Jumat, 08 Mei 2015

Cerpen SMA


“ Langit Berjuta Detik”

Sinar matahari mulai meninggi dan menampakkan sosok cakrawala indah dan hangat yang perlahan mulai menyembul di lautan awan tipis berkabut, angin bertiup semilir melengkapi pagi yang cerah penuh simfoni keindahan dari Sang Pencipta. Namun pagi yang indah itu  bagi salah seorang gadis remaja bukanlah “pagi”, karena setiap detik yang Ia lewati menurutnya hanyalah malam yang kelam, Itulah yang ada di benak Kaila setiap Ia bangun dari mimpinya dan mengawali hari dengan seadanya tanpa seulas senyum yang terpatri di bibirnya dan tanpa rasa semangat.
“Sarapan dulu nak” kata-kata itu terucap dari bibir wanita paruh baya yang terlihat semakin menua. Matanya cekung dan terlihat sedikit berwarna hitam di bawah kelopaknya, tetapi senyumnya masih terlihat cerah saat menyapa putri tunggalnya untuk sarapan di setiap pagi.
“Tidak usah bu, disekolah saja” jawab kaila.
“Oh yasudah hati-hati di jalan, jangan bicara sendiri lagi saat menaiki motormu itu, Ibu pusing mendengar tetangga yang menganggapmu kurang waras ”
“Berlakulah tuli bu, apa yang aku lakukan bukanlah hal yang merugikan mereka”. Ucapan kaila rupanya membuat hati sang ibu menjadi sedikit terluka, bukan karena ia merasa tak di hargai sebagai seorang ibu, tapi ia menyesali dengan apa yang membuat kaila menjadi seperti itu.
Kaila bersekolah di sekolah SMA favorit di kotanya, dan baru hitungan minggu ia memulai menginjakkan kaki di gedung sumber ilmu itu. Kaila memarkirkan sepeda motornya di sebuah tempat di samping sekolah, tempat tersebut sedikit gelap, tapi ia bisa melihat dan menyadari jika dialah siswa pertama yang datang ke sekolah. Dengan berjalan menyusuri kelas-kelas yang masih kosong, ia mengutuk mengapa kelasnya berada di belakang sehingga ia harus berjalan sejauh ini. Di sudut ruangan yang ia lalui ia melihat kelasnya penuh dengan sampah dedaunan kering yang di terbangkan oleh angin. Agaknya angin di pagi ini sedikit kurang bersahabat hingga terasa sangat menusuk tulang. Kelasnya memang terletak di sudut halaman dan terpisah dari bangunan kelas yang lainnya, hingga wajar saja jika saat itu terlihat sangat sepi.
Sudah lama ia menunggu di dalam kelas,  tapi ia tidak mengerti mengapa sudah hampir jam tujuh di kelasnya masih belum ada siswa yang berangkat, ia pun memutuskan untuk menunggu lagi didalam kelas. Saat itu ia menatap ke arah lapangan, ada seseorang yang sedang menatap langit seolah sedang melihat sesuatu, dengan penasaran kaila mendekati seseorang tersebut namun dengan jarak yang tidak terlalu dekat karena ia takut mengganggu, sebaliknya kaila berdiri di belakang pepohonan sambil terus memperhatikannya.
Seseorang tersebut terus menatap ke arah langit dengan tatapan heran seolah-olah ada yang tidak beres dengan langit pada pagi itu. Ia seorang laki-laki berkulit putih dengan perawakan yang tinggi dan wajahnya terlihat layu.
“Hai langit, kenapa pagi ini kau tersenyum? seharusnya kau menangis, turunkanlah air matamu ke bumi pembohong ini! Turunkanlah! Setidaknya Jangan biarkan hanya aku saja yang menangis. Ah sudahlah kaupun sama saja” ucap laki-laki tersebut dan kemudian pergi menjauh dari lapangan tanpa menyadari jika kaila sedang memperhatikannya sejak tadi.
“Sungguh aneh laki-laki itu, sepertinya ia kakak kelasku, tapi kenapa ia berkata seperti tadi?” Kaila bergumam didalam hatinya.
Tiba-tiba handphone Kaila bergetar dan di layar muncul nama adel
“kamu dimana la? Belum berangkat kah? Cepat ke lab Ipa sekarang, kalau tidak kamu di alpa sama pak Tio”.
 “Ya ampun aku lupa kalau hari ini pelajaran pertama langsung di lab Ipa”, tanpa membalas ucapan dari adel, dengan bergegas kaila berlari menuju lab.
 “Permisi pak, maaf saya terlambat”,
“Iya masuk, yasudah lain kali jangan di ulangi lagi” ucap pak tio.
“kamu kemana saja la?” tanya adel
 “bukan urusanmu” jawab kaila dengan nada
ketus,
“sudah untung aku sms kamu tadi, kalau tidak apa jadinya?! Hardik adel yang merasa tak di hargai oleh kaila
“yasudah, kalau tidak ikhlas anggap saja aku berhutang padamu!”  (sementara adel hanya diam dan bersabar dengan sikap sahabatnya itu)
            Sebenarnya kaila bukanlah sosok gadis yang pemarah, dahulu ia adalah gadis cantik yang baik hati dan sangat peduli dengan perasaan teman-temannya, terlebih lagi sahabatnya, Ia tidak mau menyakiti perasaan orang-orang yang ia sayangi dengan melukai perasaan mereka dalam hal dan situasi apapun. Pada intinya Ia sangat berjiwa besar dan sangat peduli dengan orang-orang yang dikasihinya. Namun sekarang Ia berubah karena Ia selalu di sakiti oleh mereka yang selalu ia jaga perasaannya, dan kaila juga berfikir bahwa yang dilakukannya selama ini menjadi orang yang selalu peduli dan mengalah demi kebahagiaan mereka hanya sia-sia dan fiktif belaka tanpa dihargai sama sekali, Ibarat kata air susu di balas dengan air tuba. Hingga sekarang ia tidak lagi mempercayai adanya sosok teman, sahabat, dan siapapun yang akan menolongnya jika ia berada dalam masalah atau kesulitan, Ia menganggap mereka hanyalah figuran dalam hidupnya, dan Ia beranggapan bahwa sebagai manusia harus menjalani hidupnya masing-masing tanpa bergantung dan tanpa peduli kepada orang lain.
(di kelas)
“hai kaila, aku minta air minum kamu ya, aku haus sekali” (adel langsung meminum air milik kaila tanpa persetujuan dari kaila) namun tiba-tiba saja kaila melempar air minum yang sedang di minum oleh adel sehingga membuat baju adel basah, dan Ia mendorong adel hingga jatuh terbentur mengenai tiang meja dan membuat kening adel mengeluarkan darah yang sangat banyak.
 “awww sakiiiit” adel memekik sembari memegangi keningnya
 Bukannya menolong kaila justru berteriak seraya menghardik “kamu orang miskin kah? Beli minum saja tidak mampu, jangan minum punyaku, minum saja air SUNGAI!!” kaila membelalakan mata dan terlihat sangat marah.
  Siswa lain yang melihat kejadian tersebut sontak langsung menolong adel yang sedang kesakitan. “kamu ini manusia bukan la? sebegitu jahatnya kamu sama adel sahabat kamu sendiri, lihat dia, kasihan! Teriak salah satu siswa
“dia bukan sahabatku, aku tidak punya sahabat!” kata kaila.
“kamu ini memang tidak punya hati, aku doakan kamu tidak akan pernah mempunyai teman sampai kapanpun la!” ucap siswa lain yang menyahut.
“sudahlah, aku tidak apa-apa, kaila tidak salah, aku yang salah sudah meminum minumannya tanpa seizin kaila” rintih adel yang masih menahan sakit.
“ya, aku memang tidak pernah menganggap kalian sebagai temanku, terlebih lagi kamu del! Bahkan aku tidak pernah terlintas dalam otakku untuk menjadikan kau sahabat, kalian tidak pernah mengerti apa yang pernah aku rasakan, aku benci kalian! Teriak kaila sambil mengambil tas dan pergi meninggalkan kelas.
(sementara itu seluruh siswa di dalam kelas menatap kaila dengan tatapan benci karena menganggap dia tidak mempunyai hati)

Dibalik kaca jendela kamar, kaila menatap ke arah langit dengan nanar.
 “apa yang sebenarnya sudah terjadi pada diriku ini, tidak seharusnya aku melakukan itu pada adel” ucap kaila yang sebenarnya merasa sangat bersalah dan merasa bodoh dengan apa yang telah ia lakukan di sekolah tadi. Sembari terisak matanya yang nanar untuk melihat tiba-tiba menangkap sesuatu di sudut rak bukunya. Ia baru ingat jika itu adalah buku diary yang sudah lama tidak ia gunakan lagi. di bukanya kembali buku diary dan album foto miliknya saat masih duduk di bangku SMP, dan disitu terdapat foto yang berisikan dua gadis cantik yang sedang tersenyum dengan tulisan “bestfriend forever” yang tidak lain dan tidak bukan adalah foto kaila dan adel
 “ah sudahlah dia  memang  pantas mendapatkannya, hal itu belum sebanding dengan apa yang pernah dia lakukan padaku waktu dulu. Kaila, kamu ini hidup sendiri.. persetan dengan mereka yang “mengaku” berperan sebagai teman, terlebih lagi sahabat, aku tidak percaya” gumam kaila, dan tanpa terasa mata indahnya kini telah menurunkan hujan “lagi”

***
Pagi ini langit mendung, tapi tidak turun hujan. seperti biasa kaila berangkat terlalu pagi dan keadaan di sekolah masih terlalu sepi.
 “ah sial, lagi-lagi masih sepi” gerutu kaila.
Dengan malas ia duduk di kursi sembari mendengarkan musik dan termangu, kaila melihat keluar melalui jendela kelasnya, dan terlihat ada sosok laki-laki itu lagi, ia memutuskan untuk keluar dan bersembunyi di pepohonan untuk memperhatikan apa yang sedang laki-laki itu lakukan.
“Kau sedang sedih kah? Dasar kau ini cengeng, aku saja yang sekarang menjadi anak broken home, tidak punya teman apalagi sahabat, hiduppun urakan, tapi aku masih bisa tersenyum, hei langit jangan hiraukan kata-kataku waktu itu, sesulit apapun hidup ini harus dijalani dengan senyuman. Kau sekarang temanku satu-satunya,” ucap laki-laki itu sembari mendongak ke arah langit, menjulurkan tangan kanannya ke atas dan menggenggam udara.
 Merasa sudah tak tahan dengan apa yang laki-laki itu lakukan, kaila mendekati laki-laki tersebut sambil berkata
 “kamu ini gila yah? Bicara kok sama langit, tidak punya teman apa harus seperti itu? Amit-amit aku jadi seperti kamu karena tidak punya teman” ucap kaila sembari mendongak ke arah wajah laki-laki itu.
“kamu ini bicara apa? Aku memang  bicara dengan langit, memangnya salah?” tanya laki-laki itu.
 “oh, tidak. Yasudah” ucap kaila sembari berlalu.
   Tetapi laki-laki itu menjulurkan tangannya sebelum kaila pergi.
 “Reza” ucap laki-laki itu
 “hah? Apa?” tanya kaila heran,”
“iya, aku reza, kamu siapa?”
“aku tidak butuh teman, terimakasih” ucap kaila ketus
 “hei, siapa yang ingin menjadi temanmu? Aku hanya ingin tahu siapa nama gadis lancang yang sudah mengganggu percakapanku dengan langit”
 “ohh seperti itu yah, oke namaku kaila, sudah ya.. dan oh iya sampaikan rasa maafku juga pada temanmu “langit”.  kaila menyindir sambil pergi meninggalkan Reza.
  ”hmm gadis yang aneh” gumam Reza sembari tersenyum.
            (di kelas)
“La, maafkan aku yah atas kejadian waktu kemarin” ucap adel sembari menjulurkan tangan pada kaila.
“untuk apa?” desis kaila
“untuk semua kesalahanku”
 “oh, kamu tidak perlu minta maaf del” ucap kaila
“benarkah la? Sungguh? Apa karena kamu telah memaafkanku?” adel tersenyum dan merasa senang
“iya benar, kamu tidak perlu meminta maaf padaku, karena kamu tidak akan pernah aku maafkan sampai kapanpun” ujar kaila.
Mendengar kata-kata itu adel langsung menangis dan bersimpuh di hadapan kaila
“harus bagaimana agar kamu memaafkan aku La? Aku mau kita seperti dulu, dan kamu pun menjadi sosok yang periang dan baik hati lagi, bukan seperti ini, aku menyesal atas perbuatanku waktu itu, maafkan aku La, maafkan aku” tangis adel semakin menjadi
 “pergi kamu del, pergi dari hidupku!” (sembari menggebrak meja)
Siswa lain yang melihat hal tersebut langsung mencaci maki kaila.
 “Iya, aku tidak butuh kalian, aku bisa hidup sendiri, AKU BISA HIDUP TANPA TEMAN! AKU BISA! Teriak kaila yang kemudian berlari meninggalkan adel dan siswa lain di kelas.
Kaila duduk dibawah pohon yang ada di taman belakang sekolah, Ia menangis sejadi-jadinya, tak kuasa menghadapi apa yang telah terjadi seorang diri. Ia tidak mengerti kenapa rasa benci kepada adel dan teman-teman yang  sudah menyakitinya tidak pernah hilang dan semakin menjadi.
“Aku bisa hidup tanpa kalian yang hanya mengaku sebagai teman tapi tidak berperan sebagai teman di hidupku, aku tidak butuh teman seperti kalian, aku tidak butuh sahabat seperti kamu del, andai saja ayah masih disini, aku tidak akan seperti ini, pasti aku akan menjadi gadis yang baik seperti dulu” isak kaila.
Tanpa sadar sudah ada sosok laki-laki yang sudah duduk di samping kaila, yang tidak lain adalah Reza.
“kadang, manusia memang tak pernah puas dengan apa yang telah di genggam dari kedua tanggannya,  manusia selalu ingin menggenggam hal-hal lain dan tidak menyadari jika mereka hanya memiliki dua tangan untuk menggenggam sesuatu, dan saat mereka ingin menggenggam sesuatu yang lain, mereka harus melepaskan salah satu atau bahkan semua yang telah mereka genggam dari kedua tangan itu sendiri, dan begitu seterusnya. Mereka tak pernah sadar, tak pernah puas dan tak pernah bersyukur
Seketika itu pula kaila langsung menoleh dan berkata “apa maksudmu? Kau sedang bicara dengan siapa? Pohon?” sindir kaila.
 “kaila.. kaila.. Kamu masih beruntung La, nasibmu masih bagus, bayangkan jika di bandingkan denganku. Orang tuaku bercerai, tapi aku tidak memilih untuk ikut pada salah satu dari mereka, aku memutuskan untuk hidup sendiri, biaya sekolahpun aku cari sendiri, aku tidak punya teman dan di jauhi karena aku miskin, dan sahabatku satu-satunya telah meninggal seminggu yang lalu” ujar Reza sembari menenangkan Kaila.
“tapi rasanya sulit sekali menerima kenyataan dan menghilangkan rasa benci di hati ini za” isak kaila.
(satu tahun yang lalu)
            kaila!”, “iya ayah, ada apa?” tanya kaila.
“Di depan ada temanmu”
“oh iya, hei adel ada apa kesini?”tanya kaila.
“hmm a,, a aaku,,” ucap adel dengan terbata-bata
 “kamu ini kenapa sih del?” tanya kaila dengan heran.
 “La, apa kamu masih menyukai Angga?”
 “iya tentu aku masih suka del, dia itu belum bisa aku lupakan, memangnya kenapa del?”
 “hmm kemarin dia berkata jika ia menyukai aku La, dan sekarang aku dan Angga sudah menjalin hubungan, kamu tidak marah kan La?”
 “apa? Kenapa kamu bisa menerima dia del? Apa tidak ada laki-laki lain selain dia? Paling tidak kamu menghargai perasaan aku sebagai sahabat kamu!” bentak kaila.
“tapi aku menyukai dia La, mengalahlah demi aku, Angga tidak menyukaimu, Angga menyukai aku La, aku!” bentak adel (akhirnya kaila dan adel beradu mulut hingga saling melukai satu sama lain) seketika itu pula ayah kaila datang untuk memisahkan mereka berdua, tetapi mereka malah semakin menjadi dan membuat ayah kaila kewalahan dan penyakit jantungnya kambuh, ayah kailapun jatuh terkapar dan meninggal dunia sebelum mendapatkan pertolongan, semenjak itu kaila sangat membenci adel karena menganggap ia sebagai penyebab kematian ayahnya. Bahkan ia merasa sangat bodoh dan malu karena merasa bahwa penyebab kematian ayahnya adalah sesuatu yang sangat tidak berguna.
            “iya, aku mengerti perasaanmu La, tapi sebaiknya kamu memaafkan adel dan menjalin persahabatan lagi sebelum semuanya terlambat” ucap Reza.
“hah, mudah saja kamu berkata seperti itu za, kamu tidak pernah merasakan apa yang sedang aku rasakan!” ujar kaila.
“aku pernah La, aku pun pernah kehilangan sosok sahabat yang aku kasihi hanya karena seorang gadis, waktu itu kita menyukai gadis yang  sama dan gadis itu lebih menyukai aku daripada langit”
 “apa? Langit?” tanya kaila.
“iya, langit itu adalah nama sahabatku, setelah dia tidak ada, aku lebih sering berbicara kepada langit seperti yang kamu lihat waktu itu, karena aku percaya jika langit sahabatku mendengarkanku di atas sana”
 “jadi, langit sudah meninggal?” tanya kaila
“ya, dia meninggal karena overdosis setelah tahu jika gadis itu lebih memilihku, tapi sungguh aku tidak menjadikan dia sebagai pacar, karena aku menghargai persahabatanku dengan langit, tetapi langit sudah salah persepsi dan akhirnya meninggal dunia” ucap Reza dengan nanar.
Kaila melihat ada kesedihan yang sangat mendalam di mata reza, tapi kaila melihat jika reza mencoba agar sesuatu itu tidak tumpah dari kedua matanya dan berusaha untuk tetap terlihat tegar di depannya.
 “ya, aku mengerti, tapi aku masih sangat sulit memaafkan adel, terlebih lagi ayah sudah tiada, rasanya masih berat untuk menerima semuanya za”
 “cobalah walaupun butuh jutaan detik La, sesungguhnya memiliki seorang sahabat itu lebih berarti daripada memiliki seribu teman, dan kasih sayang seorang sahabat itu lebih indah daripada kasih sayang yang di dapat dari seorang kekasih, percayalah.. kembalilah seperti dahuulu lagi, mereka ada untuk melengkapi hidupmu walaupun hanya sebagai figuran, karena sesungguhnya pemeran utama dalam sebuah cerita kehidupan takkan berarti apa-apa tanpa adanya sosok figuran”
“iya, aku akan menjadikan figuran-figuran tersebut lebih berarti dalam hidupku, terimakasih za, terimakasih”
           
                                                                        ***

Nama   : Vemy Rida Riawan
Kelas   : X Administrasi Perkantoran 3




Tidak ada komentar:

Posting Komentar