Senin, 29 Juni 2015

Profesionalisme di Tengah Realita Pendapatan Guru


    Apa yang menjadi tolak ukur seseorang yang menyandang sebuah profesi agar dapat dikatakan profesional? Tidak perlu menerawang terlalu jauh mengenai kata “profesionalisme” yang pada hakikatnya hanya memiliki definisi sederhana tetapi mampu mengubah paradigma suatu bangsa jika seluruh profesi yang ada di negeri ini di lakukan oleh orang-orang yang profesional dan memiliki sifat profesionalisme.  Namun tidak dapat di pungkiri jika sebuah profesi tidak selalu dapat di katakan profesional, dan orang-orang yang mengemban profesi tertentu tidak selamanya memiliki sifat profesionalisme. Mengapa demikian? karena dari sudut pandang saya tersendiri menyimpulkan bahwa seseorang yang berprofesi tentunya memiliki kualifikasi tertentu yang harus di tempuh dan di tuntut untuk memiliki syarat-syarat khusus untuk dapat menggenggam amanah menjalankan profesi tersebut. Selain karena dari sisi “panggilan jiwa” yang identik dan cenderung timbul dari hati seseorang karena murni ingin menekuni dan berusaha sebaik mungkin dalam menjalankan sebuah profesinya, bukanlah suatu hal yang tidak lumrah lagi ketika “penghasilan” dari sebuah profesi tersebut menjadi faktor penting yang pasti tidak di pandang sebelah mata sehingga mengkacaukan istilah “profesionalisme” dalam diri seseorang yang mengemban suatu profesi. Karena saya yakin, hanya sedikit orang-orang yang mengaku profesional dalam bekerja mampu mengenyampingkan faktor tersebut.
            Tetapi dari pernyataan di atas, tidak selamanya orang-orang yang berprofesi dan mengaku profesional hanya condong kepada seberapa besar uang yang dia dapat ketika menjalankan profesinya. Dari berbagai sumber yang saya pernah ketahui, profesi seorang guru kini sudah tidak di pandang sebelah mata lagi. Istilah “umar bakrie” sosok guru zaman dahulu yang selalu di pandang rendah karena penghasilan yang dia dapatkan dari profesinya tersebut, kini sudah dapat di tampik oleh guru-guru di masa sekarang. Jangan terlalu jauh membandingkan penghasilan guru di Indonesia dengan guru di luar negeri yang tentunya jauh lebih fantastis. Analisis dan review terlebih dahulu saja perbandingan guru di masa lalu dan di masa kini, paling tidak pemerintah sudah memikirkan nasib guru yang bertugas mulia mencerdaskan anak negeri dengan memberikan gaji yang layak dengan berbagai tunjangan-tunjangan yang di harapkan dapat mensejahterakan hidup seorang guru. Jika hak seorang guru telah diperbaiki dan dijunjung tinggi di masa kini. Yang harus di garis bawahi adalah apakah kewajiban seorang guru sudah tersalurkan dengan baik kepada anak negeri? Apakah sifat profesionalisme telah tertanam dengan rapih di hati seorang guru dan bertekad sungguh-sungguh untuk mencerdaskan anak negeri dengan tidak selalu memandang berapa penghasilan yang akan berada di tangannya?. Padahal saya yakin banyak karakter-karakter seorang guru profesionalisme yang sebenarnya ada di negara ini. mereka yang dengan berbesar hati tidak membandingkan penghasilannya dengan guru negeri di kota-kota besar, mereka yang dengan sabar dan ikhlas  berjuang mencerdaskan anak didiknya di ujung negeri indonesia. tetapi justru merekalah yang belum dapat hidup sejahtera. 

              Jadi di balik kata profesionalisme, ada kertas bernilai rupiah yang ikut andil dan memainkan peran, sangat di sayangkan jika seorang guru berlaku profesionalisme hanya lebih memberatkan faktor tersebut, bukan murni dari hati ingin memiliki sifat profesionalisme dalam profesinya. Memang tidak dapat di pungkiri guru pun memiliki kehidupan dan kebutuhan yang tentunya di ukur dari penghasilannya sebagai guru, tetapi alangkah baiknya jika guru di Indonesia  terutama di kota-kota  besar memiliki karakter jiwa profesionalisme yang sesungguhnya.

Pengaruh Aliran Konvergensi Terhadap Perkembangan Potensi Anak



 Pada realita kehidupan di masa kini, sudah tidak dapat dipungkiri jika pendidikan dan  hal-hal yang berkenaan dengan pendidikan sudah menjadi objek yang sangat vital di berbagai negara, khususnya di negara Indonesia tercinta ini. mengingat karena pendidikan telah menjadi salah satu faktor yang menjadi sorotan utama ideologi pada suatu bangsa tertentu, akhirnya karena di dasari oleh hal tersebut, banyak bermunculan aliran-aliran atau suatu pandangan terhadap pendidikan dan sasaran dari pendidikan itu sendiri, yang tidak lain adalah peserta didik.
Salah satu dari aliran tersebut adalah aliran konvergensi yang dicetuskan oleh William Stern yang mendasarkan konsepsinya pada keterpaduan dua aliran yang berlawanan, yaitu aliran empirisme dan aliran nativisme dengan cara mengawinkan dua aliran tersebut. atau dengan kata lain menggabungkan antara paham yang memberatkan faktor hereditas dan faktor lingkungan pada perkembangan seseorang dalam lingkup tertentu. konvergensi adalah interaksi antar faktor hereditas dan faktor lingkungan dalam proses pemunculan tingkah laku. Jika suatu konsepsi pendidikan hanya di dasarkan pada salah satu pandangan atau hanya memberatkan salah satu faktor lingkungan atau faktor hereditasnya saja, tentunya hal tersebut akan menjadi suatu permasalahan dalam pendidikan. Karena sudah hukum alam, jika seseorang atau peserta didik telah di gariskan memiliki hereditas dan pembawaan dalam dirinya dan memiliki hak untuk mengembangkannya dalam lingkup pendidikan maupun lingkungan. Oleh karena itu aliran konvergensi ini telah menjadi wadah yang tepat bagi perkembangan anak mengingat adanya keseimbangan antara dua faktor yang sesungguhnya sama-sama penting.
Jadi aliran konvergensi ini memiliki pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan potensi anak, karena faktor hereditas atau pembawaan yang memang telah digariskan ada  pada diri seseorang akan mengalami perkembangan yang dinamis, contoh kecilnya saja adalah ketika seorang anak memiliki suatu bakat tertentu tetapi belum terlalu terasah, melalui pendidikan ataupun lingkunganlah bakat seorang anak tersebut dapat di gali lebih dalam lagi, sehingga selain ia mempelajari materi dalam pendidikan, ia juga dapat mengembangkan bakat yang ia miliki secara lebih luas lagi.

Pendidikan di Masa Lalu dan Masa Kini



            Seorang tokoh ilmu filsafat Pernah berkata, sebaik-baiknya suatu bangsa adalah bangsa yang masyaraktnya mengenal pendidikan dan berpendidikan. Jika membahas mengenai pendidikan, tentunya ini akan menjadi hal yang akan sulit untuk menemui titik temu dan akan selalu mengekor di setiap pembahasan. Karena pendidikan adalah satu kata yang vital serta menjadi faktor yang mencerminkan harkat dan  martabat suatu bangsa, khususnya pada masyarakat, dan di setiap individunya.
            Di Indonesia sendiri pendidikan seolah-olah dianggap menjadi suatu hal yang selalu berputar. Baik di masa lalu maupun di masa kini. Pendidikan di masa lalu mungkin masih terdoktrin dengan perbedaan-perbedaan yang pada masa kini sudah mulai terkikis. Contohnya pada zaman penjajahan atau kolonial masih diberlakukannya diskriminasi pada perempuan yang tidak boleh mengenyam pendidikan terlalu tinggi, yang tentunya melanggar HAM dari kaum tersebut. pendidikan di masa lalu juga masih belum sepenuhnya dianggap penting, karena kebanyakan orang tua berideologi jika pendidikan hanyalah suatu kegiatan yang membuang-buang waktu terutama uang, dan bukan sebagai suatu jalan dan wadah untuk mencerdaskan anak-anaknya. Seiring begulirnya waktu, pendidikan di era orde lama, orde baru, dan hingga masa reformasi mengalami peningkatan. Dan memiliki pengaruh pada pandangan di tiap-tiap individu, masyarakat luas mulai menyadari jika pendidikan adalah suatu hal yang memang penting, doktrin jika pendidikan hanya membuang-buang uang mulai memudar dan berkurang pada ideologi para orang tua, pendidikanpun mulai dapat dinikmati oleh semua kalangan tanpa pengecualian.
            Pada masa lalu metode pembelajaran dalam pendidikan mungkin masih terbilang sederhana jika dibandingkan dengan metode pembelajaran di masa kini yang lebih canggih baik dari segi sarana maupun prasaranya, seperti diadakannya bantuan alat-alat dan media untuk mempermudah proses pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan efektifitas peserta didik dalam memahami materi. Tetapi perlu di garis bawahi lagi, walaupun terdapat perbedaan di masa lalu dan di masa kini mengenai pendidikan yang cenderung mengalami peningkatan, sesungguhnya pendidikan di masa lalu dan di masa kini pun memiliki persamaan, yaitu dalam ruang lingkup bagaimana dapat memperoleh pendidikan tersebut, mengingat jika pendidikan di Indonesia selalu berkaitan dengan faktor yang menjadi pergunjingan di kalangan mayoritas masyarakat Indonesia, yaitu masyarakat menengah ke bawah. Sudah bukan menjadi hal yang tidak lumrah lagi jika pendidikan akan berkaitan dengan uang. Tentunya hal itu akan menjadi faktor utama permasalahan di masa kini dalam pendidikan, karena walaupun sudah tidak ada batasan atau diskriminasi dalam memperoleh pendidikan, tetapi realitasnya adalah hanya orang-orang menengah ke ataslah yang dapat mengenyam pendidikan dengan leluasa. Dan hal tersebut tidak berlaku bagi masyarakat menengah ke bawah.

Jumat, 19 Juni 2015

Langkah Kaki Pemburu Uang Receh


        Apa istimewanya uang receh, bernominal kecil dan hanya membuat berat isi dompet. Belum lagi jika berserakan dan menggelinding tak mau berhenti. Duh, lebih baik singkirkan saja. Tapi hari itu saat aku berdiri dibawah terik, sebuah koin bergambar burung garuda menggelinding syahdu dengan suaranya yang khas, dan memarkirkan diri tepat didepan kakiku. Aku tertunduk, kemudian menyapu pandangan kesekitar orang-orang yang berbaris memeganggi gagang motornya. Milik siapa ini? dengan cepat aku injak koin garuda itu. Tidak ada yang memasang gerak-gerik kehilangan, ya.. aku selalu benar, uang receh memang tidak terlalu dicari dan dipermasalahkan.
          Aku tetap berdiri dan menunggu, bahkan mulai celingukan memutar leher, entah menunggu apa, aku hanya ingin mencari raut wajah yang merasa kehilangan, kebingungan, atau apa sajalah yang berkaitan dengan itu. Tapi nihil, aku lelah berdiri. Kuputuskan untuk memberikan koin itu pada pak Bonar, cepat sekali beliau datang. Seperti biasa dia sudah duduk bersedekap sembari menjulurkan wadah kaleng kosong pada barisan yang telah mendapatkan giliran.
          Aku cemplungkan koin garuda itu hingga menimbulkan suara “Pluk” yang membuat pak Bonar kaget. Rupanya, koin garuda itu menjadi koin pertamanya untuk hari ini.
          “Heh bocah, sedang apa kau ini? bersedekah?” Pak Bonar bersungut-sungut, memamerkan deretan giginya yang kuning tak pernah digerilya oleh pasta gigi. ia tidak rela jika koin pertamanya berasal dari tanganku. Aku hanya bisa terkekeh melihat wajahnya yang tentu saja tidak pernah pula terguyur air hingga menjadi semakin kusut.
          “Walah pak Bonar, jangan kau marahi bocah ingusan ini, tadi aku nemu, tetapi entah milik siapa” aku menjawab sembari menggaruk rambutku yang gatal.
          “Lalu kenapa tidak kau kantongi saja? Sudah merasa kaya atau bagaimana kau ini hah? Aku seperti lebih rendah darimu saat tanganku berada dibawah tanganmu seperti tadi”
          “Bukan seperti itu pak Bonar, aku merasa itu bukan punyaku, wong aku Cuma nemu kok, takut ngga berkah. Yawis nggo pak Bonar bae” aku melambaikan tangan dan berlalu ke pengisian sebelah tanpa menanti jawaban pak Bonar, bagiku Tuhan telah mengatur rezeki hari ini. dan koin garuda tadi bukan rezekiku.
          Aku mulai menghampiri barisan orang-orang yang memegangi gagang motor lagi, berdiri menunggu giliran. Kali ini ada beberapa mobil yang ikut mengantri dibarisan yang berbeda. Seperti biasa, pagi selalu diwarnai dengan kesibukan kota. Aku juga ingin sibuk seperti mereka. Baiklah, aku mulai mengalungkan benda itu keleherku, dan menabuhkan dua kayu yang diujungnya telah kuikat dengan kain, menabuh-nabuh pada dua paralon yang kedua ujungnyapun kurekatkan karet yang lebar. Ini bukan alat musik, tapi tak apalah kujadikan sebagai pengiring sibuknya pagi ini. aku siap berburu uang receh.
          Lihatlah, adik kecilku itu sedang menanti kedatanganku, duduk memangku kaki dibalai-balai reot. Tapi ada yang aneh, adikku itu makan sembari menangis. Ada apa gerangan? Sontak aku menghampirinya. “Ada apa? Kenapa menangis?” aku mengusap cucuran air mata  yang menetes, adikku tak menjawab. Tetap makan dari piring seng berkarat dan ya, tetap sembari menangis. “Aku tidak mau makan dengan nasi basi kak, tapi perutku sangat lapar. Awalnya tadi aku tidak ingin memakan nasi ini, tapi setelah merasa lapar yang tak terkira aku makan juga nasi ini kak” ucap adikku sembari tersedu-sedu.
          Oh begitu rupanya, aku terenyuh. Lidahku kelu, bingung hendak berbuat apa. Melarangnya melanjutkan makan nasi basi itu atau membiarkannya. Hatiku berontak, tapi lisanku tak dapat mewakilkan dengan kata-kata. Kuputuskan untuk masuk kedalam rumah, mencari sosok ibu. “Berapa banyak nak?” ibu berucap tanpa menoleh kearahku. “Tidak banyak bu, hanya beberapa” ucapku sekenanya.
          “Yasudah, malam ini kita makan nasi basi lagi. Kau sudah lihat adikmu itu kan? Dia meraung-raung sejak pagi, lantas ibu harus bagaimana? Berdiripun tak dapat, ayahmu tak kunjung balik sejak petang kemarin. Entah mencari uang dimana lelaki itu” Ibu menahan nafas dikata terakhirnya, aku hanya bisa menatap sosoknya yang mungkin telah lelah berbaring. Menghabiskan hari berpagut dengan kasur lapuk. Dan aku tahu ibu pasti sedang menahan laparnya lagi. entah untuk yang keberapa kalinya, aku tidak bisa merangkai kata-kata untuk mencurahkan segala rasa sesak yang ingin menyembul keluar dari dadaku. Mungkin juga sudah busuk karena tak mampu kutumpahkan.
           Aku berlalu pergi meninggalkan ibu, dan adik kecilku yang masih menangis di depan rumah. Senja ini, kuputuskan untuk kembali ke tempat berburu koin lagi. Berharap dapat memperbaiki “Kualitas nasi” yang ibu dan adik makan untuk malam ini.
        Matahari mulai tergelincir, semua bergegas pulang, terkecuali aku yang justru bergegas melawan arus. Pak Bonar sudah meringkuk dipojok selokan. Ah Tuhan.. jadikan aku anak yang pandai bersyukur. Paling tidak masih ada atap yang sudi dijadikan tempat untukku dan keluargaku bernaung. Tapi tak ada yang membedakan, kamilah penyandang status itu, dibalik ratusan profesi dan nama julukan didunia ini. kami hanya layak mendapatkan status “Orang-orang miskin”. Yang berharap banyak dari uang receh yang bagi sebagian besar orang diabaikan, tapi bagiku atau bahkan bagi kami orang-orang miskin, satu uang receh bernilai satu langkah pengharapan untuk kami agar tetap memiliki impian untuk hidup. Biarkan kami mengais-ngais bak sampah, gelandangan? Biarkan kami dijuluki demikian, tak perlulah bagi kami mengemis dan berteriak akan keadilan. Yang entah darimana datangnya, dan yang tak tahu harus berasal dari uluran tangan siapa. Biarkan uang receh menjadi pengharapanku. Impianku hanya satu, membuat kualitas makanan untuk ibu dan adikku, menjadi lebih baik. tanpa ada campuran ketidakjujuran dan menunggu berkah serta rezeki dari Tuhan.

         

Selasa, 16 Juni 2015

Penyesuaian Diri Remaja

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
     Makna akhir dari hasil pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal yang telah dipelajari dapat membantunya dalam menesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan hidupnya dan pada tuntutan masyarakat. Berdasarkan pengalaman-pengalaman yang didapat di sekolah dan di luar sekolah ia memiliki sejumlah pengetahuan, kecakapan, minat-minat, dan sikap-sikap. Dengan pengalaman-pengalaman itu ia secara bekesinambungan dibentuk menjadi seorang pribadi seperti apa yang dia miliki sekarang dan menjadi seorang pribadi tertentu di masa mendatang.
     Seseorang tidak dilahirkan dalam keadaan telah mampu menyesuaikan diri atau tidak mampu menyesuaikan diri kondisi fisik, mental dan emosional dipengaruhi dan diarahkan oleh faktor-faktor lingkungan dimana kemungkinan akan berkembang proses penyesuaian yang baik atau yang salah. Sejak lahir sampai meninggal seorang individu merupakan organise yang aktif. Ia aktif dengan tujuan dan aktifitas yang berkesinambungan. Ia berusaha untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan jasmaninya dan juga semua dorongan yang memberi peluang kepadanya untuk berfungsi sebagai anggota kelompoknya.  Penyesuaian diri adalah suatu proses. Dan salah satu ciri pokok dari kepribadian yang sehat mentalnya adalah memiliki kemampuan untuk mengadakan penyesuaian diri secara harmonis, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya. Untuk lebih jelasnya marilah kita tinjau secara lebih rinci pengertian dan proses penyesuaian diri remaja dan faktor-faktor yang memengaruhi proses penyesuaian diri.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                      

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uaraian pada latar belakang masalah tersebut,  masalah-masalah pada  makalah ini dirumuskan sebagai berikut:
a. Apakah pengertian penyesuaian diri?
b. Apakah proses penyesuaian diri?
c. Apa saja karakteristik penyesuaian diri?
d. Apa saja penentu psikologis terhadap penyesuaian diri?
e. Mengapa lingkungan sebagai penentu penyesuaian diri?
f.  Apa Saja permasalahan-permasalahan penyesuaian diri remaja?
g. Bagaiamana implikasi proses penyesuaian remaja terhadap penyelenggaraaan pendidikan?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
a. Untuk mengetahui pengertian dari penyesuaian diri
b. Untuk mengetahaui proses penyesuaian diri
c. Untuk mengetahui karakteristik penyesuaian diri
d. Untuk mengetahui penentu psikologis terhadap penyesuaian diri
e. Untuk mengetahui mengapa lingkungan sebagai penentu penyesuaian diri
f. Untuk mengetahui permasalahan-permasalahan penyesuaian diri remaja
g. Untuk mengetahui implikasi proses penyesuaian remaja terhadap penyelenggaraan pendidikan.

                                                                            BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Penyesuaian Diri
          a. Penyesuaian berarti adaptasi; dapat mempertahankan eksistensinya, atau bisa “survive” dan memperoleh kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah, dan dapat mengadakan relasai yang memuaskan dengan tuntutan sosial.
          b. Penyesuaian dapat juga diartikan sebagai konformitas, yang berarti menyesuaikan sesuatu dengan standra atau prinsip.
          c. Penyesuaian dapat diartikan sebagai penguasaan, yaitu memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan mengorganisasi respon-respon sedemikian rupa, sehingga bisa mengatasi segala macam konflik, kesulitan, dan frustrasi0frustrasi secara efisien. Individu memiliki kemampuan menghadapi realitas hidup dengan cara yang adekuat atau memenuhi syarat.
          d. Penyesuaian dapat diartikan penguasaan dan kematangan emosional. Kematangan emosional maksudnya ialah secara positif memiliki respon emosional yang tepat pada setiap situasi.

2.2 Proses Penyesuaian Diri
          Penyesuaian diri adalah proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan. Seperti kita ketahui bahwa penyesuaian yang sempurna tidak pernah tercapai penyesuaian yang sempurna terjadi jika manusia atau individu selalu dalam keadaan seimbang antara dirinya dengan lingkungannya dimana tidak ada lagi kebutuhan yang tidak terpenuhi, dan dimana semua fungsi organisme atau individu berjalan normal. Sekali lagi,  bahwa penyesuaian yang sempurna seperti itu tidak pernah tercapai. Karena itu penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses sepanjang hayat (lifelong process), dan manusia terus-menerus berupaya menemukan dan mengatasi tekanan dan tantangan hidup guna mencapai pribadi yang sehat.
          Respon penyesuaian, baik atau buruk, secara sederhana dapat dipandang sebagai suatu upaya individu untuk mereduksi atau menjauhi ketegangan dan untuk memelihara kondisi-kondisi keseimbagan yang lebih wajar. Penyesuaian adalah sebagai suattu proses ke arah hubungan yang harmonis antara tuntutan internal dan tuntutan eksternal. Dalam proses penyesuaian diri dapat saja muncul konflik, tekanan, dan frustrasi, dan individu didorong untuk meneliti berbagai kemungkinan perilaku untuk membebaskan diri dari ketegangan.
          Apakah seseroang berhadapan dengan penyesuaian sehari-hari yang sederhana, atau suatu penyesuaian yang rumit, terdapat suatu pola dasar yang terdiir dari elemen-elemen tertentu. Contoh: seorang anak yang membutuhkan rasa kasih sayang dair ibnya yang terlalu sibuk dengan tugas-tugas lain. Anak akan frustrasi dan berusaha sendiri menemukan pemecahan untuk mereduksi ketegangan yang belum terpenuhi. Dia mungkin mencari kasih sayang dimana-mana, atau mengisap jarinya, atau bahkan tidak berupaya sama sekali, atau makan secara berlebihan, sebagai rspon pengganti bila kebutuhan-kebutuhan tidak terpenuhi secara wajar. Dalam beberapa hal, respon lain yang akan memuaskan motivasi dan mereduksi ketegangan.
          Berdasarkan diagram diatas, tampak bahwa elemen-elemen umum dan esensial dalam semua situasi frustrasi ialah motivasi, frustrasi atau terhalangnya keinginan dan motif-motif, respon yang bervariasi, dan pemecahan utnuk mereduksi masalah, frustrasi atau ketegangan dengan beberapa bentuk respon.
          Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa motivasi mengambil variasi bentuk, dan setiap bentuk dapat diarahkan kepada rintangan atau frustasi yang disebabkan oleh beberapa aspek realitas misalanya: pembatasan orang tua, hambatan fisik, aturan sosial, dan semacamnya. Rintangan-rintangan ini menyebabkan individu meneliti cara-cara responnya yang berbeda-beda. Individu dikatakan berhasil dalam melakukan penyesuaian diri apabila ia dapat memenuhi kebutuhannya dengan cara-cara yang wajar atau apabaila dapat diterima oleh lingkungan tanpa merugikan atau mengganggu lingkungannya.

2.3 Karakteristik Penyesuaian Diri
          a. Penyesuaian Diri Secara Positif
          Mereka yang tergolong mampu melakukan penyesuaian diri secara positif ditandai hal-hal sebagai berikut:
1. Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional.
2. Tidak menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme psikologis.
3. Tidak menunjukkan adanya frustrasi pribadi.
4. Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri.
5. Mampu dalam belajar.
6. Menghargai pengalaman.
7. Bersikap realistik dan objektif.
          Dalam melakukan penyesuaian diri secara positif, individu akan melakukannya dalam berbagai bentuk antara lain:
1. Penyesuaian dengan menghadapi masalah secara langsung
          Dalam situasi ini individu secara langsung menghadapi masalahnya dengan segala akibat-akibatnya. Ia melakukan segala tindakan sesuai dengan masalah yang dihadapinya. Misalnya seorang siswa yang terlambat dalam menyerahkan tugas karena sakit, maka ia menghadapinya secara langsung, ia mengemukakan segala masalahnya kepada gurunya.
2. Penyesuaian dengan melakukan eksplorasi (penjelajahan)
          Dalam situasi ini individu mencari berbagai bahan pengalaman untuk dapat menghadapi dan memecahkan masalahnya. Misalnya, seorang siswa yang merasa kurang mampu dalam mengerjakan tugas, ia akan mencari bahan dalam upaya menyelesaikan tugas tersebut, dengan membaca buku, konsultasi, diskusi, dan sebagainya.
3. Penyesuaian dengan trial and error atau coba-coba
          Dalam cara ini individu melakukan suatu tindakan coba-coba dalam arti kalau menguntungkan dteruskan dan kalau gagal tidak diteruskan taraf pemikiran kurang begitu berperan dibandingkan dengan cara eksplorasi.
4. Penyesuaian dengan substitusi (mencari pengganti)
          Jika individu merasa gagal dalam menghadapi masalah, maka ia daat memperoleh penyesuaian dengan jalan mencari pengganti. Misalnya gagal nonton film di gedung bioskop, dia pindah nonton TV.
5. Penyesuaian diri dengan menggali kemampuan diri
          Dalam hal ini individu mencoba menggali kemampuan-kemampuan khusus dalam dirinya, dan kemudian dikembangakan sehingga dapat membantu penyesuaian diri. misalnya seroang siswa yang mempunyai kesulitan dalam keuangan, berusaha mengembangkan kemampuannya dalam menulis (mengarang). Dari uasaha mengarang ia dapat membatu mengatasi kesulitan dalam keuangan.
6. Penyesuaian dengan belajar.
          Dengan belajar, individu akan banyak memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang dapat membantu menyesuaiakan diri. misalnya, seorang guru akan lebih dapat menyesuaiakan diri dengan banyak belajar tentang berbagai pengetahuan keguruan.
7. Penyesuaian, dengan inhibisi dan pengendalian diri
          Pengendalian diri,akan lebih berhasil jika disertai dengan kemampuan memilih tindakan yang tepat  dan pengendalian diri secara tepat pula. Dalam situasi ini individu berusaha memilih tindakan mana yang harus dilakukan, dan tindakan mana yang tidak perlu dilakukan. Cara inilah yang disebut inhibisi. Disamping itu, individu harus mampu mengendalikan dirinya dalam melakukan tindakannya.
8. Penyesuaian dengan perencanaan yang cermat
          Dalam situasi ini tindakan yang dilakukan merupakan keputusan yang diambil berdasarkan perencanaan yang cermat, keputusan diambil setelah dipertimbangkan dari berbagai segi, antara lain segi untung dan ruginya.

b. Penyesuaian Diri yang Salah
          Ada tiga bentuk reaksi dalam penyesuaian yang salah yaitu sebagai berikut:
1. Reaksi bertahan (Defence Reaction)
          Individu berusaha untuk mempertahankan dirinya, seolah-olah tidak menghadapi kegagalan. Ia selalu berusaha untuk menunjukkan bahwa dirinya tidak mengalami kegagalan. Bentuk khusus reaksi ini antara lain:
- Rasionalisasi, yaitu bertahan dengan mencari-cari alasan (dalam) untuk membenarkan tiindakannya.
- Represi, yaitu berusaha untuk menekan pengalamannya yang dirasakan kurang enak ke alam tidak sadar. Ia berusaha melupakan pengalamannya yang kurang menyenangkan. Misalnya seorang pemuda berusaha melupakan kegagalan cintanya dengan seorang gadis.
- Proyeksi, yaitu melemparkan sebab kegagalan dirinya kepada pibhak lain ntuk mencari alasan yang dapat diterima. Misalnya seorang siswa yang tidak lulus mengatakan bahwa gurunya memebenci dirinya.
- “Sour grapes” (anggur kecut), yaitu dengan memutarbalikkan kenyataan. Misalnya sroang siswa yang gagal mengetik, mengatakan bahwa mesin tiknya rusak, padahal dia sendiri tidak bisa mengetik.
2. Reaksi Menyerang (Aggreesive Reaction)
          Orang yang mempunyai penyesuaian diri yang salah menunjukkan tingkah laku yang bersifat menyerang untuk menutupi kegagalannya, ia tidak mau menyadari kegagalannya. Reaksi-reaksinya tampak dalam tingkah laku:
- Selalu membenarkan diri sendiri,
- Mau berkuasa dalam setiap situasi,
- Mau memiliki segalanya,
- Bersikap senang mengganggu orang lain,
- Menggertak baik dengan ucapan maupun perbuatan,
- Menunjukkan sikap permusuhan secara terbuka,
- Menunjukkan sikap menyerang dan merusak,
- Keras kepala dalam perbuatannya,
- Bersikap balas dendam,
- Memperkosa hak orang lain,
- Tindakan yang serampangan, dan
- Marah secara sadis
3. Reaksi Melarikan Diri (Escape Reaction)
          Dalam raksi ini oang yang mempunyai penyesuaian diri yang salah akan melarikan diri dari situasi yang menimbulkan kegagalannya, reaksinya tampak dalamm tingkah laku sebagai berikut: berfantasi yaitu memuaskan keinginan yang tidak tercapai dalam bentuk angan-angan (seolah-olah sudah tercapai), banyak tidur, minum-minuman keras, bunuh diri, menjadi pecandu ganja, narkotika, dan ragrasi yaitu kembali kepada tingkah laku yang semodel degnan tingkat perkembangan yang lebih awal (misal orang dewasa yang bersikap dan berwatak seperti anak kecil), dan lain-lain.
4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Proses Penyesuaian Diri
          Penentu-penentu itu dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Kondisi-kondisi fisik, termasuk didalamnya keturunan, konstitusi fisik, susunan saraf, kelenjar, dan sistem otot, kesehatan, penyakit, dan sebagainya.
b. Perkembangan dan kematangan, khususnya kematangan intelektual, sosial, moral, dan emosional.
c. Penentu psikologis, termasuk didalamnya pengalaman, belajarnya, pengkondisian, penentuan diri (self-determanation), frustrasi, dan konflik.
d. Kondisi lingkungan, khususnya keluarga dan sekolah.
e. Penentu kurtural, termasuk agama.

Kondisi Jasmaniah
          Kondisi jasmaniah seperti pembawaan dan struktur atau konstitusi fisik dari temperamen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembangannya secara instrinsik berkaitan erat dengan susunan atau konstitusi tubuh Shekdon mengemukakan bajwa terdapat korelasi yang tinggi antara tipe-tipe bentuk tubuh dan tipe-tipe temperamen (Moh. Surya, 1997). Misalnya orang yang tergolong ektomorff yaitu yang ototnya lemah, tubuhnya rapuh, ditandai dengan sifat-sifat menahan diri, segan dalam aktivitas sosial, pemalu, dan sebagainya.
          Karena sruktur jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkah laku maka dapat diperkirakan bahwa sistem saraf, kelenjar, dan otot merupakan faktor yang penting bagi proses penyesuaian diri. beberapa penelitian menunjukkan bahwa gangguan-gangguan dalam sistem saraf, kelenjar, dan otot dapat menimbulkan gejala-gejala gangguan mental, tingkah laku, dan kepribadian. Dengan dmeikian, kondisi sistem-sistem tubuh yang baik merupakan syarat bagi tercapainya proses penyesuaian diri yang baik.

Perkembangan, Kematangan, dan Penyesuaian Diri
          Dalam proses perkembangan, respon anak berkembang dari respon yang besifat instinktif menjadi respon yang diperoleh melalui belajar dan pengalaman. Dengan bertambahnya usia perubahan dan pekembangan respon, tiidak hanya melalui proses belajar saja melainkan anak juga menjadi matang untuk melakukan respon dan ini menentukan pola-pola penyesuaian dirinya
          Sesuai dengan hukum perkembangan, tingkat kematangan yang dicapai berbeda antara individu yang satu dengan lainnya, sehingga pencapaian pola-pola penyesuaian diri pun berbeda pula secara individual. Dengan kata lain, pola penyesuaian diri akan bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan dan kematangan yang dicapainya. Di samping itu, hubungan antara penyesuaian dengan perkembangan dapat bebrda menurut jenis aspek perkembangan yang dicapai.

2.4 Penentu Psikologis terhadap Penyesuaian Diri
          a. Pengalaman.
          Tidak semua pengalam mempunyai arti bagi penyesuaian diri. pengalaman-pengalaman tertentu yang mempunyai arti dalam penyesuaian diri adalah pengalaman yang menyenangkan dan pengalaman traumatik (menyusahkan). Pengalaman yang menyenangkan misalnya memperoleh hadiah dalam suatu kegiatan, cenderung akan menimbulkan proses penyesuaian diri yang baik, dan sebaliknya pengalaman traumatika akan menimbulkan penyesuaian yang kurang baik atau mungkin salah.
          b. Belajar
          Proses belajar merupakan suatu dasar yang fundamental dalam prose penyesuaian diri, karena melalui belajar ini akan berkembanga pola-pola respon yang akan membentuk kepribadian, sebagian besar respon-respon dan ciri-ciri kepribadian lebih banayk yang diperoleh dari proses belajar daripada yang diperoleh secara diwariskan. Dalam proses penyesuaian diri belajar merupakan suatu proses modifikasi tingkah laku sejak fase-fase awal dan berlangsung terus sepanjang hayat dan diperkuat dengan kemtangan.
          c. Determinasi diri
          Dalam proses penyesuaian diri, disamping ditentukan oleh faktor-faktor tersebut diatas, orangnya itu sendiri menentukan dirinya, terdapat faktor kekuatan yang mendorong untuk mencapai sesuatu yang baik atau buruk, untuk mencapai taraf penyesuaian yang tinggi, dan atau merusak diir. Faktor-faktor itulah yang disebut determinasi diri.
          d. Konflik dan penyesuaian
          Tanpa memeprhatika tipe-tipe konflik, mekanisme konlki secara esensial sama yaitu pertentatangan antara motif-motif. Efek konflik ada perilaku akan tergantung sebagian pada sifat konflik itu sendiri. Ada beberapa pandangan bahwa semua konflik bersifat mengganggu atau merugikan. Namun dalam kenyataan ada juga seseroang yang mempunyai banyak konflik tanpa hasil-hasil yang merusak atau merugikan. Sebenarnya, beberapa konflik dapat  bermanfaat memotivasi seseorang untu meningkatkan kegiatan.

2.5 Lingkungan Sebagai Penentu Penyesuaian Diri
          Berbagai lingkungan anak seprit keluarga dan pola hubungan didalamnya, sekolah, masyarakat, kultur, dan agama berpengaruh terhadap penyesuaian diri anak.
a. Pengaruh rumah dan keluarga
          dari sekian banyak faktor yang mengondisikan penyesuaian diri, faktor rumah dan keluarga merupakan faktor yang sangan penting, karena keluarga merupakan satuan kelompok sosial terkecil. Interaksi sosial yang pertama diperoleh individu adalah dalam keluarga. Kemampuan interaksi sosial ini kemudian akan dikembangkan di masyarakat.
b. Hubungan orang tua dan anak
          Pola hubungan antara orang tua dengan anak akan mempuyai pengaruh terhadap proses penyesuaian diri anak-anak. Beberapa pola hubungan yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri antara lain:
1. Menerima (acceptance)
Yaitu situasi hubungan dimana orang tua menerima anaknya dengan baik, sikap penerimaan ini dapat menimbulkan suasana hangat dan rasa aman bagi anak.
2. Menghukum dan disiplin yang berlebihan
          Dalam pola ini, hubungan orang tua dengan anak bersifat keras. Disiplin yang ditanamkan orang tua terlalu kaku dan berlebihan sehingga dapat menimbulkan suasana psikologis yang kurang menguntungkan anak.
3. Memanjakan dan melindungi anak secara berlebihan.
4. penolakan, yaitu pola hubungan dimana orangtua menolak kehadiran anaknya. Beberapa penelitian menunjukkan hambatan dalam penyesuaian diri.
c. Hubungan saudara
          suasana hubungan saudara yang penuh persahabatan, kooperatif, saling menghormati, penuh kasih sayang, mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk tercapainya penyesuaian yang lebih baik. sebaliknya suasana permusuhan, perselisihan, iri hati, kebencian, dan sebagainya dapat menimbulkan kesulitan dan kegagalan penyesuaian diri.
d. Masyarakat
          Keadaan lingkungan masyarakat dimana individu berada merupakan kondisi yang menentukan proses dan pola-pola penyesuaian dari. Kondisi studi menunjukkan bahwa banyak gejala tingkah laku salah suai bersumber dari keadaan masyarakat. Pergaulan yang salah di kalanga remaja dapat mempengaruhi pola-pola penyesuaian dirinya.
e. Sekolah
          Sekolah mempunyai peranan sebagi media untuk mempengaruhi kehidupan intelektual, sosial, dan moral para siswa. Suasana di sekolah baik sosial maupun psikologis menentukan proses dan pola penyesuaian diri. di samping itu, hasil pendidikan yang diterima anak di sekolah akan merupakan bekal bagi proses penyesuaian diri di masyarakat.

A. Kultural dan Agama sebagai Penentu Penyesuaian Diri
            Proses penyesuaian diri anak mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat secara bertahap dipengaruhi oleh faktor-faktor kultur dan agama. Lingkungan kultural dimana individu berada dan berinteraksi akan menentukan pola-pola penyesuaian dirinya. Contohnya tata cara kehidupan di sekolah, di masjid, gereja, dan semacamnya, akan memengaruhi bagaimana anak menempatkan diri dan bergaul dengan masyarakat sekitarnya.
            Agama memberikan suasana psikologis tertentu dalam mengurangi konflik, frustasi dan ketegengan lainnya. agama juga memberikan suasana damai dan tenang bagi anak. Agama merupakan sumber nilai, kepercayaan dan pola-pola tingkah laku yang akan memberikan tuntunan bagi arti, tujuan, dann kestabilan hidup umat manusia. Kehidpan yang efektif menuntut adanya tuntunan hidup yang mutlak sembahyang dan berdo’a merupakan medium dalam agama untuk menuju ke arah kehidupan yang berarti. Agama memegang peranan penting sebagai penentu dalam proses penyesuaian diri.

2.6 Permasalahan-Permasalahan Penyesuaian Diri Remaja
            Di antara persoalan terpentingnya yang dihadapi remaja dalam kehidpan sehari-hari dan yang menghambat penyesuaian diri yang sehat adalah hubungan remaja dengan orang dewasa terutama orang tua.
            Tingkat penyesuaian diri dan peretumbuhan remaja sangat tergantung pada sikap orang tua dan suasana psikologi dan sosial dalam keluarga. Contoh: sikap  orang tua yang menolak. Penolakan orang tua terhadap anaknya dapat ddibagi menjadi dua macam. Pertama, penolakan mungkin merupakan penolakan tetap sejak awal, dimana orang tua merasa tidak sayang kepada anaknya, karena berbagai sebab, mereka tidak menghendaki kelahirannya. Menurut Boldwyn yang dikutip oleh Zakiah Darajat (1983): “Bapak yang menolak anaknya berusaha menundukkan anaknya dengan kaidah-kaidah kekerasan, karena itu ia mengambil ukuran kekerasan, kekejaman tanpa alasan nyata.” Jenis kedua, dari penolakan adalah dalam bentuk berpura-pura tidak tahu keinginan anak. Contoh: orang tua memberi tugas kepada anaknya berbarengan dengan rencana anaknya untuk pergi nonton bersama dengan sejawatnya.
            Hasil dari kedua macam penolakan tersebut ialah remaja tidak dapat menyesuaikan diri, cenderung untuk menghabiskan waktunya di luar rumah. Terutama gadis-gadis mungkin akan terjadi perkawinan yang tidak masuk akal dengan pemikiran bahwa rumah di luar rumah tangganya sendiri akan lebih baik daripada rumahnya sendiri. Di samping itu, sikap orang tua yang memberikan perlindungan yang berlebihan akibatnya juga tidak baik. remaja yang mendapatkan pemeliharaan yang berlebihan, menyebabkan ia juga mengharapkan bantuan dan perhatian dair orang lain dan ia berusaha menarik perhatian mereka, serta menyangka bahwa perhatian seperti itu adalah haknya.
            Sikap orang tua yang otoriter, yaitu yang memaksakan kekuasaan dan otoritas kepada remaja uga akan menghambat proses penyesuaian diri remaja. Biasanya remaja berusaha untuk menentang kekuasaaan orang tua dan pada gilirannya ia akan cenderung otoriter terhadap teman-temannya di sekolah maupun di masyarakat. Perbedaan perlakuan antara anak laki-laki dan anak perempuan akan memengaruhi hubungan antar mereka, sehingga memungkinkan timbulnya rasa iri hati dalam jiwa anak perempuan terhadap saudaranya yang laki-laki. Keadaan ini akan menghambat proses penyesuaian diri anak perempuan. Permasalahan-permasalahan penyesuaian akan muncul bagi remaja yang sring pindah tempat tinggal remaja yang kelularganya sring pindah, ia terpaksa pindah dari sekolah ke sekolah yag lain dan ia mengalami banyak kesukaran akademis, bahkan mungkin ia akan sangat tertinggal dalam pelajaran, karena guru berbeda-beda dalam cara mengajarnya, demikian pula mungkin buku-buku pokok yang dipakainya tidak sama.

2.7 Implikasi Proses Penyesuaian Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
            Lingkungan sekolah mempunyai pengaruh yang besarr terhadap perkembangan jiwa remaja. Sekolah selain mengemban fungsi pengajaran juga fungsi pendidikan (transformasi norma). Dalam kaitannya dengan pendidikan ini, peranan sekolah pada hakikatnya tidak jauh dari peranan keluarga, yaitu sebagai rujukan dan tempat perlindungan jika anak didik mengalami masalah. Oleh karena itulah di setiap sekolah lanjutan ditunjuk wali kelas yaiut guur-guru yang akan membantu anak didik jika ia (mereka) menghadapi kesulitan dalam pelajarannya dan guru-guru bimbingan dan penyuluhan utnuk membantu anka didik yang mempunyai masalah pribadi, dan masalah penyesuaian diri baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap tuntutan sekolah.
            Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperlancar proses penyesuaian diri remaja khususnya di sekolah adalah:
1. Menciptakan situasi sekolah yang dapat menimbulkan rasa “betah” (at home) bagi anak didik, baik secara sosial, fisik maupun akademis.
2. Menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan bagi anak.
3. Usaha memahami anak didik secara menyeluruh, baik prestasi belajar, sosial, maupun seluruh aspek pribadinya.
4. Menggunakan metode dan alat mengajar yang menimbulkan gairah belajar.
5. Menggunakan prosedur evaluasi yang dapat memperbesar motivasi belajar.
6. Ruangan kelas yang memenuhi syarat-syarat kesehatan.
7. Peraturan atau tata tertib yang jelas dan dipahami murid-murid.
8. Teladan dari para guur dalam segala segi pendidikan.
9. Kerja sama dan saling pengertian dari para guru dalam melaksanakan kegiatan pendidikan di sekolah.
10. Pelaksanaan program bimbingan dan peyuluhan yang sebaik-baiknya.
11. Situasi kepemimpinan yang penuh saling pengertian dan tanggung jawab baik pada murid maupun pada guru.
12. Hubungan yang baik dan penuh pengertian antara sekolah dengan orang tua siswa dan masyarakat.
            Karena di sekolah guru merupakan figur pendidik yang penting dan besar pengaruhnya terhadpa penyesuaian siswa-siswanya, maka dituntut sifat-sifat guru yang efektif, yakni sebagai berikut (Ryans dalam Garrison, 1956).
1. Memberi kesempatan (alert), tampak antusias dan berminat dalam aktivitas siswa dan kelas.
2. Ramah (cheerful) dan optimis.
3. Mampu mengontrol diri, tidak mudah kacau (terganggu), dan teratur tindakannya.
4. Senang kelakar, mempunyai rasa humor.
5. Mengetahui dan mengakui kesalahan-kesahalannya sendiri.
6. Jujur dan objektif dalam memperlakukan siswa.
7. Menunjukkan pengertian dan rasa simpati dalam bekerja dengan siswa-siswinya.
            Penyesuaian diri adalah suatu proses. Dan salah satu ciri pokok dari kepribadian yang sehat mentalnya ialah memiliki kemampuan untuk mengadakan penyesuaian diri secara harmonis, baik terhadadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya.
             Proses penyesuaian diri dipengaruhi oleh beberapa faktor (penentu), yaitu antara lain: kondisi fisik, tingkatan perkembangan dan kematangan, faktor psikologis, lingkungan, dan kebudayaan.
            Terdapat dua karakterisitik penyesuaian diri, yaitu: (a) penyesuaian diri secara positif, yaitu tidak ada ketegangan secara emosional, tidak terjadi frustrasi, menggunakan pertimbangan rasional, realistik, dan objektif, dan (b) penyesuaian diri yang salah, yaitu antara lain berupa: reaksi bertahan, menyerang, dan melarikan diri.
           Faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan penyesuaian diri antara lain: kondisi jasmaniah, perkembangan dan kematangan, kondisi lingkungan, kebudayaan dan agama.
            Tingkat penyesuaian diri dan pertumbuhan atau perkembangan remaja sangat tergantung pada sikap orang tua, dan kondisi lingkungan keluarga. Orang tua yang otoriter akan menghambat perkembangan penyesuaian diri remaja.
            Permasalahan-permasalahan penyesuaian diri dihadapi remaja dapat berasal dari suasana psikologis keluarga seperti keretakan keluarga. Selain itu permasalahan-permasalahan penyesuaian akan muncul bagi remaja yang sering pindah tempat tinggal. Remaja yang keluarganya sering pindah, ia terpaksa pindah dair sekolah ke sekolah yang lain dan ia kan sangat tertinggal dalam pelajaran, karena guru berbeda-beda dalam cara mengajarnya, demikian pula mungkin buku-buku pokok yang dipakainya tidak sama, dan kesulitan dalam mencari teman baru.
            Persoalan-persoalan umum seringkali dihadapi remaja antara lain dalam memilih sekolah, jika kita mengharapkan remaja mempunyai penyesuaian diri yang baik, seyogianya kita tidak mendikte mereka agar memilih jenis sekolah tertentu sesuai keinginan kita. Orangtua atau pendidik hendaknya mengarahkan pilihan sekolah sesuai dengan kemampuna, bakat, dan sifat pribadinya.
            Lingkungan sekolah mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan jiwa remaja. Sekolah lain mengemban fungsi pengajran juga fungsi pendidikan (transformasi norma). Guru-guru akan membantu anak didik jika ia (mereka) menghadapi kesulitan dalam pelajarannya. Guru-guru bimbingan dan penyuluhan akan membantu anak didik yang mempunyai masalah pribadi, masalah penyesuaian diri baik terhadap dirinya maupun terhadap tuntutan sekolah.
            Guru hendaknya dapat bersikap yang lebih efektif, seperti adil, jujur, menyenangkan, penuh perhatian, antusias, mampu mengontrol diri, humor, dan sebagainya sehingga siswanya akan merasa senang dan aman bersamanya.

                                                                           BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Penyesuaian diri adalah proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan. Seperti kita ketahui bahwa penyesuaian yang sempurna tidak pernah tercapai penyesuaian yang sempurna terjadi jika manusia atau individu selalu dalam keadaan seimbang antara dirinya dengan lingkungannya dimana tidak ada lagi kebutuhan yang tidak terpenuhi, dan dimana semua fungsi organisme atau individu berjalan normal. Sekali lagi,  bahwa penyesuaian yang sempurna seperti itu tidak pernah tercapai. Karena itu penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses sepanjang hayat (lifelong process), dan manusia terus-menerus berupaya menemukan dan mengatasi tekanan dan tantangan hidup guna mencapai pribadi yang sehat

3.2 Saran
Apa yang dijelaskan penyusun dalam makalah hanya sedikit tentang penjelasan tentang penyesuaian pribadi dan sosial remaja. Oleh karena itu, bagi para pembaca yang sudah membaca makalah ini diharapkan membaca sumber lain yang berhubungan dengan materi tersebut untuk memperoleh materi dan wawasan yang lebih luas.


 DAFTAR PUSTAKA

Subandi, 2012. Diktat Perkuliahan Perkembangan Peserta Didik. Indramayu: Universitas Wira