Kamis, 02 Juli 2015

Sejarah Desa di Kecamatan Tukdana Kabupaten Indramayu, Jawa Barat

SEJARAH KECAMATAN TUKDANA


 
 1.1 Latar Belakang Kecamatan Tukdana
            Tukdana adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Indramayu yang merupakan pemekaran dari Kecamatan Bangodua, Provinsi Jawa Barat, Indonesia.
A. Perbatasan
B. Data Umum
            Jumlah penduduk : 55.108 jiwa (Laki-laki: 27.329, Perempuan: 27.671)
            Jumlah Desa: 13
            Jumlah RT: 159
            Jumlah RW: 56
            Jumlah KK: 21.208
C. Penggunaan Lahan
            Permukiman: 972.055 ha
            Sawah Irigasi: 617.024 ha
            Sawah Tadah hujan: 219.049 ha
            Ladang: 407,88 ha
D. Agama
  • Sarana Ibadah
Masjid: 20
Musholah: 179
  • Pemeluk Agama
Islam: 47.268
Protestan: 6
Katolik: 2
E. Kesehatan
  • Sarana Kesehatan
Jumlah Puskesmas: 3
Jumlah Puskesmas Pembantu: 2
Jumlah Polindes: 8
Jumlah Posyandu: 75
  • Petugas Medis
Dokter: 6
Perawat: 2
Bidan: 25
Non Perawat: 18
F. Desa dan Kelurahan
            Kecamatan Tukdana memiliki 13 Desa, berikut adalah daftar nama desa, luas wilayah dan nama kepala desa masing-masing.
N0.
NAMA DESA
LUAS WILAYAH ( km² )
NAMA KEPALA DESA
1
-
Narwan
2
-
Saba
3
-
Tarka
4
-
Tokid
5
-
Acim
6
-
Sobari
7
-
Sutono
8
-
Zaenal Abidin
9
-
Karsita
10
-
Roitno
11
-
cabik
12
-
Sujono
13
-
Zaelani


2.1 SEJARAH DESA SUKADANA
           
Konon kabarnya di suatu blok kampung terdapat sebuah hamparan hutan yang cukup  lebat dan jarang dijamah oleh manusia, sekalipun disana-sini sudahh berdiri kampung disekitarnya, sehingga kampung tersebut terkesan seperti hutan lindung layaknya yang berada ditengah-tengah perkampungan dan menurut kabar dari beberapa sumber menerangkan bahwa hutan dimaksud masih angker. Sehingga tahapan perkembangan kampung dimaksud sangat lamban karena tidak asal manusia bisa memasuki tanpa berbekal ilmu yang tinggi pada saat itu, sesuai dengan petumbuhan pneduduk pada kampung disekitarnya maka lahan pertanian mulai diperebutkan oleh warga yang menguninya kemudian melihat kondisi kampung yang sudah digarap oleh penghuninya sehingga tidak jarang sering terjadi kesalahpahaman akibat kekurangan lahan pertanian. Oleh karena itu para sesepuh dari kampung yang berada disekitar hutan dimaksud mulai membuka kawasan hutan lindung sangat angker yang berada di antara pemukiman dan dinamakan blok DERMAGA MALANG.
            Sumber lain menerangkan, bahwa di Desa Sukadana berasal dari “SUKA” artinya senang “DANA” artinya materi. Desa Sukadana berarti senang materi sesuai dengan ciri khas kehidupan masyarakat yang ada rajin menggali potensi yang mendapatkan sumber rejeki sesuai dengan bidang dan keahliannya masing-masing. Sebelum menjadi desa tempat yang kita huni sekarang merupakan hamparan yang ditumbuhi oleh pepohonan yang cukup lebat dan hanya terdapat satu jalur jalan setapak yang membujur kearah Timur dan Barat., sehingga penduduk yang menghuni temapt dimaksud menamakan blok Dermaga Malang yang dihuni hanya beberapa orang saja dengan mata pencaharian memanfaatkan lahan dengan menanam beberapa jenis tanaman disela-sela pepohonan besar layaknya seperti hutan lindung yang berada ditengah desa dan cocok untuk lahan mengembala ternak.
Pada suatu hari para para penghuni yang ada pada saat itu sedang giat-giatnya membuka lahan untuk bercocok tanam dengan peralatan sederhana, tiba-tiba para petani dihebohkan oleh hilangnya binatang peliahraan. “SULTAN NURAWAN” yang lepas dari tempat peliharaannya. Saking sayangnya kepada binatang peliharaannnya, yaitu seekor menjangan tanpa tanduk atau  disebut menjangan Dugul, konon Sultan Nurawan terus mencarinya dari tempat tinggalnya sendiri yaitu diwilayah Sumber Cirebon hingga sampai ke pedukuhan yang masih kelihatan hutan dan hanya terdapat satu jalur jalan setapak yang disebut blik Dermaga Malang. Ketika Sultan Nurawan sedang mencari tahu tentang kepergian binatang peliharaannya yang hilang itu kemudian memberitahukan kepada penghuni kampng tersebut tentang tujuan kedatangan Sultan dan sempat beristirahat cukup lama sambil melacak dan mengintai keberadaan menjangan  Dugul peliharaannya. Selama Sultan Nurawan berada di pedukuhan “Dermaga Malang” dalam rangka mencari binatang peliharaan kesayangannya, Sultan telah banyak bergaul dengan para penghuni pedukuhan dimaksud dan Sultan merasa betah, karena ada kesamaan dengan tempat kediaman Sultan, sebelum sultan meninggalkan tempat, beliau berpesan kepada para penghuni yang pernah ditemuinya, bahwa tempat ini katanya ada kesamaan dengan tempat kediaman sultan pada saati itu adalah kondisi para petaninya ulet bercocok tanam disamping tanaman padi juga palawija sebagai selingan dan waktu tanamnya diatur sedemikian rupa sehigga bisa menghasilkan uang setiap hari-harinya. Selanjutnya Sultan Nurawan meninggalkan pedukuhan Dermaga Malang melanjutkan perjalanannya mencari menjangan dugul (menjangan tanpa tanduk) pada saat Sultan sedang menginti dan melacak arah perjalanan menjangan peliharaannya itu, tiba-tiba terdengar suara gemuruh tetapi tidak dapat melihat seorangpun dan ternyata binatang kesayangannya itu telah terbunuh dan telah dicincang-cincang tanpa mengetahui pelakunya. Akhrinya Sultan Nurawan terpaksa menyerah apa yang telah dilihatnya. Ternyata binatang peliharaannya itu tidak setangguh seperti yang dibayangkan. Selanjutnya Sultan Nurawan berpesan kepada penghuni yang pernah ditemuinya, bahwa tempat dimana menjangan dugul itu terbunuh, pada suatu saat nanti areal itu akan dinamakan “Karanggetas” karena menjangan peliharaannya itu diperkirakan masih mampu dan kebal terhadap tajamnya pisau, namun kenyataannya tidak demikian.
Selanjutnya dimana tempat bekas pencincangan menjangan dugul itu tidak terlihat seorangpun hanya terdengar suara gemuruh seperti terdengar suara orang-orang sedang ada pesta. Sehingga Sulta Nurawan mempunyai pendapat bahwa temapt tersebut kelak akan dinamakan “GEMURUH” setelah melihat tragedi yang mengherankan itu, selanjutnya Sultan Nurawan pamitan untuk kembali ke kediamannya di wilayah Sumber Cirebon dan situasi negara pada saat itu masih dalam negara jajahan Belanda. Sehingga para penghuni pedukuhan dimaksud memilih hidupnya ditengah hutan agar tidak bentrok dengan pemahaman kolonial Belanda. Dan pada tahun 1887 penghuni pedukuhan sepakat untuk memilih pemimpin dalam hal ini disebut Kuwu, pada saat itu yang terpilih adalah Bapak. H. Tawiyah Idris, mengemban tugas yang dipercayakan kepadanya untuk melindungi warganya berkeinginan untuk mensejahterakan berdasarkan kesepakatan para sesepuh yang ada pada saat itu bahwa blok Dermaga Malang namanya diubah menjadi Desa Sukadana, dengan alasan ingin mengubah derajat warga, maka berdasarkan urun rembug dengan para seseuh warga dimaksud yang dipimpin oleh bapak kuwu, bahwa dusun tersebut dinamakan Desa Sukadana, hal ini diputuskan mengambil sejarah dari seekor menjangan Dugul yang awalnya dipelihara oleh Sultan dari Desa Sukadan, Sumber Cirebon atau sekitar “Talun Cirebon Girang” dan berakhir ajalnya didaerah dusun dermaga Malang tepatnya diblok Gemuruh, menjadi tumbal untuk kejayaan Desa Sukadana dimasa mendatang.

2.2 SEJARAH DESA BODAS

            Dahulu kala pemukiman desa belum mempunyai nama, masih berupa hutan belantara, nama Bodas berasal dari panggilan Buyut Bodas yang bernama Nyai Mas Madu Sari, konon Nyai Mas Madu Sari adalah putri dalem kerabat keraton kesultanan Mataram yang turut berjuang mengusir penjajahan Belanda di Batavia, karena kegagalan mengusir kaum penjajah maka beliau besrta kerabatnya yaitu Raden Mas Adiwiranata juga disebut Raden Mas Adiningrat dan Raden Dalem Lueseeng beserta para prajurinya tidak mau kembali ke keraton Mataram. Bahkan berusaha membangun kekuatan tentaranya di sebuah hutan perbatasan antara Kabupaten Indramayu dan Majalengaka, sambil menunggu komando dari pihak kesultanan Mataram, beliau mendirikan sebuah pedukuhan yang bernama Bodas, berasal dari bahasa Sunda yang artinya “Putih” kejadian ini berasal ketika Nyi Mas Mayangsari sebabis membakar hutan belantara, beliau mandi di kali Cimanuk, yang apda saat itu sungai dijadikan alat transportasi utama dari hulu ke hilir, ketika beliau sedang mandi ada pedagang dari daerah sunda dengan menggunakan rakit melihat kecantikan Nyi Mas Madusari, beliau begitu cantik dan putih kulitnya, dengan spontan orang sunda tersebut berucap “Aya Jelma Bodas” maksudnya ada orang putih (cantik mulus). Akhrinya jadi bahan perbincangan tentang kecantikan Nyi Mas Madusari tersebut, yang selanjutnya disebut buyut Bodas dan pemukimannya disebut Bodas.
            Pada sekitar abad 16, seorang pangeran dari kerajaan Mataram yang bernama Sunan Kuning mempunyai dua orang anak laki-laki dan satu orang anak perempuan, anak pertama beranama Raden Dalem Leuseeng, anak keuda perempuan bernama Nyi Mas Madu Sari, anak ketiga laki-laki bernama Raden Mas Adiningrat atau Adi Wiradinata. Pada abad itu Sunan Kuning dari Mataram membawa pasukan perangnya diperintahkan oleh ayahnya (Sunan Agung Mataram) untuk menyerang Belanda di Batavia, dengan membawa bala tentaranya dan ketiga anaknya untuk membantu menyerang Batavia, dan anaknya bernama Raden Mas Adiningrat yang menjadi senoati perangnya, dengan membawa peralatan perang seadanya berangkatlah pangeran kunging ke Batavia.
            Berhari-hari melawati hutan dan pedesaan sampailah ketempat tujuan, Sunan Kuning bersama bala tentaranya menyerang Batavia sehingga terjadilah banjir darah, karena perlengakpan perang yang kalah canggih sehingga pasukan Sunan Kuning dan pasukannya terpukul mundudr dan kembali ke Mataram. Ditengah perjalanan pulang ketiga anaknya dan sebagian pasukannya tersesat dihutan, ketiga orang tersebut terpencar. Raden Mas Dalem Luseheng tersesat dan tinggal di wilayah Majalengka (Desa Luwiseheng Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka), yang dua lagi tersesat di wilayah Indramayu yaitu Nyi Mas Madusari dan Raden Mas Adiningrat, dan tidak berniat kembali lagi ke Mataram, bahkan berusaha menyusun kekuatan kembali bila sewaktu-waktu bertempur kembali dengan Belanda.
            Sekitar tahn 1691, Nyi Mas Madusari dan Raden Mas Adiningrat, dengan anak buahnya membuka lahan untuk pemukiman dan lahan pertanian untuk penghidupannya, yang pada saat itu masih berupa hutan belantara. Sehubungan Nyi Mas Madusari seorang wanita sehingga menebang hutan itu menggunakan api dibantu oleh adiknya yang bernama Raden Mas Adiningrat. Karena membuka lahan menggunakan api atau membakar hutan maka hasilnya selalu dibatasi oleh suangai, dan kelak dijadikan batas desa yang selalu berbatasan dengan sungai, yaitu sungai Cimanuk dan sungai Cibuya.
            Pada saat itu sarana transportasi dari daerah sunda ke Indramayu masih menggunakan sungai, yaitu Sungai Cimanuk. Bahwa sungai Cimanuk waktu itu merupakan sarana transportasi utama yang digunakan para pedagang dan urusan lainnya dengan menggunakan rakit bambu. Ketika Nyi Mas Madusari sedang mandi di sungai, ada orang sunda lewat menggunakan rakit bambu melihat Nyi Mas Madusari, sehubungan Nyi Mas Madusari badannya berkulit putih maka orarng itu menunjuk beliau sambi berkata “Aya jelema bodas” maksudnya kalau dengan bahasa Indonesianya ada orang berkulit putih. Mengingat Nyi Mas Madusari sangat cantik dan kulitnya putih bersih, maka setelah kejadian itu menjadi buah bibir para pengguna sarana transportasi sunga yang kebanyakan dari daerah pasundan, bahwa  daerah itu ada orang Bodas (aya jelma Bodas)
            Sejak ada sebutan kepada Nyi Mas Madusari yang berkulit putih (Bodas), maka hutan yang telah dibakar dan dijadikan pemukiman diberi nama Pedukuhan Bodas yaitu sekitar tahun 1694. Pada akhirnya Nyi Mas Madusari yang disebut juga Mas Mayangsari menetap di pedukuhan tersebut, Nyi Mas Madusari dalam penghidupannya ditemani satoh (hewan) kebo Dugul bule hasil pemberian dari keluarganya di Mataram, yang jinak dan selalu meneamni dimanapun berada.
            Demikian pula sang adik menetap di pedukuhan tersebut sampai berketurunan salah satu anaknya bernama Raden Nuralim atau Raden Nur Ngalim, yang dalam kelanjutannya pernah bertempur melawan Belanda, dengan gagah berani.
            Sekarang kuburan Nyi Mas Madusari masih ada disamping masjid Jami Babusalam desa Bodas dengan sebutan Buyut Putih dan Kuburan Raden Mas Adiningrat masih ada di pekuburan umum dengan sebutan buyut mas. Sejak sekitar Tahun 1694 wilayah itu ditempati Nyi Mas Madusari dan adikya Raden Mas Adiningrat, penduduknya semakin berkembang atau semakin banyak, kemudian dalam kurun waktu beberapa waktu, sehingga ditunjukanlah seseorang yang dianggap cakap untuk memimpin Wilayah Bodas yang bernama Ki Wirandanu sekitar tahun1731. Karena sudah ada pemimpinnya, maka wilayah Bodas itu dijadikan sebuah Desa dengan nama Desa Bodas.
            Dalam perkembangannya, penduduk Desa Bodas banyak yang pindah untuk mencari nafkah hidupnya diberbagai daerah, berdasarkan data dan informasi sejak sekitar tahun 1967 jumlah penduduk sekitar 600 kepala keluarga dan kira-kira sekitar 1.700-.1800 jiwa, dan sampai saat ini jumlah kepala keluarga tidak jauh dari jumlah penduduk saat itu, bahkan Warga trans. Asala desa Bodas dibeberapa daerah justrujumlahnya lebih banyak dari desa induknya, Desa Bodas, tercatat dibeberapa daerah seperti desa Bugis-Mangun Jaya, Kecamatan Anjatan ada Dusun Bodas, didaerah Banten seperti kecamatan Panimbang, khususnya di Desa KlapaCagak, Bojen dan sekitarnya banyak dihuni warga asalah Bodas, demikian pula di kabupaten Cianjur didaerah Ciranjang, Cidau banyak warga asal Desa Bodas, dan sampai saat inipun banyak warga Bodas yang berpencar disegala penjuru Indonesia dari mulai tentara, PNS, pengusaha, dan petani yang hidup di beberapa daerah.



2.3 SEJARAH DESA MEKARSARI

            Konon kabarnya bahwa asal desa Mekarsari berasal dari pemekaran desa Tukdana. Pemekaran ini dilakukan pada masa jabatan Bapak kuwu Sahid Tukdana menjadi tiga bagian, yaitu: Tukdana sebagaian desa induk dan Mekarsari sebagai desa pemekaran yang baru. Kebetulan pemekaran ini berlangsung pada akhir jabatan Kuwu Sudono di desa Tukdana. Kemudian Kuwu Mekarsari dijabat oleh PJS SAHID.
            Seiring dengan berkembangnya perekonomian, maka penambahan pendudukpun mulai berdatangan dari desa-desa sekitar, perantau-perantau juga mulai berdatangan dari berbagai wilayah seperti Cirebon, dari desa Gala Gamba Wulung, Kedokan, dan Pipisan.
            Nama Mekarsari berasal dari salah satu blok, yaitu blok Tanjakan kemudian disempurnakan menjadi Mekarsari. setelah pemisahan diri dari desa Tukdana dan Kuwu pertama Bapa Sahid, berikut ini nama-nama kuwu Mekarsari dan peristiwa penting yang terjadi diantaranya sebagai berikut:
            1. Kuwu Sahid, dalam masa jabatannya kuwu Sahid dapat membangun masjid dan balai desa
            2. Kuwu Warya, dalam masa jabatannya dapat membuat irigasi rancananggung 2.
        3. Kuwu Warma, dalam masa jabatannya kuwu Warma membangun irigasi sepanjang jalan tanjakan dan pengaspalan di jalan-jalan lingkungan desa.
      4. Kuwu Karsita, dalam masa jabatannya membangun jembatan penarikan, pengaspalan-pengaspalan jalan desa Mekarsari.

2.4. SEJARAH DESA KARANGKERTA

            Konon kabarnya bahwa asal-usul desa Karangkerta berasal dari pemekaran desa Kerticala, pemekaran ini dilakukan pada masa jabatan Bapak Kuwu Tasika. Kerticala dibagi menjadi dua, yaitu: Kerticala sebagian desa induk dan karangkerta sebagai desa pemekaran yang baru. Kebetulan pemekaran ini berlangsung pada akhir jabatan Kuwu Tasika di desa Kerticala. Kemudian kuwu Tasika mencalonkan diri di desa Karangkerta dan terpilih.
      Seiring dengan berkembangnya perekonomian, maka penambahan pendudukpun mulai berdatangan dari desa sekitar, perantau-perantau mulai berdatangan dari Cirebon, dari desa gala gamba wulung, kedokan, dan pipisan. Nama Karangkerta berasal dari salah satu blok karang anyar, kemudian disempurnakan menjadi Karangkerta. Setelah pemisahan diri dari desa Kerticala, dan kuwu pertama Bapak Tasika, berikut nama-nama kuwu Karangkerta dan peristiswa penting yang terjadi, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Kuwu Tasika, dalam masa jabatannya kuwu Tasika dapat membangun masjid.
2. Kuwu Kandeg, dalam masa jabatannya dapat pesanggarahan.
3. Kuwu Cabik, dalam masa jabatan kuwu Cabik, gedung serba guna dibangun menjadi balai desa, yang akhirnya balai desa yang berada di blok Rancalintah di pindah ke blok karanganyar atau lebih terkenal dengan sebutan blok Dongol.
4. Kuwu Yono, dalam masa jabatan yang terakhir terjadi peristiwa yang tidak diinginkan, yaitu terjadi kerusuhan dalam Pilkades.

2.5 Sejarah Singkat Desa Kerticala
Ada seorang pengembara yang berasal dari Jawa Tengah yaitu Kota Semarang, dalam pengembaraannya ia singgah di Hutan Indramayu bagian selatan, dari cerita ini orang tersebut menetap di hutan tersebut hingga lama kelamaan orang tersebut membabat alas/hutan yang didiami, hari demi hari hasil perjuangannya semakin luas dan ia mempunyai banyak anggota yang menetap disana, akhirnya orang tersebut mendirikan sebuah Desa yang dinamakan Desa Kerticala yang berarti Kerti = Bintang dan Cala = Cahaya, diambil dari kesimpulan dari makna tersebut yaitu Bintang Bercahaya nama kepala / pemimpin Desa tersebut yaitu Bapak Buyut Siyem.
Singkat cerita kepala / pemimpin Desa tersebut meninggal pada tahun 1867, maka masyarakat penduduk setempat mengadakan musyawarah pengganti pemimpin Desa, dengan cara penunjukkan kepada masyarakat yang dianggap ditokohkan / yang berani dalam bidang hal apapun, maka ditunjuklah yaitu Bapak Karwat sebagai pemimpin / Kuwu Desa Kerticala, dalam masa kepemimpinannnya oleh bapak Kuwu Karwat Desa Kerticala semakin maju, singkat cerita Bapak Kuwu Karwat meninggal dunia pada tahun 1908, kemudian Masyarakat mencari penggantinya dengan cara masih ditunjuk, dari musyawarah penduduk tersebut telah ditunjuk yaitu Bapak Kasim sebagai pemimpin / Kuwu Desa Kerticala, dengan masa kepemimpinannya bapak Kuwu Kasim telah membawa Desa Kerticala, Kecamatan Bangodua, Kabupaten Indramayu lebih maju dari kuwu-kuwu sebelumnya, dengan singkat cerita Bapak Kuwu Kasim telah meninggal dunia pada tahun 1930, seperti biasa cara penunjukkan sebagai pengganti Kuwu Kasim, telah ditunjuk yaitu Bapak Dasmar sebagai pemimpin / Kuwu Desa Kerticala, selama kepemimpinan Kuwu Dasmar, penduduk desa semakin banyak dan mata pencaharian penduduknya sebagai petani.
Singkat cerita Bapak Kuwu Dasmar meninggal dunia pada tahun 1947, dengan meninggalnya Bapak Kuwu Dasmar Pemerintah Kabupaten Indramayu sudah membuat aturan tata cara pemilihan Kepala Desa, maka pada saat itu masyarakat telah merencanakan pemilihan Kuwu dengan cara pemilihan, maka terpilihlah Bapak Kadma sebagai Kuwu Desa Kerticala, Kecamatan Bangodua, Kabupaten Indramayu, bapak Kuwu Kadma telah memimpin Desa Kerticala dari mulai tahun 1948 sampai dengan tahun 1968, tidak sampai meninggal dunia, maka pada tahun 1969 desa mengalami transisi, dengan berhentinya Kuwu Kadma, maka Pemerintah Kabupaten Indramayu/Bupati memerintahkan kepada KODIM untuk menunjuk anggotanya sebagai Pejabat Kuwu di Desa Kerticala, Kecamatan Bangodua, maka ditunjuklah anggota Koramil Bangodua yang bekerja sebagai Babinsa di Desa Kerticala yaitu Bapak Sertu Ika sebagai Pejabat Kuwu Desa Kerticala.
Kepemerintahan Pejabat Kuwu Bapak Ika, sesuai dengan aturan pemerintah sehingga berakhir pada tahun 1974 kemudian pada berikutnya Pemerintah Desa Kerticala telah mengadakan Pemilihan Kepala Desa / Kuwu, dari hasil pemilihan, maka terpilihlah Bapak Tasika sebagai Kepala Desa Kerticala, dengan kepemerintahan Bapak Tasika Desa Kerticala sudah mengalami kemajuan dalam bidang-bidang terutama mengenai luas wilayah yang begitu besar dengan jumlah penduduk begitu banyak, maka Pemerintah desa Kerticala mengajukan pemekaran desa, dari hasil pengajuan tersebut banyak dikabul oleh Pemerintah Kabupaten pada saat itu Bapak Kuwu melepaskan jabatannya untuk mencalonkan Kepala Desa di Desa Pemekaran, beliau menjabat kepla desa dari tahun 1975 s/d tahun 1983 sehingga diadakan pemekaran desa, dengan luas wilayah pemekaran yaitu = 752,01 Ha dan jumlah penduduk sebanyak = 5.442 jiwa, darichasil pembagian aset Desa yaitu 55% dan 45%, pada saat pembagian aset desa dijabat oleh Pejabat Sementara yaitu Bapak Zainal Abidin menjabat dari tahun 1983 bulan oktober sampai dengan bulan desember tahun 1983.
Kemudian diadakan pemilihan Kepala Desa pada tahun 1984 yang terpilih yaitu Bapak R. Badili kepala Desa yang sudah pemekaran dengan Desa Karangkerta, dengan luas wilayah = 396.01 Ha dan jumlah penduduk sebanyak 2.993 jiwa, selama pemerintahan Kepala Desa Bapak R. Badili masyarakat sudah mengalami perubahan yang pesat, beliau memerintah Desa Kerticala dari tahun 1984 sampai dengan tahun 1992. Kemudian diadakan pemilihan kembali pada tahun 1993 yang terpilih yaitu Bapak Kadmarih beliau memimpin Desa Kerticala dari tahun 1993 sampai dengan tahun 2001, pada saat itu beliau melepaskan jabatannya menjadi Kepala Desa Kerticala, karena beliau akan mencalonkan kembali di desanya, pemerintahannya pada saat itu dijabat oleh Pejabat Sementara yaitu Bapak Dohir S., menjabat dari tahun 2001 bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober tahun 2001.
Kemudian pada saat pejabat Kepala Desa / Kuwu telah mengadakan pemilihan Kuwu / Kepala Desa yang terpilih adalah Bapak Kadmarih, beliau terpilih kembali menjadi Kepala Desa / Kuwu Desa Kerticala Kecamatan Tukdana, Kabupaten Indramayu hingga sekarang yaitu terhitung dari tahun 2001 sampai dengan Tahun 2011. Dan pembangunan- pembangunan sangat pesat sekali, selama masa kepemimpinan beliau desa Kerticala telah mendapat Tropi juara lomba Desa Tingkat Kabupaten dan sekarang mendapat program Desa Peradaban dari tingkat Propinsi Jawa Barat.
Bottom of Form

 2.6 Sejarah Desa Cangko
·         Legenda Desa (Sasakala)
Pada zaman dahulu sebagian besar masyarakat desa cangko mempunyai adat istiadat kepercayaan pada bulan-bulan tertentu mempercayai tidak diperkenankan punya hajat (pernikahan dan khitanan) terutama pada bulan kapit, kalau dilanggar maka tidak akan membawa berkah.
Pada menjelang musim tanam dan panen padi disetiap sudut pematang sawah diberi sesaji berupa kue tujuh rupa.
          Pada setiap bulan syura mengadakan syuraan, dengan membuat bubur syura yang terbuat dari beras dan dicampur dengan berbagai macam sayur-sayuran dan biasanya sore harinya diadakan tahlilan.
         Pada setiap menjelang musim tanam diadakan Sedekah Bumi dan Munjungan disertai pagelaran Wayang Kulit, adat tersebut diadakan di tingkat desa dalam jangka waktu setahun sekali.  Pada setiap menjelang musim panen diadakan tradisi adat Mapag Sri yang juga diperingati dengan mengadakan Pagelaran Wayang Kulit dan diadakan satu tahun sekali.
      Setiap ada orang meninggal sebelum dibawa kepemakaman Sanak saudara almarhum supaya Nyelusup ( Berjalan keliling tiga kali dibawah mayat yang sedang dipikul ) dipercayai agar tidak membayangi kehidupan mereka.

·         Terbentuknya Desa Cangko
            Catatan sejarah desa cangko jaman dahulu kira-kira pada akhir abad ke-18 adalah sebuah pedukuhan yang terletak di pinggiran sungai cimanuk, pedukuhan tersebut masih sepi belum banyak dihuni orang hanya penduduk asli di sana yang menetap secara turun-temurun. Karena letaknya yang jauh dari keramaian dan menjorog ke dalam maka orang luar segan datang untuk menetap disana.
            Sebenarnya pedukuhan itu cukup subur, Sungai Cimanuk yang mengalir sepanjang pedukuhan membawa berkah dan harapan bagi mereka, airnya tidak pernah kering meskipun pada musim pada musim kemarau, yang dapat mengaliri sawah dan ladang mereka sepanjang masa. Tanaman pangan seperti padi, jagung, sagu, tumbuh subur menghidupi mereka, juga tanaman lading seperti sayur-sayuran dan buah-buahan merupakan penghasilan tambahan sehingga kesejahteraan penduduk pedukuhan itu cukup baik.
            Pada masa itu sungai merupakan transportasi utama, transportasi darat belum bisa diakses disebabkan kondisi alam yang masih belantara dan keterbatasan sumber daya manusia. Alat transportasi yang bisa digunakan adalah rakit ( = getek ) yang terbuat dari bambu-bambu yang panjang yang diikat dengan tali akar pada bagian-bagian tertentu sehingga menyerupai perahu sederhana, lalu rakit itu diceburkan ke Sungai Cimanuk dan hanyut bersama aliran air sungai.
            Kelebihan hasil produksi pertanian yang dimiliki mereka jual atau ditukar dengan barang lain yang dibutuhkan, cara mereka membawa barang-barang itu dengan menggunakan rakit dengan kota yang dituju untuk menjual barang-barang tersebut adalah kota Jatibarang atau Dermayu yang letaknya disebelah utara. Begitupun bagi penduduk yang terletak disebelah selatan pedukuhan yang akan menjual hasil pertaniannya menggunakan cara dan jalur yang sama.
            Transportasi di Sungai Cimanuk menjadi ramai setiap hari lalu lalang rakit yang membawa barang dagangan semakin lama semakin padat. Daerah pedukuhan yang awalnya sepi menjadi ramah dan bergairah, geliat ekonomi mulai tumbuh dan berkembang, orang luar mulai tertarik datang dan menetap disana.
            Ki Rajisan tokoh yang dituakan merasa bangga melihat kemajuan daerahnya, semua penduduk patuh dan taat kepadanya. Segala yang diperintahkan senantiasa dituruti oleh pengikutnya Ki Rajisan tokoh yang arif dan bijaksana. Beliau membangun sebuah padepokan yang digunakan tempat berkumpulnya penduduk pedukuhan untuk bermusyawarah memecahkan masalah-masalah yang terjadi.
            Persis di tengah wilayah pedukuhan itu terdapat belokan Sungai Cimanuk yang cukup tajam, belokan ini sering menghambat rakit yang sedang melaju, sering kali bagian belakang rakit menabrak tepian sungai kemudian nyangkol di pinggiran sungai dan rakit berhenti melaju. Pada saat terjadi seperti itu pengendara rakit dan orang-orang yang melihat selalu berteriak “Nyangkol .. ! Nyangkol .. ! Nyangkol.. ! kata-kata itu sering diucapkan berkali-kali dengan intonasi yang cukup tinggi. Sehingga kemudian lama-kelamaan menjadi buah bibir penduduk pedukuhan, yang pada akhirnya dari kata Nyangkol berproses menjadi Cangkol dan kemudian menjadi kata Cangko. Dan di kemudian hari tempat tersebut dinamakan Desa Cangko.


2.7 Sejarah Desa Pagedangan
·         Terbentuknya Desa Pagedangan
Catatan Desa Pagedangan menerangkan yaitu dengan adanya kepemimpinan Kuwu Sanya pada tahun 1929-1933, kemudian diteruskan oleh Kuwu Damid pada tahun 1933-1937, setelah itu Desa Pagedangan digabung kembali dengan Desa Cangko, dan Desa Pagedangan dijadikan blok sampai tahun 1982.
            Meningat jumlah penduduk dan luas wilayah geografis sudah cukup memenuhi persyaratan ntuk dapat dimekarkan, maka Pada tahun 1982 terjadi pemekaran, pagedangan yang dulunya sebagai Blok, setelah dimekar terbentuklah nama desa Pagedangan dengan mengangkat Hudiyah sebagai Pjs. Kuwu Pagedangan. Wilayah Desa Pagedangan terangkum dalam wilayah Kecamatan Bangodua pada waktu itu, dengan batas wilayah meliputi sebelah utara desa Sukaperna, sebelah selatan desa Sukagumiwag, sebelah barat desa Cangko, sebelah timur desa Ters
2.8 Sejarah Desa Lajer
Desa lajer pemekaran Desa Tukdana Kecamatan Tukdana pada tanggal 10 Oktober 1984. Desa tukdana sekarang menjadi kecamatan tukdana. Pada saat prosesi pemekaran dari desa tukdana munculah pendapat dari berbagai pihak tentang nama desa hasil pemekaran itu yaitu Desa Lajer.
         Nama desa Lajer di ambil dari nama seorang tokoh Legendaris pejuang masyarakat pada zaman dahulu yang peduli pada nasib rakyat miskin ialah Bapak Larer yang sering disebut KI LAJER. Yang selanjutnya disetujui dan disepakati Nama Desa LAJER.
            Setelah diresmikannya Desa Lajer dengan surat keputusan Bupati tertanggal 10 Oktober 1984 maka pemerintahmenunjuk seorang pejabat sementara [Pjs] tahun 1984 s/d tahun 1986 sebagai Pjs Kepala Desa Lajer yaitu Bapak MUSTARA untuk memimpin dan mengelolah pemerintahan desa lajer sambil menunggu kepala desa definif hasil pilihan masyarakat melalui pemilihan kepala desa secara demokratis. Namun sebelum terpilih kuwu definif hasil pemilihan kepala desa, Bapak MUTARA mengundurkan diri karena sakit dan penggantinya yaitu Bapak CABRONI yang pada waktu itu menjabar sebagai anggota koramil Bangodua tahun 1986 – 1987. Karena Bapak CABRONI menjabat Pjs kuwu Lajer sudah memasuki masa pensiun / kurnawirawan, maka pejabat sementara di gantikan oleh Bapak WASUT pada tahun 1987 sampai pelaksanaan pemilihan kepala desa / kuwu yang baru pada bulan juli Tahun 1987.

Sejarah Pembangunan Desa LAJER
TAHUN
KEJADIAN YANG BAIK / KEBERHASILAN
KEGAGALAN
10-10-1984
Tahun berdirinya lajer dari hasil pemekaran desa Tukdana Kecamatan Tukdana.

1984-1986
Bapak Mutara selaku Pjs kuwu lajer yang pertama

1986-1987
Bapak Carbani selaku Pjs. Kuwu kedua membeli sebidang tanah berikut banguan rumah di blok sukamukti dan digunakan untuk kantor desa Lajer.

1987
Bapak Wasut selaku Pjs. Kuwu Lajer ketiga


Melaksanakan pemilihan kuwu lajer definitif Hasil pilihan rakyat Lajer diikuti oleh dua calon kuwu yaitu:
1.      Sdr. Taryono
2.      Sdr. Sunardi
Dimenangkan oleh Sdr. Sunardi

1987

Akibat ketidak puasan pendukung calon yang kalah maka pasar desa dirusak dan dipindahkan ke Desa Tukdana.
1987
Diawali karirnya Bpk. Sunardi mulai membangun Masjid jamie “ BAETUL MAKMUR “ Desa Lajer



Bapak Kuwu Sunardi meninggal dunia (wafat) karena sakit Asma dan jantung

Program listrik  masuk desa mulai diajukan

1989
Bapak Lebe Nurono di angkat menjadi Pjs kuwu desa Lajer melanjutkan masa jabaran bapak sunardi Alm.

1993
Merenovasi “jembatan Cibuaya” yang semula menggunakan geladak kayu diganti dengan beton cor hasil swadaya murni masyarakat blok sukabakti.

1993
Pemilihan Kepala Desa/ kuwu Desa Lajer, diikiuti oleh 4 calon kuwu yaitu:
1.      Sdr. Karsita
2.      Sdr. Abdul adjid
3.      Sdr. Jalil
4.      Sdr. Mukromin
(dimenangkan oleh Bapak Abdul jalil)

1998
Membangun dua buah jembatan penghubung antara blok/desa yaitu:
1.      Jembatan “Babadan”
( blok Babadan dengan blok Krupuk)
2.      Jembatan “warta”
(blok sukamukti dengan krupuk)

1999
Membangun jembatan “Ust. PARBO”
menghubungkan Blok Sukarame dengan Blok Sukabakti.

2001
Pemilihan kepala desa / kuwu Desa Lajer yang ke 3
Diikuti oleh 6 orang calon yaitu:
1.      Sdr. SARYAMAN
2.      Sdr. SUPARTO
3.      Sdr. SARIPUDIN “BLONDO”
4.      Sdr. DHARSONO
5.      Sdr. ABDUL SALAM
(Di menangkan oleh sdr. DARSONO)

2002
Merelokasi kantor kuwu/ balai desa desa Lajer Blok Sukamukti di pindahkan ke blok sukabakti yang dibangun permanen rangka baja s/d sekarang.

2005
Merenovasi / memperlebar jalan Balai Desa.

2006
Membangun madrasah Diniyah (Ust. Kalimi) dan TK AL-QURAN.

2006
Membangu saluran Drainase di Blok “BABADAN” yang dikenal becek dan kumuh.

2007
Mengaspal jalan Desa di blok sukabakti sepanjang 1,3 Km

2008
Pengaspalan jalan di Blok Sukarame sepanjang 0,62 Km dan tempat Drainase sepanjang 0.62 Km.

2009
Membangun TK/PAUD Bunga Mekar di halaman Balai Desa sebanyak dua lokal mck.

2010
Ø  Membangun jalan tembus antara Desa di blok sukabakti dengan kontruksi rabat beton sepanjang 1000 M2.
Ø   Membangun jalan setapak dengan kontruksi paving blok di lingkungan Balai Desa sepanjang 0,5 Km.
Ø  Rehabilitasi ringan pada jembatan Cibuaya di Blok Sukabakti.

2012
Ø  TPT Di blok Sukarame (KEDONDONG) Sepanjang 250 M.
Ø  TPT di Blok Sukamukti sepanjang 700 M


(PMPM)
2013
Ø  Paving Blok sepanjang 135 M.
Ø  TPT di blok sukabakti gang sarwad – saduri sepanjang 130 M.
Ø  TPT di Blok sukabakti (tambak impres) sepanjang 140 M.

2014
Ø  TPT Belakang Balai Desa sepanjang 120 M.
Ø  TPT di Blok sukamukti (Ust. Andi) sepanjang 90 M.
Ø  TPT Di blok sukarame (Imang) sepanajng 175 M.
Ø  Pengesahan jalan di Blok Sukabakti (Jl. Sukarma) sepanjang 700 M.
Ø  TPT DI Blok  Sukamukti (H.Karto – Gendolong) sepanjang 350 M.
Ø  Gorong-gorong di abalok SukaBakti 6 loksi.
Ø  Gorong-gorong diblok sukarame 3 lokasi.
Ø  TPT di blok sukarame sepanjang 300 M (Belakang SDN Lajer 1).
Ø  TPT di blok sukamukti ( H. CARSUM- Gg. H warta) sepanjang 350 M.
Ø  RUTILAHU 20 RUMAH
Ø  Pengesahan jalan di 4 gang (gang ujung, gang jaja, gang H.M. Idris, dan gang ajo) sepangang 350 M.






( PNPM)

2.9 Sejarah Desa Sukamulya
Dalam penyusunan sejarah desa pada dasarnya tidak ada dokumen resmi (dokumen tertulis) yang kami temukan, akan tetapi kami optimis data yang akan kami paparkan tentang desa sebagian besar mengandung kebenaran namun kelengkapannya perlu ditelusuru dan digali lebih mendalam sehingga kemudian hari tergambar jelas tentang sejarah Desa Sukamulya yang kita cintai ini.
Asal-usul penduduk Desa Sukamulya adalah dari berbagai desa yang ada di Daerah Cirebon, diantarany dari Desa Gombang, Desa Cangkring, Desa Wining, Desa Jemaras, Desa cawi, Desa Beringin, Desa Galagamba, Desa Ciledug, dan Desa lainnya. Karena merupakan penduduk Transmigrasi Lokal daerah Cirebon. Menurut cerita kesepuhan Desa Sukamulya ( Bapak Harun mantan Lebe sukamulya) pada tahun 1926 – tahun 1930, pemerinta yang saat itu masih di jajah Belanda membangun Sungai/kali Cipeleng yang sumber airnya dari bendungan Rentang (Sungai Cimanuk) pembangunan sungan cipeleng ini setelah sampainya di Desa Ranca Jawat dibagi Dua saluran Induk yaitu:
1.      Saluran induk Timur melalui Desa Ranca Jawat, Desa Cangko, Desa Sukaperna dan sekitarnya.
2.      Saluran induk Barat melalui Desa Rana Jawat, Desa Kerticala, Desa sukamulya dan sekiratnya.
Dan pada tahun 1930 waktu itu karesidenan Cirebon dipimpin oleh Residen Jenggot ( Nama aslinya tidak tahu, akan tetapi karena ayng bersangkutan jenggotnya panjang maka masyarakat menyebutnya Residen Jenggot), karesidenan Cirebon mengadakan program transmigrasi lokal khusus untuk penduduk daerah cirebon untuk tujuan membuka lahan hutan dan pengembangan wilayah dan orang-orang yang diberangkatkan adalah penduduk desa yang telah disebutkan diatas.
Pada awalnya yaitu tahun 1930 orang-orang yang ikut trnsmigrasi menempati dan atau ditempatkan di Blok pilangkidang (dulu sebelum diberi nama Blok Pilangkidang terlebih dahulu namanya Blok Banjarwangunan karena disitu ada situs Buyut Banjarwangunan/sekarang berganti nama Buyut Grendul), namun dulu belum diberi nama dan semuanya masih disebut Karang Anyar ( daerah yang baru diuka) Baru bertahan kurang lebih 1 (satu) tahun karena masih sepi dan masih hutan lebat serta masih jatah dari pemerintah waktu itu sudah habis maka sebagian penduduk banyak yanga kembali di desa asalnya.
      Kemudian pada tahun 1933 pemerintah melanjutkan program pembukaan wilayah dan dibagikan kepada penduduk yang masih ada yang mempunyai anak laki-laki, termasuk dibukanya wilayah Blok Sumur Melati, Blok Panggang welut dan Blok R I (Nama R I diambil dari pintu air Rc I).
      Setelah semuanya sudah menetap dan betah, para tokoh masyarakat bermusyawarah untuk memberi nama desa yang ditepati,dan berdasrkan pada latar belakang serta perilaku yaitu kerukunan orang-orangnya, suka gotong royong, saling tolong menolong dan bahu membahu, dan sudah mendapatkan kemulyaan dari Allah SWT dimana pertaniannya subur, dan sudah ulai menikmati hasil panen walaupun selalu diperas oleh penjajag Belanda akan tetapi masyarakat tetap tabah padahal banyak sekali pengorbananya baik harta maupun jiwa, atas dasar sikap masyarakat kesehariannya yang selalu mengutamakan sifat-sifat mulia( bahasa setempat mulya) dan Allah SWT telah memberikan kemuliaan terhadap penduduk setempat serta dibarengi dengan sikap yang sabar dan tabah dalam menghadapi tekanan penjajag Belanda kalah itu, maka dari hasil kesepakatan musyawarah diputuskan nama desa yang diduduki waktu itu diberi nama “DESA SUKAMULYA”.
      Selang beberapa bulan setelah menentukan nama desa, masyarakat Desa sukamulya musyawarahkan untuk menunjuk seorang pwmimpin ( kuwu). Hal ini sudah menjadi kebiasaan masyarakat waktu itu, untuk menentukan / mengangkat kuwu dengan cara ditunjuk melalui musyawarah desa, dan kadang ditunjuk oleh tingkat kecamatan (Asisten Wedana) orang-orang yang dipilih menjadi kuwu tanpa biaya sepeserpun. Hal ini dikarenakan menjadi kuwu harus berjuangn dan harus berani mati dalam berjuang melawan musuh penjajah Belanda, Penjajah jepang serta melawan gerombolan DI/TII.
            Nama-nama Kuwu Desa Sukamulya sejak dulu hingga sekarang yaitu:
1.      Kuwu Seni.
2.      Kuwu Jimol.
3.      Kuwu Taram.
4.      Kuwu Sarbin.
5.      Kuwu Arba.
6.      Kuwu Haji Ahmad
7.      Kuwu Sutarjo
( dari nomor 1 hingga 7 masa jabatannya tidak diketahui, karena catatannya tidak ditemukan untuk itu kepada para tokoh masyarakat Desa Sukamulya jika mengetahuinya mohon dilengkapi demi kepalidan data ini)
8.      Kuwu carman
Masa jabatan sejak tahun 1950 – 1964.
(dari nomor 1-8 , saat itu masih ditunjuk oleh masyarakat melalui musyawarah atau ditunjuk oleh tingkat kecamatan)
9.      Kuwu Tarbin
(merupakan pj, kuwu, karena pada waktu itu yang bersangkutan seorang pamong Desa dengan jabatan sebagai kliwon, masa jabatan sejak tahun 1964 – tahun 1968).
Pada tahun 1968 Desa sukamulya mengadakan pemilihan kuwu yang pertama, dan sejak saat itu hingga sekarang yang menjadi kuwu di Desa sukamulya adalah hasil dari pemilihan kuwu yang dipilih langsung oleh masyarakat kecuali pj kuwu)
10.  Kuwu Carman
Masa jabatan sejak tahun 1968 - tahun 1979.
11.  Kuwu Sulaiman Ismail (pensiunan ABRI)
Masa jabatan sejak tahun 1979 - tahun 1987) .
12.  Kuwu Karno
(merupakan pj kuwu, jabatan sebelumnya Lurah)
 Masa jabatan sejak tahun 1987 – tahun 1988.
13.  Kuwu Tarkim Sudiaperman, S.H.
Masa jabatan sejak tahun 1988 – tahun 1997.
14.  Kuwu Darna
(merupakan pj. Kuwu, jabatan sebelumnya sekertaris Desa/jurutulis)
Masa jabatan sejak tahun 1997 – tahun 1998.
15.  Kuwu Targono, B.Sc.
Masa jabatan sejak tahun 1998 – tahun 2008.
16.  Kuwu sobari, S.Pd.I
Masa jabatan sejak 2008 – sekarang.


2.10 Sejarah Desa Rancajawat
            Alkisah seorang raja dari semarang jawa tengah bernama Kiwongso Demang Yudo, adalah raja hindu yang kemudian menemukan hidayah ingin memeluk islam dan meminta sabda atau petunjuk dari sunan terutama dari sunan kali jaga. Dengan sabda yang diberikan oleh sunan kali jaga Ki wongso beserta istrinya diperintahkan untuk pergi kecirebon dengan segera Ki wongso beserta istri menuju cirebon. Ketika sampai di cirebon mereka mendapat wejangan dari sunan kali jaga yang berkata “ seandainya kalian ingin memiliki ilmu kebatinan dan ilmu jaya kawijaya, dan hasil dari belajar ilmu tersebut kulit mereka berubah menjadi hitam yang mengandung arti lebam ( sampai akhir hayat menetap didaerah Rancajawat)
            Menurut sejarah diceritakan bahwa daerah tersebut erada disebelah barat sampai cimanuk,disitu ada sebuah hutan belantara yang sangat lebat dan angker serta sebuah rawa yang snagat panajng terbentang dai ujung selatan sampai keujung utara, yang saat sekarang disebut daerah pesawahan diantaranya dari Blok. Kesambi, saradan sampai ke Blok patri. Pada saat itu belum ada penduduk satu pun, yanga da hanya bermacam-macam binatang seperti : burung, berbagai jenis ular, ikan dan sejenis hewan lainnya yang hidup bebas.
            Suami-istri tersebut adalah orang pertama penduduk desa ranca jawat, karena mereka betah maka mereka membangun rumah yang terbuat dari bambu (gubug) ditepi rawa yang beratapkan welit ( genting yang terbuat dari alang-alang), yang sekarang menjadi pesanggrahan Mbah Buyut Semarang. Pada waktu itu mata pencaharianmereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yaitu dengan bercocok tanam, berkebun, dan berternak. Kerbau yang menjadi hewan kesayangan Ki Wongso Demang. Sebagai penerangan mereka memanfaatkan bambu yang diberi minyak jarak yang disebut dengan oncor. Untuk peralatan masih sangat sederhana yaitu tombak, parang, arit, pecok, ani-ani, dan lain sebagainya.
            Bertahun-tahun mereka hidup didaerah tersebut dengan damai dan bahagia, pada suatu hari ada serombongan menjadi tamu mereka yang ternyata adalah para Demang.para patih , dari kerajaan semarang yang bertujuan mencari rajanya yang telah lama hilang dan tidak diketahui keberadaannya. Kemudian Ki Wongso Demang yuda berkata kepada mereka “hai para tamu, sudahlah jangan pusing, jangan sedih untuk mencari rajamu yang telah hilang tersebut, yang lalu biarlah berlalu sekarang lebih baik kalian hidup bersama kami untuk membangun pemukiman di daerah ini demi masa depan kalian.” Sebenarnya mereka samar atau menyangka bahwa orang tersebut adalah rajanya yaitu Ki Wongso Demang Yuda, tetapi karena kulit yang berubah menjadi hitam akibat belajar ilmu kebatilan dan ilmu jaya kawijaya, maka mereka menaati mdan menuruti perkataan beliau. Sampai saat ini para tamu tersebut dijadikan nama blok, yaitu blok patri, blok saradan, blok tambak bedah, blok kesambi, blok semarang dan lain sebagainya.
            Konon diceritakan para sesepuh Rancajawat pada waktu unjungan pemerintahan kuwu Rasgan yang terjadi kurang lebih pada tahun 1931 pada saat itu menyembelih 12 ekor kambing yang harganya lebih mahal dari pada satu ekor kerbau, tetapi yang terjadi bukannya mendapat barokah dan desanya subur dan makmur malah mendapatkan sebaliknya yaitu musibah dimana setelah seusai unjungan secara tiba-tiba desa rancajawat menjadi gelap gulita tertutup mendung dan datang angin puting beliung dari arah buyut menuju Balai Desa menyapu dan mengobrak abrik sehingga balai desa terbalik dan angin tersebut berbalik arah menuju kerumah kuwu sehingga rumah kuwu pun terobrak abrikterkena hantaman angin puting beliung, maka sampai saat sekarang masyarakat Rancajawat kalau unjungan buyut Semarang harus menyembelih kerbau tidak berani menyembelih hewan lainnya.
Terbentuknya Desa Racajawat
Adapun untuk asal usul nama Rancajawat sendiri, bahwasannya Rancajawat berasal dari dua kata yaitu Ranca, dan Jawat yang sebenarnya adalah orang jawa yang sangat kuat. Kuat disini mengandung arti dari Ki Wongso yang mempunyai niat yang sangat kuat bagai baja ingin memeluk agama islam dan ingin memiliki ilmu kesempurnaan hidup menurut ajaran agama islam. Sampai saat sekarang diyakini oleh masyarakat Rancajawat bahkan sudah dijadikan Hukum Adat Desa bahwa unjungan Mbah Buyut Semarang diharuskan menyembelih Hewan Kerbau.
Seiring dengan berjalannya waktu Rancajawat yang daerahnya subur banyak penduduk yang berdatangan dan menetap di tempat kediaman Ki Wongso, dan lama kelamaan semakin ramai dan menjadi desa.
Desa Rancajawat merupakan desa yang terletak paling selatan dari kabupaten Indramayu, dan yang dibatasi sebelah utara Desa Cangko, sebelah timur Sungai Cimanuk atau desa Gunung sari, sebelah selatan Desa Gadel dan sebelah Barat Desa Kerticala. Sedangkan sumber-sumber pendapatan desa pada saat itu diantaranya adalah Bengkok ( tanah carik ) hasil dari tanah titisara, swadaya murni masyarakat. 
Kuwu Desa Rancajawat yang bisa kami ketahui pada jaman penjajahan Belanda sampai sekarang adalah:
1.      Kuwu Lampir
2.      Kuwu Tarsa
3.      Kuwu Mardi
4.      Kuwu Sempi
5.      Kuwu Talka                ( . . . . .  1915 )
6.      Kuwu Akma               ( 1915 – 1930 )
7.      Kuwu Rasgan             ( 1930 – 1934 )
8.      Kuwu Barki                ( 1934 – 1937 )
9.      Kuwu Dirga                ( 1937 – 1941 )
10.  Kuwu Bilal                  ( 1941 – 1944 )
11.  Kuwu Darwan             ( 1944 – 1947 )
12.  Kuwu Jaka                  ( 1947 – 1955)
13.  Kuwu Wajid               ( 1955 – 1958 )
14.  Kuwu Tanjan              ( 1958 – 1966  )
15.  Kuwu Dala Tarjono    ( 1966 – 1979 )
16.  Kuwu Takwa              ( 1978 – 1988 )
17.  Kuwu Dasmar             ( 1988 – 1999 )
18.  Kuwu Sarlam              ( 1999 – 2009 )
19.  Kuwu Rarka                ( 2009 – 2012 )
20.  Kuwu mamet T. Haryanto, S.Sos       ( 2012 – sampai sekarang )

                               

6 komentar:

  1. Trimakasih saya comot sejarah desa mekarsarinya .....

    BalasHapus
  2. infonya sangat bermanfaat mbak...
    jangan lupa mampir iyah, di blog saya...
    www.kainoe-books.blogsport.com

    BalasHapus
  3. Asik bisa tau asal usul desa ku....

    BalasHapus
  4. Mantap infonya mbak jadi bisa tau sejarah..

    BalasHapus
  5. Kak bikinin dong sejarah desa sukaperna

    BalasHapus
  6. Kak bikinin desa sukapernanya
    Soalnya ada tugas sekolah

    BalasHapus