Selasa, 16 Juni 2015

Penyesuaian Diri Remaja

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
     Makna akhir dari hasil pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal yang telah dipelajari dapat membantunya dalam menesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan hidupnya dan pada tuntutan masyarakat. Berdasarkan pengalaman-pengalaman yang didapat di sekolah dan di luar sekolah ia memiliki sejumlah pengetahuan, kecakapan, minat-minat, dan sikap-sikap. Dengan pengalaman-pengalaman itu ia secara bekesinambungan dibentuk menjadi seorang pribadi seperti apa yang dia miliki sekarang dan menjadi seorang pribadi tertentu di masa mendatang.
     Seseorang tidak dilahirkan dalam keadaan telah mampu menyesuaikan diri atau tidak mampu menyesuaikan diri kondisi fisik, mental dan emosional dipengaruhi dan diarahkan oleh faktor-faktor lingkungan dimana kemungkinan akan berkembang proses penyesuaian yang baik atau yang salah. Sejak lahir sampai meninggal seorang individu merupakan organise yang aktif. Ia aktif dengan tujuan dan aktifitas yang berkesinambungan. Ia berusaha untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan jasmaninya dan juga semua dorongan yang memberi peluang kepadanya untuk berfungsi sebagai anggota kelompoknya.  Penyesuaian diri adalah suatu proses. Dan salah satu ciri pokok dari kepribadian yang sehat mentalnya adalah memiliki kemampuan untuk mengadakan penyesuaian diri secara harmonis, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya. Untuk lebih jelasnya marilah kita tinjau secara lebih rinci pengertian dan proses penyesuaian diri remaja dan faktor-faktor yang memengaruhi proses penyesuaian diri.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                      

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uaraian pada latar belakang masalah tersebut,  masalah-masalah pada  makalah ini dirumuskan sebagai berikut:
a. Apakah pengertian penyesuaian diri?
b. Apakah proses penyesuaian diri?
c. Apa saja karakteristik penyesuaian diri?
d. Apa saja penentu psikologis terhadap penyesuaian diri?
e. Mengapa lingkungan sebagai penentu penyesuaian diri?
f.  Apa Saja permasalahan-permasalahan penyesuaian diri remaja?
g. Bagaiamana implikasi proses penyesuaian remaja terhadap penyelenggaraaan pendidikan?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
a. Untuk mengetahui pengertian dari penyesuaian diri
b. Untuk mengetahaui proses penyesuaian diri
c. Untuk mengetahui karakteristik penyesuaian diri
d. Untuk mengetahui penentu psikologis terhadap penyesuaian diri
e. Untuk mengetahui mengapa lingkungan sebagai penentu penyesuaian diri
f. Untuk mengetahui permasalahan-permasalahan penyesuaian diri remaja
g. Untuk mengetahui implikasi proses penyesuaian remaja terhadap penyelenggaraan pendidikan.

                                                                            BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Penyesuaian Diri
          a. Penyesuaian berarti adaptasi; dapat mempertahankan eksistensinya, atau bisa “survive” dan memperoleh kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah, dan dapat mengadakan relasai yang memuaskan dengan tuntutan sosial.
          b. Penyesuaian dapat juga diartikan sebagai konformitas, yang berarti menyesuaikan sesuatu dengan standra atau prinsip.
          c. Penyesuaian dapat diartikan sebagai penguasaan, yaitu memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan mengorganisasi respon-respon sedemikian rupa, sehingga bisa mengatasi segala macam konflik, kesulitan, dan frustrasi0frustrasi secara efisien. Individu memiliki kemampuan menghadapi realitas hidup dengan cara yang adekuat atau memenuhi syarat.
          d. Penyesuaian dapat diartikan penguasaan dan kematangan emosional. Kematangan emosional maksudnya ialah secara positif memiliki respon emosional yang tepat pada setiap situasi.

2.2 Proses Penyesuaian Diri
          Penyesuaian diri adalah proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan. Seperti kita ketahui bahwa penyesuaian yang sempurna tidak pernah tercapai penyesuaian yang sempurna terjadi jika manusia atau individu selalu dalam keadaan seimbang antara dirinya dengan lingkungannya dimana tidak ada lagi kebutuhan yang tidak terpenuhi, dan dimana semua fungsi organisme atau individu berjalan normal. Sekali lagi,  bahwa penyesuaian yang sempurna seperti itu tidak pernah tercapai. Karena itu penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses sepanjang hayat (lifelong process), dan manusia terus-menerus berupaya menemukan dan mengatasi tekanan dan tantangan hidup guna mencapai pribadi yang sehat.
          Respon penyesuaian, baik atau buruk, secara sederhana dapat dipandang sebagai suatu upaya individu untuk mereduksi atau menjauhi ketegangan dan untuk memelihara kondisi-kondisi keseimbagan yang lebih wajar. Penyesuaian adalah sebagai suattu proses ke arah hubungan yang harmonis antara tuntutan internal dan tuntutan eksternal. Dalam proses penyesuaian diri dapat saja muncul konflik, tekanan, dan frustrasi, dan individu didorong untuk meneliti berbagai kemungkinan perilaku untuk membebaskan diri dari ketegangan.
          Apakah seseroang berhadapan dengan penyesuaian sehari-hari yang sederhana, atau suatu penyesuaian yang rumit, terdapat suatu pola dasar yang terdiir dari elemen-elemen tertentu. Contoh: seorang anak yang membutuhkan rasa kasih sayang dair ibnya yang terlalu sibuk dengan tugas-tugas lain. Anak akan frustrasi dan berusaha sendiri menemukan pemecahan untuk mereduksi ketegangan yang belum terpenuhi. Dia mungkin mencari kasih sayang dimana-mana, atau mengisap jarinya, atau bahkan tidak berupaya sama sekali, atau makan secara berlebihan, sebagai rspon pengganti bila kebutuhan-kebutuhan tidak terpenuhi secara wajar. Dalam beberapa hal, respon lain yang akan memuaskan motivasi dan mereduksi ketegangan.
          Berdasarkan diagram diatas, tampak bahwa elemen-elemen umum dan esensial dalam semua situasi frustrasi ialah motivasi, frustrasi atau terhalangnya keinginan dan motif-motif, respon yang bervariasi, dan pemecahan utnuk mereduksi masalah, frustrasi atau ketegangan dengan beberapa bentuk respon.
          Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa motivasi mengambil variasi bentuk, dan setiap bentuk dapat diarahkan kepada rintangan atau frustasi yang disebabkan oleh beberapa aspek realitas misalanya: pembatasan orang tua, hambatan fisik, aturan sosial, dan semacamnya. Rintangan-rintangan ini menyebabkan individu meneliti cara-cara responnya yang berbeda-beda. Individu dikatakan berhasil dalam melakukan penyesuaian diri apabila ia dapat memenuhi kebutuhannya dengan cara-cara yang wajar atau apabaila dapat diterima oleh lingkungan tanpa merugikan atau mengganggu lingkungannya.

2.3 Karakteristik Penyesuaian Diri
          a. Penyesuaian Diri Secara Positif
          Mereka yang tergolong mampu melakukan penyesuaian diri secara positif ditandai hal-hal sebagai berikut:
1. Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional.
2. Tidak menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme psikologis.
3. Tidak menunjukkan adanya frustrasi pribadi.
4. Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri.
5. Mampu dalam belajar.
6. Menghargai pengalaman.
7. Bersikap realistik dan objektif.
          Dalam melakukan penyesuaian diri secara positif, individu akan melakukannya dalam berbagai bentuk antara lain:
1. Penyesuaian dengan menghadapi masalah secara langsung
          Dalam situasi ini individu secara langsung menghadapi masalahnya dengan segala akibat-akibatnya. Ia melakukan segala tindakan sesuai dengan masalah yang dihadapinya. Misalnya seorang siswa yang terlambat dalam menyerahkan tugas karena sakit, maka ia menghadapinya secara langsung, ia mengemukakan segala masalahnya kepada gurunya.
2. Penyesuaian dengan melakukan eksplorasi (penjelajahan)
          Dalam situasi ini individu mencari berbagai bahan pengalaman untuk dapat menghadapi dan memecahkan masalahnya. Misalnya, seorang siswa yang merasa kurang mampu dalam mengerjakan tugas, ia akan mencari bahan dalam upaya menyelesaikan tugas tersebut, dengan membaca buku, konsultasi, diskusi, dan sebagainya.
3. Penyesuaian dengan trial and error atau coba-coba
          Dalam cara ini individu melakukan suatu tindakan coba-coba dalam arti kalau menguntungkan dteruskan dan kalau gagal tidak diteruskan taraf pemikiran kurang begitu berperan dibandingkan dengan cara eksplorasi.
4. Penyesuaian dengan substitusi (mencari pengganti)
          Jika individu merasa gagal dalam menghadapi masalah, maka ia daat memperoleh penyesuaian dengan jalan mencari pengganti. Misalnya gagal nonton film di gedung bioskop, dia pindah nonton TV.
5. Penyesuaian diri dengan menggali kemampuan diri
          Dalam hal ini individu mencoba menggali kemampuan-kemampuan khusus dalam dirinya, dan kemudian dikembangakan sehingga dapat membantu penyesuaian diri. misalnya seroang siswa yang mempunyai kesulitan dalam keuangan, berusaha mengembangkan kemampuannya dalam menulis (mengarang). Dari uasaha mengarang ia dapat membatu mengatasi kesulitan dalam keuangan.
6. Penyesuaian dengan belajar.
          Dengan belajar, individu akan banyak memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang dapat membantu menyesuaiakan diri. misalnya, seorang guru akan lebih dapat menyesuaiakan diri dengan banyak belajar tentang berbagai pengetahuan keguruan.
7. Penyesuaian, dengan inhibisi dan pengendalian diri
          Pengendalian diri,akan lebih berhasil jika disertai dengan kemampuan memilih tindakan yang tepat  dan pengendalian diri secara tepat pula. Dalam situasi ini individu berusaha memilih tindakan mana yang harus dilakukan, dan tindakan mana yang tidak perlu dilakukan. Cara inilah yang disebut inhibisi. Disamping itu, individu harus mampu mengendalikan dirinya dalam melakukan tindakannya.
8. Penyesuaian dengan perencanaan yang cermat
          Dalam situasi ini tindakan yang dilakukan merupakan keputusan yang diambil berdasarkan perencanaan yang cermat, keputusan diambil setelah dipertimbangkan dari berbagai segi, antara lain segi untung dan ruginya.

b. Penyesuaian Diri yang Salah
          Ada tiga bentuk reaksi dalam penyesuaian yang salah yaitu sebagai berikut:
1. Reaksi bertahan (Defence Reaction)
          Individu berusaha untuk mempertahankan dirinya, seolah-olah tidak menghadapi kegagalan. Ia selalu berusaha untuk menunjukkan bahwa dirinya tidak mengalami kegagalan. Bentuk khusus reaksi ini antara lain:
- Rasionalisasi, yaitu bertahan dengan mencari-cari alasan (dalam) untuk membenarkan tiindakannya.
- Represi, yaitu berusaha untuk menekan pengalamannya yang dirasakan kurang enak ke alam tidak sadar. Ia berusaha melupakan pengalamannya yang kurang menyenangkan. Misalnya seorang pemuda berusaha melupakan kegagalan cintanya dengan seorang gadis.
- Proyeksi, yaitu melemparkan sebab kegagalan dirinya kepada pibhak lain ntuk mencari alasan yang dapat diterima. Misalnya seorang siswa yang tidak lulus mengatakan bahwa gurunya memebenci dirinya.
- “Sour grapes” (anggur kecut), yaitu dengan memutarbalikkan kenyataan. Misalnya sroang siswa yang gagal mengetik, mengatakan bahwa mesin tiknya rusak, padahal dia sendiri tidak bisa mengetik.
2. Reaksi Menyerang (Aggreesive Reaction)
          Orang yang mempunyai penyesuaian diri yang salah menunjukkan tingkah laku yang bersifat menyerang untuk menutupi kegagalannya, ia tidak mau menyadari kegagalannya. Reaksi-reaksinya tampak dalam tingkah laku:
- Selalu membenarkan diri sendiri,
- Mau berkuasa dalam setiap situasi,
- Mau memiliki segalanya,
- Bersikap senang mengganggu orang lain,
- Menggertak baik dengan ucapan maupun perbuatan,
- Menunjukkan sikap permusuhan secara terbuka,
- Menunjukkan sikap menyerang dan merusak,
- Keras kepala dalam perbuatannya,
- Bersikap balas dendam,
- Memperkosa hak orang lain,
- Tindakan yang serampangan, dan
- Marah secara sadis
3. Reaksi Melarikan Diri (Escape Reaction)
          Dalam raksi ini oang yang mempunyai penyesuaian diri yang salah akan melarikan diri dari situasi yang menimbulkan kegagalannya, reaksinya tampak dalamm tingkah laku sebagai berikut: berfantasi yaitu memuaskan keinginan yang tidak tercapai dalam bentuk angan-angan (seolah-olah sudah tercapai), banyak tidur, minum-minuman keras, bunuh diri, menjadi pecandu ganja, narkotika, dan ragrasi yaitu kembali kepada tingkah laku yang semodel degnan tingkat perkembangan yang lebih awal (misal orang dewasa yang bersikap dan berwatak seperti anak kecil), dan lain-lain.
4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Proses Penyesuaian Diri
          Penentu-penentu itu dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Kondisi-kondisi fisik, termasuk didalamnya keturunan, konstitusi fisik, susunan saraf, kelenjar, dan sistem otot, kesehatan, penyakit, dan sebagainya.
b. Perkembangan dan kematangan, khususnya kematangan intelektual, sosial, moral, dan emosional.
c. Penentu psikologis, termasuk didalamnya pengalaman, belajarnya, pengkondisian, penentuan diri (self-determanation), frustrasi, dan konflik.
d. Kondisi lingkungan, khususnya keluarga dan sekolah.
e. Penentu kurtural, termasuk agama.

Kondisi Jasmaniah
          Kondisi jasmaniah seperti pembawaan dan struktur atau konstitusi fisik dari temperamen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembangannya secara instrinsik berkaitan erat dengan susunan atau konstitusi tubuh Shekdon mengemukakan bajwa terdapat korelasi yang tinggi antara tipe-tipe bentuk tubuh dan tipe-tipe temperamen (Moh. Surya, 1997). Misalnya orang yang tergolong ektomorff yaitu yang ototnya lemah, tubuhnya rapuh, ditandai dengan sifat-sifat menahan diri, segan dalam aktivitas sosial, pemalu, dan sebagainya.
          Karena sruktur jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkah laku maka dapat diperkirakan bahwa sistem saraf, kelenjar, dan otot merupakan faktor yang penting bagi proses penyesuaian diri. beberapa penelitian menunjukkan bahwa gangguan-gangguan dalam sistem saraf, kelenjar, dan otot dapat menimbulkan gejala-gejala gangguan mental, tingkah laku, dan kepribadian. Dengan dmeikian, kondisi sistem-sistem tubuh yang baik merupakan syarat bagi tercapainya proses penyesuaian diri yang baik.

Perkembangan, Kematangan, dan Penyesuaian Diri
          Dalam proses perkembangan, respon anak berkembang dari respon yang besifat instinktif menjadi respon yang diperoleh melalui belajar dan pengalaman. Dengan bertambahnya usia perubahan dan pekembangan respon, tiidak hanya melalui proses belajar saja melainkan anak juga menjadi matang untuk melakukan respon dan ini menentukan pola-pola penyesuaian dirinya
          Sesuai dengan hukum perkembangan, tingkat kematangan yang dicapai berbeda antara individu yang satu dengan lainnya, sehingga pencapaian pola-pola penyesuaian diri pun berbeda pula secara individual. Dengan kata lain, pola penyesuaian diri akan bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan dan kematangan yang dicapainya. Di samping itu, hubungan antara penyesuaian dengan perkembangan dapat bebrda menurut jenis aspek perkembangan yang dicapai.

2.4 Penentu Psikologis terhadap Penyesuaian Diri
          a. Pengalaman.
          Tidak semua pengalam mempunyai arti bagi penyesuaian diri. pengalaman-pengalaman tertentu yang mempunyai arti dalam penyesuaian diri adalah pengalaman yang menyenangkan dan pengalaman traumatik (menyusahkan). Pengalaman yang menyenangkan misalnya memperoleh hadiah dalam suatu kegiatan, cenderung akan menimbulkan proses penyesuaian diri yang baik, dan sebaliknya pengalaman traumatika akan menimbulkan penyesuaian yang kurang baik atau mungkin salah.
          b. Belajar
          Proses belajar merupakan suatu dasar yang fundamental dalam prose penyesuaian diri, karena melalui belajar ini akan berkembanga pola-pola respon yang akan membentuk kepribadian, sebagian besar respon-respon dan ciri-ciri kepribadian lebih banayk yang diperoleh dari proses belajar daripada yang diperoleh secara diwariskan. Dalam proses penyesuaian diri belajar merupakan suatu proses modifikasi tingkah laku sejak fase-fase awal dan berlangsung terus sepanjang hayat dan diperkuat dengan kemtangan.
          c. Determinasi diri
          Dalam proses penyesuaian diri, disamping ditentukan oleh faktor-faktor tersebut diatas, orangnya itu sendiri menentukan dirinya, terdapat faktor kekuatan yang mendorong untuk mencapai sesuatu yang baik atau buruk, untuk mencapai taraf penyesuaian yang tinggi, dan atau merusak diir. Faktor-faktor itulah yang disebut determinasi diri.
          d. Konflik dan penyesuaian
          Tanpa memeprhatika tipe-tipe konflik, mekanisme konlki secara esensial sama yaitu pertentatangan antara motif-motif. Efek konflik ada perilaku akan tergantung sebagian pada sifat konflik itu sendiri. Ada beberapa pandangan bahwa semua konflik bersifat mengganggu atau merugikan. Namun dalam kenyataan ada juga seseroang yang mempunyai banyak konflik tanpa hasil-hasil yang merusak atau merugikan. Sebenarnya, beberapa konflik dapat  bermanfaat memotivasi seseorang untu meningkatkan kegiatan.

2.5 Lingkungan Sebagai Penentu Penyesuaian Diri
          Berbagai lingkungan anak seprit keluarga dan pola hubungan didalamnya, sekolah, masyarakat, kultur, dan agama berpengaruh terhadap penyesuaian diri anak.
a. Pengaruh rumah dan keluarga
          dari sekian banyak faktor yang mengondisikan penyesuaian diri, faktor rumah dan keluarga merupakan faktor yang sangan penting, karena keluarga merupakan satuan kelompok sosial terkecil. Interaksi sosial yang pertama diperoleh individu adalah dalam keluarga. Kemampuan interaksi sosial ini kemudian akan dikembangkan di masyarakat.
b. Hubungan orang tua dan anak
          Pola hubungan antara orang tua dengan anak akan mempuyai pengaruh terhadap proses penyesuaian diri anak-anak. Beberapa pola hubungan yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri antara lain:
1. Menerima (acceptance)
Yaitu situasi hubungan dimana orang tua menerima anaknya dengan baik, sikap penerimaan ini dapat menimbulkan suasana hangat dan rasa aman bagi anak.
2. Menghukum dan disiplin yang berlebihan
          Dalam pola ini, hubungan orang tua dengan anak bersifat keras. Disiplin yang ditanamkan orang tua terlalu kaku dan berlebihan sehingga dapat menimbulkan suasana psikologis yang kurang menguntungkan anak.
3. Memanjakan dan melindungi anak secara berlebihan.
4. penolakan, yaitu pola hubungan dimana orangtua menolak kehadiran anaknya. Beberapa penelitian menunjukkan hambatan dalam penyesuaian diri.
c. Hubungan saudara
          suasana hubungan saudara yang penuh persahabatan, kooperatif, saling menghormati, penuh kasih sayang, mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk tercapainya penyesuaian yang lebih baik. sebaliknya suasana permusuhan, perselisihan, iri hati, kebencian, dan sebagainya dapat menimbulkan kesulitan dan kegagalan penyesuaian diri.
d. Masyarakat
          Keadaan lingkungan masyarakat dimana individu berada merupakan kondisi yang menentukan proses dan pola-pola penyesuaian dari. Kondisi studi menunjukkan bahwa banyak gejala tingkah laku salah suai bersumber dari keadaan masyarakat. Pergaulan yang salah di kalanga remaja dapat mempengaruhi pola-pola penyesuaian dirinya.
e. Sekolah
          Sekolah mempunyai peranan sebagi media untuk mempengaruhi kehidupan intelektual, sosial, dan moral para siswa. Suasana di sekolah baik sosial maupun psikologis menentukan proses dan pola penyesuaian diri. di samping itu, hasil pendidikan yang diterima anak di sekolah akan merupakan bekal bagi proses penyesuaian diri di masyarakat.

A. Kultural dan Agama sebagai Penentu Penyesuaian Diri
            Proses penyesuaian diri anak mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat secara bertahap dipengaruhi oleh faktor-faktor kultur dan agama. Lingkungan kultural dimana individu berada dan berinteraksi akan menentukan pola-pola penyesuaian dirinya. Contohnya tata cara kehidupan di sekolah, di masjid, gereja, dan semacamnya, akan memengaruhi bagaimana anak menempatkan diri dan bergaul dengan masyarakat sekitarnya.
            Agama memberikan suasana psikologis tertentu dalam mengurangi konflik, frustasi dan ketegengan lainnya. agama juga memberikan suasana damai dan tenang bagi anak. Agama merupakan sumber nilai, kepercayaan dan pola-pola tingkah laku yang akan memberikan tuntunan bagi arti, tujuan, dann kestabilan hidup umat manusia. Kehidpan yang efektif menuntut adanya tuntunan hidup yang mutlak sembahyang dan berdo’a merupakan medium dalam agama untuk menuju ke arah kehidupan yang berarti. Agama memegang peranan penting sebagai penentu dalam proses penyesuaian diri.

2.6 Permasalahan-Permasalahan Penyesuaian Diri Remaja
            Di antara persoalan terpentingnya yang dihadapi remaja dalam kehidpan sehari-hari dan yang menghambat penyesuaian diri yang sehat adalah hubungan remaja dengan orang dewasa terutama orang tua.
            Tingkat penyesuaian diri dan peretumbuhan remaja sangat tergantung pada sikap orang tua dan suasana psikologi dan sosial dalam keluarga. Contoh: sikap  orang tua yang menolak. Penolakan orang tua terhadap anaknya dapat ddibagi menjadi dua macam. Pertama, penolakan mungkin merupakan penolakan tetap sejak awal, dimana orang tua merasa tidak sayang kepada anaknya, karena berbagai sebab, mereka tidak menghendaki kelahirannya. Menurut Boldwyn yang dikutip oleh Zakiah Darajat (1983): “Bapak yang menolak anaknya berusaha menundukkan anaknya dengan kaidah-kaidah kekerasan, karena itu ia mengambil ukuran kekerasan, kekejaman tanpa alasan nyata.” Jenis kedua, dari penolakan adalah dalam bentuk berpura-pura tidak tahu keinginan anak. Contoh: orang tua memberi tugas kepada anaknya berbarengan dengan rencana anaknya untuk pergi nonton bersama dengan sejawatnya.
            Hasil dari kedua macam penolakan tersebut ialah remaja tidak dapat menyesuaikan diri, cenderung untuk menghabiskan waktunya di luar rumah. Terutama gadis-gadis mungkin akan terjadi perkawinan yang tidak masuk akal dengan pemikiran bahwa rumah di luar rumah tangganya sendiri akan lebih baik daripada rumahnya sendiri. Di samping itu, sikap orang tua yang memberikan perlindungan yang berlebihan akibatnya juga tidak baik. remaja yang mendapatkan pemeliharaan yang berlebihan, menyebabkan ia juga mengharapkan bantuan dan perhatian dair orang lain dan ia berusaha menarik perhatian mereka, serta menyangka bahwa perhatian seperti itu adalah haknya.
            Sikap orang tua yang otoriter, yaitu yang memaksakan kekuasaan dan otoritas kepada remaja uga akan menghambat proses penyesuaian diri remaja. Biasanya remaja berusaha untuk menentang kekuasaaan orang tua dan pada gilirannya ia akan cenderung otoriter terhadap teman-temannya di sekolah maupun di masyarakat. Perbedaan perlakuan antara anak laki-laki dan anak perempuan akan memengaruhi hubungan antar mereka, sehingga memungkinkan timbulnya rasa iri hati dalam jiwa anak perempuan terhadap saudaranya yang laki-laki. Keadaan ini akan menghambat proses penyesuaian diri anak perempuan. Permasalahan-permasalahan penyesuaian akan muncul bagi remaja yang sring pindah tempat tinggal remaja yang kelularganya sring pindah, ia terpaksa pindah dari sekolah ke sekolah yag lain dan ia mengalami banyak kesukaran akademis, bahkan mungkin ia akan sangat tertinggal dalam pelajaran, karena guru berbeda-beda dalam cara mengajarnya, demikian pula mungkin buku-buku pokok yang dipakainya tidak sama.

2.7 Implikasi Proses Penyesuaian Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
            Lingkungan sekolah mempunyai pengaruh yang besarr terhadap perkembangan jiwa remaja. Sekolah selain mengemban fungsi pengajaran juga fungsi pendidikan (transformasi norma). Dalam kaitannya dengan pendidikan ini, peranan sekolah pada hakikatnya tidak jauh dari peranan keluarga, yaitu sebagai rujukan dan tempat perlindungan jika anak didik mengalami masalah. Oleh karena itulah di setiap sekolah lanjutan ditunjuk wali kelas yaiut guur-guru yang akan membantu anak didik jika ia (mereka) menghadapi kesulitan dalam pelajarannya dan guru-guru bimbingan dan penyuluhan utnuk membantu anka didik yang mempunyai masalah pribadi, dan masalah penyesuaian diri baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap tuntutan sekolah.
            Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperlancar proses penyesuaian diri remaja khususnya di sekolah adalah:
1. Menciptakan situasi sekolah yang dapat menimbulkan rasa “betah” (at home) bagi anak didik, baik secara sosial, fisik maupun akademis.
2. Menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan bagi anak.
3. Usaha memahami anak didik secara menyeluruh, baik prestasi belajar, sosial, maupun seluruh aspek pribadinya.
4. Menggunakan metode dan alat mengajar yang menimbulkan gairah belajar.
5. Menggunakan prosedur evaluasi yang dapat memperbesar motivasi belajar.
6. Ruangan kelas yang memenuhi syarat-syarat kesehatan.
7. Peraturan atau tata tertib yang jelas dan dipahami murid-murid.
8. Teladan dari para guur dalam segala segi pendidikan.
9. Kerja sama dan saling pengertian dari para guru dalam melaksanakan kegiatan pendidikan di sekolah.
10. Pelaksanaan program bimbingan dan peyuluhan yang sebaik-baiknya.
11. Situasi kepemimpinan yang penuh saling pengertian dan tanggung jawab baik pada murid maupun pada guru.
12. Hubungan yang baik dan penuh pengertian antara sekolah dengan orang tua siswa dan masyarakat.
            Karena di sekolah guru merupakan figur pendidik yang penting dan besar pengaruhnya terhadpa penyesuaian siswa-siswanya, maka dituntut sifat-sifat guru yang efektif, yakni sebagai berikut (Ryans dalam Garrison, 1956).
1. Memberi kesempatan (alert), tampak antusias dan berminat dalam aktivitas siswa dan kelas.
2. Ramah (cheerful) dan optimis.
3. Mampu mengontrol diri, tidak mudah kacau (terganggu), dan teratur tindakannya.
4. Senang kelakar, mempunyai rasa humor.
5. Mengetahui dan mengakui kesalahan-kesahalannya sendiri.
6. Jujur dan objektif dalam memperlakukan siswa.
7. Menunjukkan pengertian dan rasa simpati dalam bekerja dengan siswa-siswinya.
            Penyesuaian diri adalah suatu proses. Dan salah satu ciri pokok dari kepribadian yang sehat mentalnya ialah memiliki kemampuan untuk mengadakan penyesuaian diri secara harmonis, baik terhadadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya.
             Proses penyesuaian diri dipengaruhi oleh beberapa faktor (penentu), yaitu antara lain: kondisi fisik, tingkatan perkembangan dan kematangan, faktor psikologis, lingkungan, dan kebudayaan.
            Terdapat dua karakterisitik penyesuaian diri, yaitu: (a) penyesuaian diri secara positif, yaitu tidak ada ketegangan secara emosional, tidak terjadi frustrasi, menggunakan pertimbangan rasional, realistik, dan objektif, dan (b) penyesuaian diri yang salah, yaitu antara lain berupa: reaksi bertahan, menyerang, dan melarikan diri.
           Faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan penyesuaian diri antara lain: kondisi jasmaniah, perkembangan dan kematangan, kondisi lingkungan, kebudayaan dan agama.
            Tingkat penyesuaian diri dan pertumbuhan atau perkembangan remaja sangat tergantung pada sikap orang tua, dan kondisi lingkungan keluarga. Orang tua yang otoriter akan menghambat perkembangan penyesuaian diri remaja.
            Permasalahan-permasalahan penyesuaian diri dihadapi remaja dapat berasal dari suasana psikologis keluarga seperti keretakan keluarga. Selain itu permasalahan-permasalahan penyesuaian akan muncul bagi remaja yang sering pindah tempat tinggal. Remaja yang keluarganya sering pindah, ia terpaksa pindah dair sekolah ke sekolah yang lain dan ia kan sangat tertinggal dalam pelajaran, karena guru berbeda-beda dalam cara mengajarnya, demikian pula mungkin buku-buku pokok yang dipakainya tidak sama, dan kesulitan dalam mencari teman baru.
            Persoalan-persoalan umum seringkali dihadapi remaja antara lain dalam memilih sekolah, jika kita mengharapkan remaja mempunyai penyesuaian diri yang baik, seyogianya kita tidak mendikte mereka agar memilih jenis sekolah tertentu sesuai keinginan kita. Orangtua atau pendidik hendaknya mengarahkan pilihan sekolah sesuai dengan kemampuna, bakat, dan sifat pribadinya.
            Lingkungan sekolah mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan jiwa remaja. Sekolah lain mengemban fungsi pengajran juga fungsi pendidikan (transformasi norma). Guru-guru akan membantu anak didik jika ia (mereka) menghadapi kesulitan dalam pelajarannya. Guru-guru bimbingan dan penyuluhan akan membantu anak didik yang mempunyai masalah pribadi, masalah penyesuaian diri baik terhadap dirinya maupun terhadap tuntutan sekolah.
            Guru hendaknya dapat bersikap yang lebih efektif, seperti adil, jujur, menyenangkan, penuh perhatian, antusias, mampu mengontrol diri, humor, dan sebagainya sehingga siswanya akan merasa senang dan aman bersamanya.

                                                                           BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Penyesuaian diri adalah proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan. Seperti kita ketahui bahwa penyesuaian yang sempurna tidak pernah tercapai penyesuaian yang sempurna terjadi jika manusia atau individu selalu dalam keadaan seimbang antara dirinya dengan lingkungannya dimana tidak ada lagi kebutuhan yang tidak terpenuhi, dan dimana semua fungsi organisme atau individu berjalan normal. Sekali lagi,  bahwa penyesuaian yang sempurna seperti itu tidak pernah tercapai. Karena itu penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses sepanjang hayat (lifelong process), dan manusia terus-menerus berupaya menemukan dan mengatasi tekanan dan tantangan hidup guna mencapai pribadi yang sehat

3.2 Saran
Apa yang dijelaskan penyusun dalam makalah hanya sedikit tentang penjelasan tentang penyesuaian pribadi dan sosial remaja. Oleh karena itu, bagi para pembaca yang sudah membaca makalah ini diharapkan membaca sumber lain yang berhubungan dengan materi tersebut untuk memperoleh materi dan wawasan yang lebih luas.


 DAFTAR PUSTAKA

Subandi, 2012. Diktat Perkuliahan Perkembangan Peserta Didik. Indramayu: Universitas Wira

Tidak ada komentar:

Posting Komentar