lingkungan sekolah mempunyai
pengaruh yang besarr terhadap perkembangan jiwa remaja. Sekolah selain
mengemban fungsi pengajaran juga fungsi pendidikan (transformasi norma). Dalam
kaitannya dengan pendidikan ini, peranan sekolah pada hakikatnya tidak jauh
dari peranan keluarga, yaitu sebagai rujukan dan tempat perlindungan jika anak
didik mengalami masalah. Oleh karena itulah di setiap sekolah lanjutan ditunjuk
wali kelas yaiut guur-guru yang akan membantu anak didik jika ia (mereka)
menghadapi kesulitan dalam pelajarannya dan guru-guru bimbingan dan penyuluhan
utnuk membantu anka didik yang mempunyai masalah pribadi, dan masalah
penyesuaian diri baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap tuntutan
sekolah.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan
untuk memperlancar proses penyesuaian diri remaja khususnya di sekolah adalah:
1. Menciptakan
situasi sekolah yang dapat menimbulkan rasa “betah” (at home) bagi anak didik,
baik secara sosial, fisik maupun akademis.
2. Menciptakan
suasana belajar mengajar yang menyenangkan bagi anak.
3. Usaha
memahami anak didik secara menyeluruh, baik prestasi belajar, sosial, maupun
seluruh aspek pribadinya.
4. Menggunakan
metode dan alat mengajar yang menimbulkan gairah belajar.
5. Menggunakan
prosedur evaluasi yang dapat memperbesar motivasi belajar.
6. Ruangan kelas
yang memenuhi syarat-syarat kesehatan.
7. Peraturan
atau tata tertib yang jelas dan dipahami murid-murid.
8. Teladan dari
para guur dalam segala segi pendidikan.
9. Kerja sama
dan saling pengertian dari para guru dalam melaksanakan kegiatan pendidikan di
sekolah.
10. Pelaksanaan
program bimbingan dan peyuluhan yang sebaik-baiknya.
11. Situasi
kepemimpinan yang penuh saling pengertian dan tanggung jawab baik pada murid
maupun pada guru.
12. Hubungan
yang baik dan penuh pengertian antara sekolah dengan orang tua siswa dan
masyarakat.
Karena di sekolah guru merupakan
figur pendidik yang penting dan besar pengaruhnya terhadpa penyesuaian
siswa-siswanya, maka dituntut sifat-sifat guru yang efektif, yakni sebagai
berikut (Ryans dalam Garrison, 1956).
1. Memberi
kesempatan (alert), tampak antusias dan berminat dalam aktivitas siswa dan
kelas.
2. Ramah
(cheerful) dan optimis.
3. Mampu
mengontrol diri, tidak mudah kacau (terganggu), dan teratur tindakannya.
4. Senang
kelakar, mempunyai rasa humor.
5. Mengetahui
dan mengakui kesalahan-kesahalannya sendiri.
6. Jujur dan
objektif dalam memperlakukan siswa.
7. Menunjukkan
pengertian dan rasa simpati dalam bekerja dengan siswa-siswinya.
Penyesuaian diri adalah suatu
proses. Dan salah satu ciri pokok dari kepribadian yang sehat mentalnya ialah
memiliki kemampuan untuk mengadakan penyesuaian diri secara harmonis, baik
terhadadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya.
Proses penyesuaian diri dipengaruhi
oleh beberapa faktor (penentu), yaitu antara lain: kondisi fisik, tingkatan
perkembangan dan kematangan, faktor psikologis, lingkungan, dan kebudayaan.
Terdapat dua karakterisitik
penyesuaian diri, yaitu: (a) penyesuaian diri secara positif, yaitu tidak ada
ketegangan secara emosional, tidak terjadi frustrasi, menggunakan pertimbangan
rasional, realistik, dan objektif, dan (b) penyesuaian diri yang salah, yaitu
antara lain berupa: reaksi bertahan, menyerang, dan melarikan diri.
Faktor-faktor yang memengaruhi
keberhasilan penyesuaian diri antara lain: kondisi jasmaniah, perkembangan dan
kematangan, kondisi lingkungan, kebudayaan dan agama.
Tingkat penyesuaian diri dan
pertumbuhan atau perkembangan remaja sangat tergantung pada sikap orang tua,
dan kondisi lingkungan keluarga. Orang tua yang otoriter akan menghambat
perkembangan penyesuaian diri remaja.
Permasalahan-permasalahan
penyesuaian diri dihadapi remaja dapat berasal dari suasana psikologis keluarga
seperti keretakan keluarga. Selain itu permasalahan-permasalahan penyesuaian
akan muncul bagi remaja yang sering pindah tempat tinggal. Remaja yang
keluarganya sering pindah, ia terpaksa pindah dair sekolah ke sekolah yang lain
dan ia kan sangat tertinggal dalam pelajaran, karena guru berbeda-beda dalam
cara mengajarnya, demikian pula mungkin buku-buku pokok yang dipakainya tidak
sama, dan kesulitan dalam mencari teman baru.
Persoalan-persoalan umum seringkali
dihadapi remaja antara lain dalam memilih sekolah, jika kita mengharapkan
remaja mempunyai penyesuaian diri yang baik, seyogianya kita tidak mendikte
mereka agar memilih jenis sekolah tertentu sesuai keinginan kita. Orangtua atau
pendidik hendaknya mengarahkan pilihan sekolah sesuai dengan kemampuna, bakat,
dan sifat pribadinya.
Lingkungan sekolah mempunyai
pengaruh yang besar terhadap perkembangan jiwa remaja. Sekolah lain mengemban
fungsi pengajran juga fungsi pendidikan (transformasi norma). Guru-guru akan
membantu anak didik jika ia (mereka) menghadapi kesulitan dalam pelajarannya.
Guru-guru bimbingan dan penyuluhan akan membantu anak didik yang mempunyai
masalah pribadi, masalah penyesuaian diri baik terhadap dirinya maupun terhadap
tuntutan sekolah.
Guru hendaknya dapat bersikap yang
lebih efektif, seperti adil, jujur, menyenangkan, penuh perhatian, antusias,
mampu mengontrol diri, humor, dan sebagainya sehingga siswanya akan merasa
senang dan aman bersamanya.
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Penyesuaian
diri adalah proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi
kebutuhan sesuai dengan lingkungan. Seperti kita ketahui bahwa penyesuaian yang
sempurna tidak pernah tercapai penyesuaian yang sempurna terjadi jika manusia
atau individu selalu dalam keadaan seimbang antara dirinya dengan lingkungannya
dimana tidak ada lagi kebutuhan yang tidak terpenuhi, dan dimana semua fungsi
organisme atau individu berjalan normal. Sekali lagi, bahwa penyesuaian yang sempurna seperti itu
tidak pernah tercapai. Karena itu penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses
sepanjang hayat (lifelong process), dan manusia terus-menerus berupaya
menemukan dan mengatasi tekanan dan tantangan hidup guna mencapai pribadi yang
sehat
3.2
Saran
Apa yang dijelaskan penyusun dalam
makalah hanya sedikit tentang penjelasan tentang penyesuaian pribadi dan sosial
remaja. Oleh karena itu, bagi para
pembaca yang sudah membaca makalah ini diharapkan membaca sumber lain yang
berhubungan dengan materi tersebut untuk memperoleh materi dan wawasan yang
lebih luas.
DAFTAR PUSTAKA
Subandi, 2012. Diktat Perkuliahan Perkembangan Peserta
Didik. Indramayu: Universitas Wira
Tidak ada komentar:
Posting Komentar