BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pendidikan
adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia melalui
kegiatan pengajaran. Salah satu faktor dari dalam diri yang menentukan berhasil
tidaknya dalam proses belajar mengajar adalah motivasi belajar. Dalam kegaitan
belajar, motivasi merupakan keseluruhan daya penggerak di dalam diri yang
menimbulkan kegiatan belajar yang menjamin kealngsungan dari kegiatan belajar.
Motivasi belajar adalah faktor psikis yang bersifat non intelektual. Seseorang
yang mempunyai intelegensi yang cukup tinggi, bisa gagal karena kurang adanya
motivasi dalam belajarnya.
Motivasi mempunyai peranan penting
dalam proses belajar mengajar baik guru maupun siswa. Bagi guru mengetahui motivasi
belajar dari siswa sangat diperlukan guna memelihara dan meningkatkan semangat
belajar sehingga siswa dapat terdorong untuk melakukan prbuatan belajar. Siswa
melakukan aktivitas belajar dengan senang karena didorong motivasi. Sedangkan
faktor dari luar diri siswa yang dapat mempengarui belajar adalah faktor metode
pembelajaran. Selain siswa, faktor terpenting yang ada dalam kegiatan
pembelajaran adalah guru. Guru sebagai pengajar yang memberikan ilmu
pengetahuan sekaligus pendidik yang mengajarkan nilai-nilai, akhlak, moral maupun
sosial dan untuk menjalankan peran tersebut seorang guru dituntut untuk
memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas, yang nantinya akan diajarkan kepada
siswa. Oleh karena itu, motivasi sangat mempengaruhi bagi kelangsungan kegiatan
belajar dan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa dan akan dibahas lebih
mendalam dalam makalah ini.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan
motivasi?
2. Mengapa motivasi penting dalam
kegiatan belajar siswa?
3. Apa saja yang termasuk kedalam
jenis dan sifat motivasi?
4. Apa saja unsur-unsur yang dapat
mempengaruhi motivasi belajar?
5. Apa saja upaya untuk meningkatkan
motivasi belajar?
6. Apa saja fungsi dan ciri dari
motivasi?
7. Apa saja komponen utama motivasi?
8. Bagaimana rekayasa motivasi
belajar pada siswa?
1.3
Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian
motivasi.
2. Untuk mengetahui mengapa motivasi
penting dalam kegiatan belajar.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis dan
sifat motivasi.
4. Untuk mengetahui unsur-unsur yang
dapat mempengaruhi motivasi belajar.
5. Untuk mengetahui upaya
meningkatkan motivasi belajar.
6. Untuk mengetahui fungsi dan ciri
motivasi.
7. Untuk mengetahui komponen utama
motivasi.
8. Untuk mengetahui rekayasa
motivasi belajar pada siswa.
1.4
Manfaat
1. Dapat menambah wawasan mengenai
motivasi belajar.
2. Dapat menjadi bahan bacaan untuk
mahasiswa FKIP ataupun guru yang ingin mempelajari mengenai motivasi belajar
siswa.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1
Motivasi
Pada diri siswa terdapat kekuatan mental yang menjadi penggerak belajar.
Kekuatan penggerak tersebut berasal dari berbagai sumber pada peristiwa
pertama, motivasi siswa yang rendah menjadi lebih baik setelah siswa memperoleh
informasi yang benar. Pada peristiwa kedua, motivasi belajar dapat menjadi rendah
dan dapat diperbaiki kembali. pada kedua peristwa tesebut peranan guru untuk
mempertinggi motivasi belajar siswa sangat berarti. Pada peristiwa ketiga,
motivasi diri siswa tergolong tinggi, timbul pertanyaan-pertayaan seperti (i)
kekuatan apa yang menjadi penggerak belajar ssisiwa, (ii) berapa lama kekuatan
tesebut berpengaruh dalam kegiatan belajar, dan (iii) dapatkah kekuatan
tersebut dipelihara?
Siswa belajar karena didorong oleh
kekuatan mentalnya. Kekuatan mental itu berupa keinginan, perhatian, kemauan,
atau cita-cita. Kekuatan mental tersebut dapat tergolong rendah atau tinggi.
Ada ahli psikologi pendidikan yang menyebut kekuatan mental yang mendorong
terjadinya belajar tersebut sebagai motviasi belajar. Motivasi dipandang sebagai
dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk
perilaku belajar. Dalam motivasi, terkandung adanya keinginan yang
mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan, dan mengarahkan sikap dan perilaku
individu belajar (Kowswara, 1989, Siagian, 1089;Schein, 1991; Biggs &
Telfer, 1987).
2.2
Pentingnya Motivasi dalam Belajar
Penelitian
psikologi banyak menghasilkan teori-teori motivasi tentang perilaku. Subjek
terteliti dalam motivasi ada yang berupa hewan dan ada yang berupa manusia.
Peneliti yang menggunakan hewan adalah tergolong peneliti biologis dan
behavioris. Peneliti yang menggunakan terteliti manusia adlaah peneliti
koginitif, temuan ahli-ahli tersebut bermanfaat untuk bidang industri, tenaga
kerja, uursan pemasaran, rekruiting militer, kosultasi, dan pendidikan. para
ahli berpendapat bahwa motivasi perilaku manusia berasal dari kekuatan mental
umum, insting, dorongan, kebutuhan, proses kognitif, dan interaksi.
Perilaku yang penting bagi manusia
adalah belajar dan bekerja, belajar menimbulkan perubahan mental pada diri
siswa. Bekerja menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi diri pelaku dan orang
lain. Motivasi belajar dan motivasi bekerja merupakan penggerak kemajuan
masyarakat. Kedua motivasi tersebut perlu dimiliki oleh siswa SLTP dan SLTA.
Sedangkan guru SLTP dan SLTA dituntut memperkuat motivasi siswa SLTP dan SLTA.
Motivasi belajar penting bagi siswa
dan guru bagi siswa pentingnya motivasi belajar adalah sebagi berikut :
(1) Menyadarkan
kedudukan pada awal belajar, proses, dan hasil akhir, contohnya, setelah
seorang siswa membaca suatu bab buku bacaan, dibandingkan dengan temannya
sekelas yang juga membaca tab tersebut, ia kurang berhasil menangkap isi, maka
ia terdorong membaca lagi,
(2) Menginformasikan
tentang kekuatan usaha belajar, yang dibadningkan dengan teman sebaya; sebagai
ilustrasi, jika terbukti usaha belajar seroang siswa belum memadai, maka ia
berusaha setekun temanya yang belajar dan berhasil.
(3) Mengarahkan
kegiatan belajar, sebagai ilustrasi, setelah ia ketahui bahwa dirinya belum
belajar secara serius, terbukti banyak bersenda gurau misalnya, maka ia akan
mengubah perilaku belajarnya.
(4) Membesarkan
semangat, sebagai ilustrasi, jika ia telah menghabiskan dana belajar dan masih
ada adik yang dibiayai orang tua, maka ia berusaha agar cepat lulus.
(5) Menyadarkan
tentang adanya perjalanan belajar dan kemudian bekerja ( di sela-selanya adalah
istirahat atau bermain) yang bersinambungan; individu dilatih untuk menggunakan
kekuatannya sedemikia rupa sehingga dapat berhasil. Sebagai ilustrasi,, setiap
hari siswa diharapkan untuk elajar di rumah, mmebantu pekerjaan orang tua, dan
bermain dengan temn sebaya; apa yang dilakukan diharapkan dapat berhasil
memuaskan, kelima hal tersebut menunjukkan betaa pentingnya motivasi tersebut
disadari oleh pelakunya sendiri. Bila motivasi disadari oleh pelaku, maka
sesuatu pekerjaan, dalam hal ini tugas belajar akan terselesaikan dengan baik.
Motivasi belajar juga penting
diketahui oleh seorang guru. Pengetahuan dan pemahaman tentang motivasi belajar
pada siswa beranfaat bagi guru, manfaat itu sebagai berikut :
(1) Membangkitkan, meningkatkan, dan
memelihara semangat siswa untuk belajar sampai berhasil; membangkitkan, bila
siswa tak bersemangat; meningkatkan, bila semangat belajarnya timbul tenggelam;
memelihara, bila semangatnya telah kuat untuk mencapai tujuan belajar. Dalam
hal ini, hadiah, pujian, dorongan, atau pemicu semangat dapat digunakan untuk
mengorbankan semangat belajar.
(2) Mengetahui dan memahami motivasi
belajar siswa di kelas bermacam-ragam; ada yang acuh tak acuh, ada yang tak
memuastkan perhatian, ada yang bermain, di samping yang bersemangat untuk
belajar. Diantara yang bersemangat belajar, ada yang tidak berhasil dan
berhasil. Dengan bermacam-ragamnya motivasi belajar tersebut, maka guru dapat
menggunakan bermacam-macam strategi mengajar belajar.
(3) meningkatkan dan menyadarkan
guru untuk memilih satu diantara bermacam-macam peran seperti sebagai
penasihat, fasilitator instruktur, teman diskusi, penyemangat, pemberi hadiah,
atau pendidik. Peran pedagogis tersebut sudah barang tentu sesuai dengan
perilaku siswa.
(4) memberi peluang guru untuk “ujuk
kerja” rekayasa pedagogis, tugas guru adalah membuat semua siswa belajar sampai
berhasil. Tantangan profesionalnya justru terletak pada “mengubah” siswa tak
berminat menjadi bersemangat belajar. “Mengubah” siswa cerdas yang acuh tak
acuh menjadi bersemangat belajar.
2.3
Jenis dan Sifat Motivasi
Motivasi, sebagai
kekuatan mental individu, memiliki tingkat-tingkat Para ahli ilmu jiwa
mempunyai pendapat yang berbeda tentang tingkat kekuatan tersebut. Perbedaan
pendapat tersebut umumnya didasarkan
pada penelitian tentang perilaku belajar pada hewan. Meskipun mereka
berbeda pendapat tentang tingkat kekuatannya, tetapi mereka umumnya sependapat
bahwa motivasi tersebut dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu (i) motivasi
primer dan (ii) motivasi sekunder.
A.
Jenis Motivasi
Motivasi primer adalah motivasi yang
didasarkan pada motif-motif dasar. Motif- motif dasar tersebut umumnya
berasal dari segi biologis atau jasmani manusia. Manusia adalah mahluk
berjasmani, sehingga perilakunya terpengaruh oleh insting atau kebutuhan
jasmaninya. Mc dougall misalnya, berpendapat bahwa tingkah laku terdiri
dari pemikirian tentang tujuan, perasaan subjektif, dan dorongan mencapai
kepuasan. Insting itu memiliki tujuan dan memerlukan
pemuasaan. Tingkah laku insting tersebut dapat diaktikan, dimodifikasi,
dipicu secara spontan, dan dapat diorganisasikan. Diantara insting yang
penting adalah memelihara, mencari makan, melarikan diri, berkelompok,
mempertahankan diri, rasa ingin tahu, membangun, dan kawin (koeswara,1989;
jalaludin rakhmat, 1991) .
Ahli lain, Freud berpendapat bahwa
insting memiliki empat ciri, yaitu tekanan, sasaran, objek, dan
sumber. Tekanan adalah kekuatan yang memotivasi individu untuk bertingkah
laku. Semakin besar energi dalam insting, maka tekanan terhadap individu
semakin besar. Sasaran insting adalah kepuasan atau
kesenagan. Kepuasan tercapai, bila tekanan energi pada insting berkurang.
Sebagai ilustrasi, keinginan makan berkurang bila individu masih
kenyang. Objek insting adalah hal-hal yang memuaskan insting. Hal-hal
yang memuaskan insting tersebut dapat berasal dari luar individu atau dari
dalam diri individu. Adapun sumber insting adalah keadaan kejasmanian
individu. Segenap insting manusia dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
insting kehidupan (life instincst) dan
insting kematian (death instincts). insting-insting
kehidupan terdiri dari insting yang bertujuan memelihara kelangsungan
hidup. Insting kehidupan tersebut berupa makan, minum, istirahat, dan
memelihara keturunan. Insting kematian tertuju pada penghancuran, seperti
merusak, menganiaya, atau membunuh orang lain atau diri sendiri.
Menurut Freud, energy bekerja
memlihara keseimbangan fisik. Insting bekerja sepanjang hidup. Yang
mengalami perubahan adalah cara pemuasan atau objek pemuasan. Tingkah laku
individu yang memuaskan insting dapat secara langsung atau dengan menekan;
penekanan insting tersebut tidak menghilangkan energi. Penekanan insting
tersebut diupayakan masuk kedalam alam tidak sadar. Insting yang ditekan
berkaitan dengan seksualitas dan agresivitas. Penekanan insting ke alam
ketidaksadaran merupakan salah satu kunci perilaku motivasi. Tingkah laku
manusia sedemikian kompleks, ada yang dapat dikenali dari alam sadarnya, dan ada
pula yang bersal dari alam tak sadarnya (Koeswara 1989; sumadi Suryabrata,
1991).
Motivasi sekunder adalah motivasi
yang dipelajari. Hal ini berbeda dengan motivasi primer. Sebagai
ilustrasi, orang yang lapar akan tertarik pada makanan tanpa
belajar. Untuk memperoleh makanan tersebut orang harus bekerja terlebih
dahulu. Agar dapat bekerja dengan baik, orang harus belajar bekerja. ”
Bekerja dengan baik” merupakan motivasi sekunder. Bila orang bekerja
dengan baik, maka ia memperoleh gaji berupa uang uang tersebut merupakan
penguat motivasi sekunder. Uang merupakan penguat umum, agar orang bekerja
dengan baik . bila orang memilki uang, setelah ia bekerja dengan baik maka
ia dapat membeli makanan untuk menghilangkan rasa lapar (Jalaluddin Rakhmat,
1991; Sumadi Suryabrata, 1991).
Menurut beberapa ahli, manusia adalah makhluk
sosial. Perilakunya tidak hanya terpengaruh oleh factor biologis saja,
tetapi juga faktor-faktor sosial. Perilaku manusia terpengaruh oleh tiga
komponen penting seperti afektif, kognitif,dan konatif. komponen afektif
adalah aspek emosional. Komponen ini terdiri dari motif sosial, sikap dan
emosi. Komponen kognitif adalah aspek intelektual yang terkait dengan
pengetahuan. Komponen konatif adalah terkait dengan kemauan dan kebiasaan
bertindak (jalaluddin Rakhmat, 1991; Sumadi Suryabrata, 1991).
B. Sifat Motivasi
Motivasi
seseorang dapat bersumber dari (i) dalam diri sendiri, yang dikenal sebagai motivasi
internal, dan (ii) dari luar seseorang yang dikenal sebagai eksternal.
Di
samping itu kita bisa membedakan motivasi intrinsik yang dikarenakan orang
tersebut senang melakukannya. Sebagai ilustrasi, seorang siswa membaca
sebuah buku, karena ia ingin mengetahui kisah seorang tokoh, bukan karena tugas
sekolah. Motivasi memang mendorong terus, dan memberi energi pada tingkah
laku. Setelah siswa tersebut menamatkan sebuah buku mak ia mencari buku
lain untuk memahami tokoh yang lain. Keberhasilan membaca sebuah buku akan
menimbulkan keinginan baru untuk membaca buku yang lain. Dalam hal ini,
motivasi intrinsik tersebut telah mengarah pada timbulnya motivasi
berprestasi. Menurut Monks, motivasi berprestasi telah muncul pada saat
anak berusia balita. Hal ini berarti bahwa motivasi intrinsik perlu
diperhatikan oleh para guru sejak TK, SD, dan SLTP. Pada usia ini para
guru masih memberi tekanan pada pendidikan kepribadian, khususnya di siplin
diri untuk bermansipasi. Penguatan terhadap motivasi intrinsik perlu
diperhatikan, sebab dis siplin diri merupakan kunci keberhasilan belajar
(Monks, Knoers, Siti Rahayu, 1989:161-164).
Motivasi
ekstrinsik adalah dorongan terhadap perilaku seseorang yang ada diluar
perbuatan yang dilakukannya. Orang berbuat sesuatu, karena dorongan dari
luar seperti adanya hadiah dan menghindari hukuman. Sebagai ilustrasi,
seorang siswa kelas satu SMP belum mengetahui tujuan belajar di
SMP. Semula ia hanya ikut-ikutan belajar di SMP karena teman sebayanya
juga belajar di SMP. Berkat penjelasan wali kelas satu SMP, siswa memahami
satu faedah belajar di SMP bagi dirinya. Siswa tersebut belajar dengan
giat dan bersemangat. Hasil belajar siswa tersebut sngat baik, dan ia
berhasil lulus SMP dengan NEM sangat baik. Ia menyadari pentingnya belajar
dan melanjutkan di SMA. Di SMA ia belajar dengan penuh semangat karena ia
ingin masuk AKABRI. Berkat ketekunan dan semangat belajarnya maka ia lulus
SMA dengan nilai sangat baik, dan diterima di AKABRI. Dalam contoh
tersebut, motivasi ekstrinsik membuat siswa yang belajar ikut-ikutan menjadi
belajar dengan penuh semangat. Siswa belajar dengan tujuanannya sendiri,
berkat informasi guru. Selanjutnya siswa menyadari pentingnya belajar, dan
ia belajar bersungguh-sungguh penuh semangat. Dalam hal ini motivasi
ekstrinsik “dapat berubah” menjadi motivasi intrinsic, yaitu pada saat siswa
menyadari pentingnya belajar, dan ia belajar sungguh-sungguhtanpa disuruh orang
lain (monks, Knoers, Siti Rahayu, 1989).
Para
ahli ilmu jiwa memberi tekanan yang berbeda pada motivasi. Akibatnya saran
tentang pembelajaran juga berbeda-beda. Mc Dougall dan freud menekankan
pentingnya motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Maslow dan Rogers menunjukan
bahwa kedua motivasi tersebut sama pentingnya.
Motivasi
ekstrinsik banyak dilakukan di sekolah dan di masyarakat. Hadiah dan
hukuman sering digunakan untuk meningkatkan kegiatan belajar. Jika siswa
belajar dengan hasil sangat memuaskan, maka ia akan memperoleh hadiah dari guru
atau orang tua. Sebaliknya, jika hasil belajar tidak baik, memperoleh
nilai kurang, maka ia akan memperoleh “peringatan atau hukuman” dari guru atau
orang tua. “peringatan” tersebut tidak menyenangkan siswa. Motivasi
belajar meningkat, sebab siswa tidak senang memperoleh “peringatan” dari guru
atau orang tua. Dalam hal ini, hukuman dan juga hadiah dapat merupakan
motivasi ekstrinsik bagi siswa untuk belajar dengan bersemangat (Siagian, 1989;
Monks, Knoers, Siti Rahayu, 1989; Bigs dan Telfer, 1987; winkel, 1991).
Ada
baiknya juga memperhatikan pandangan maslow dan rogers yang mengakui pentingnya
motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Menurut Maslow setiap individu
bermotivasi untuk mengaktualisasikan diri. Ciri tersebut adalah
(i)berkemampuan mengamati suatu realitas secara efisisen, apa adanya, dan
terbatas dari subjektivitas, (ii) dapat menerima efisien, apa adanya, dan
terbatas subjektifitas, (ii) dapat menerima diri sendiri dan orang lain secara
wajar,(iii) berperilaku spontan, sederhana, dan wajar, (iv) terpusat pada
masalah atau tugasnya, (v) memiliki kebutuhan privasi atau kemandirian yang
tinggi, (vi) memiliki kebebasan dan kemandirian terhadap lingkungan dan
kebudayaanya; ia mampu mendisiplinkan diri, aktif dan bertanggung jawab atas
dirinya. Penghormatan berlebihan, pemberian status, popularitas dianggap
kurang penting dibandingkan dengan perkembangan diri, (vii) dapat menghargai
dengan rasa hormat dan penuh gairah, (viii) dapat mengalami pengalaman
puncak,seperti terwujud dalam kreativitas, penemuan, kegiatan intelektual, atau
kegiatan persahabatan, (ix) memiliki rasa ketefrkaitan, solidaritas kemanusiaan
yang tinggi, (x) dapat menjalin hubungna pribadi yang wajar, (xi) memiliki
watak terbuka dan bebas prasangka, (xii) memiliki standar kesusilaan tinggi,
(xiii) memiliki rasa humor terpelajar, (xiv) memiliki kreativitas dalam bidang
kehidupan, seperti dalam pengetahuan, kesenian, atau keterampilan hidup
tertentu, dan (xv) memiliki otonomi tinggi. Motivasi mengaktualisasikan
diri tersebut berjalan sesuai dengan kemampuan tiap orang. Upaya memuaskan
kebutuhan aktualisasi diri tersebut tentu saja tidak mudah. Sebagai
ilustrasi, dapat diperhitungkan betapa sulitnya seseorang anak desa, yang
berjuang sepanjang hayat, yang dikemudian hari di beri kepecayaan memimpin
negara dan bangsa oleh seluruh rakyat. Apakah ia memiliki motivasi
intrinsik? Apakah itu berkat motivasi ekstrinsik? Ataukah campuran keduanya?
Hal ini perlu di teliti.
Carl
rogers berpendapat bahwa setiap individu memiliki motivasi utama berupa
kecenderungan aktualisasi diri. Ciri kecenderungan aktualisasi diri
tersebut adalah (i) berakar dari sifat bawaan, (ii) perilaku bermotivasi
mencapai perkembangan diri optimal, (iii) mengaktualisasikan diri juga
bertindak sebagai evaluasi pengalaman; hal ini berarti memilih pengalaman
positif untuk bekembang secara optimal. Pandangan positif yang datang dari
orang lain akan memperkuat kecenderungan aktualisasi diri. Adapun
ciri-ciri individu yang berkembang menjadi seorang yang beraktualisasi diri
penuh adalah (i) terbuka terhadap segala pengalaman hidup, (ii) menjalani
kehidupan secara berkepribadian; ia tidak terpaku pada masa lampau atau masa
yang akan datang, (iii) percaya pada diri sendiri, (iv) memiliki rasa
kebebasan, dan (v) memiliki kreativitas. Sebagai ilustrasi, seorang guru
SMPlulusan D3. Ia bekerja didaerah terpencil, ingin memperbaiki
hidup. Ia berusaha memperoleh ijazah sarjana lulusan administrasi
UT. Ia mempunyai istri dan anak; ia bertugas mendidik; ia jadi anggota
LKMD; dan ia menyisakan waktu untuk belajar lnajut. Ia memiliki motivasi
intrinsik mewujudkan cita-cita menjadi yang terbaik dibidang pengabdian sebagai
guru. Ia memperoleh motivasi ekstrinsik, pesan pedagogis rekan sejawat
untuk maju. ia memilki kenalan yang menjadi rekan mahasiswa
UT. Timbulnya rasa senasib sepenanggungan sebagai guru, mahasiswa UT,
peluang kerja setelah lulus jurusan administrasi UT, mendorong kegairahan
hidup. Jabatan Kakandep Dikbud yang diraih, saat ia berusia 40 tahun,
berkat tekad nya mendaftarkan diri sebagai mahasiswa UT pada saat usia 25 tahun
(Koeswara, 1989:216-241; Monks, 1989:241-260; Sehein, 1991: 101-104) .
Motivasi
intrinsik dan motivasi ekstrinsik dapat dijadikan titik pangkal rekayasa
pedagogis guru. Sebaiknya guru mengenal adanya motivasi-motivasi
tersebut. Untuk mengenal motivasi yang sebenarnya, guru perlu melakukan
penelitian. Ini berarti guru SLTP dan SLTA, sesuai tuntutan profesi guru,
seyogianya belajar meneliti sambil praktek mendidik disekolah.
Adakalanya
guru menghadapi siswa yang belum memiliki motivasi belajar yang
baik. Dalam hal ini seyogianya guru berpegang pada motivasi
ekstrinsik. Dengan menggunakan penguat berupa hadiah atau hukuman,
seyogianya guru memperbaiki disiplin diri siswa dalam beremansipasi.
memperkuat
motivasi belajar sepanjang hayat. Ulama sebagai pendidik juga bertugas memperkuat
motivasi belajar sepanjang hayat.
2.4
Unsur-Unsur yang Mempengaruhi Motivasi
Belajar
Dari bagan 3.1
dapat diketahui bahwa motivasi belajar ada didalam diri siswa. Dalam kerangka
pendidikan formal motivasi belajar tersebut ada dalam jaringan rekayasa
pedagogis guru. Dengan tindakan pembuatan persiapan mengajar , pelaksanaan
belajar-mngajar, maka guru menguatkan motivasi belajar siswa. Sebaliknya,
diliat dari segi emansipasi kemandirian siswa, motivasi belajar semakin
meningkat pada saat tercapainya hasil belajar.motivasi belajar merupakan segi
kejiwaan yang mengalami perkembangan, artinya terpengaruh oleh kondisi
fisiologis dan kematangan psikologis siswa. Sebagai ilustrasi, keinginan anak
membaca buku majalah misalnya, terpengaruh oleh kesiapan alat-alat indra untuk
mengucap kata , keberhasilan mengucap kata dari symbol-simbol pada huruf-huruf
mendorong keinginan menyelesaikan tugas baca. (monks, 1989, singgih gunarsa,
1990)
a. Cita-cita
atau aspirasi siswa
Motivasi belajar tampak pada keinginan
anak sejak kecil seperti keinginan belajar berjalan,makan-makanan yang lezat,
berebut permainan, dapat membaca, dapat menyanyi, dan lain-lain selanjunya
keberhasilan mencapai keinginan tersebut menumbuhkan kemauan bergiat, bahkan
dikemudia hari menimbulkan cita-cita dalam kehidupan. Timbulnya cita-cita juga
dibarengi oleh perkembangan kepribadian.
Dari segi emansipasi kemandirian,
keinginan yang terpuaskan dapat memperbesar kemauan dan semangat belajar.dari
segi pembelajaran, penguatan dengan hadiah atau juga hukuman akan dapat
mengubah keinginan menjadi kemauan, dan kemudian kemauanmenjadi cita-cita.
Keinginan berlangsung saat atau dalam jangka waktu singkat, sedangkan kemauan
dapat berlangsung dalam waktu yang lama. Kemauan telah disertsai dengan perhitungan
akal sehat. Cita-cita dapat berlangsung dalam waktu sangat lama. Bahkan
sepanjang hayat. Cita-cita siswa untuk menjadi ”menjadi seseorang. .
.”(gambaran ideal seperti pemain bulu tangkis dunia,misalnya) akan memperkuat
semangat belajar dan mengarahkan perilaku belajar. Misalnya siswa tersebut akan rajin berolah
raga, melatih napas, berlari, meloncat, disamping tekun berlatih bulu tangkis.
Cita-cita akan memperkuat motivasi belajar intrinsic maupun ekstrinsik. Sebab
tercapainya suatu cita-cita akan mewujudkan aktualisasi diri. (Monks, 1989:
241-260; Schein, 1991:87-110; singgih Gunarsa, 1990: 183-199) .
b. Kemampuan
siswa
keinginan seorang anak perlu
dibarengi dengan kemampuan atau kecakapan mencapainya.keinginan membaca perlu
dibarengi dengan kemampuan mengenal dan mengucapkan bunyi huruf-huruf.
Kesukaran mengucapkan huruf “r” misalnya dapat diatasi dengan drill/melatih
ucapan “r” yang benar. Latihan berulang kali menyebabkan terbentuknya kemampuan
mengucapkan “r” atau kemampuan mengucapkan huruf-huruf yang lain , maka
keinginan anak untuk membaca akan terpengaruhi. Keberhasilan membaca suatu buku
bacaan akan menambah kekayaan penglaman hidup. Keberhasilan tersebut memuaskan
dan menyenangkan hatinya. Secara perlahan-lahan
terjadilah kegemaran membaca pada anak ynag semula sukar membaca huruf
“r” yang benar.secara ringkas dapat dikatakan bahwa kemampuan akan memperkuat
motivasi anak untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangan. Monks, 1989: 21;
Singgih Gunarsa 1990: 49) .
c. Kondisi Siswa
Kondisi siswa
yang meliputi kondsi jasmanidan rohanimempengaruhi motivasi belajar.seorang
siswa yang sedang sakit, lapar, atau marah-marah akan mengganggu perhatian
belajar. Sebaliknya, seseorang siswa yang sehat, kenyang dan gembira akan mudah
memusatkan perhatian pada penjelasan pelajaran. Anak yang sakit akan enggan
belajar. Anak yang marah-marah akan sukar memusatkan perhatian pada penjelasan
pelajaran. Sebaliknya, setelah siswa tersebut sehat ia akan mengejar
ketinggalan pelajaran. Siswa tersebut dengna senang hati membaca buku-buku
pelajaran agar ia memperoleh nilai rapor baik, seperti sebelum sakit. Dengan
kata lain, kondisi jasmani dan rohani siswa berpengaruh pada motivasi belajar.
d. Kondisi
lingkungan siswa
Lingkungan siswa dapat berupa
leadaan alam, lingkungan tempat tinggal,pergaulan sebaya, dan kehidupan
kemasyarakataan. Sebagai anggota masyarakat maka siswa dapat terpengaruh oleh
lingkungan sekitar. Bencana alam, tempat tinggal yang kumuh, ancaman rekan yang
nakal,perkelahian antar isswa, akan mengganggu kesungguhan belajar. Sebaliknya,
kampus sekolah yang indah, pergaulan siswa yang rukun, akan memperkuat motivasi
belajar. Oleh karena itu kondisi lingkungan sekolah yang sehat, kerukunan hidup
ketertiban pergaulan perlu dipertinggi mutunya. Dengan lingkugan yang aman,
tentram, tertib, dan indah maka semangata dan motivasi belajar mudah diperkuat.
e. Unsur-unsur
dinamis dalam belajar dan pembelajaran
Siswa memiliki perasaan, perhatian,
kemauan, ingatan dan pikiran yang mengalami perubahan berkat pengalaman hidup.
Pengalaman dengan teman sebayanya berpengaruh pada motivasi dan perilaku
belajar. Lingkungan siswa yang berupa lingkungan alam,lingkungan tempat
tinggal, dan pergaulan juga mengalami perubahan. Lingkungna budaya siswa yang
berupa surat kabar, majalah, radio, televise dan film semakin menjangkau siswa.
Kesemua lingkungan tersebut mendinamiskan motivasi belajar. Dengan melihat
tayangan televise tentang pembangunan bidang perikanan di Indonesia Timur
misalnya, maka seseorang siswa tertarik minatnya untuk belajar dan bekerja di
bidang perikanan. Pebelajar yang masih berkembang jiwa raganya, lingkungan yang
semakin bertambah baik berkat dibangun, merupakan kondisi dinamis yang bagus
bagi pembelajaran. Guru professional diharapkan mampu memanfaatkan surat kabar,
majalah, siaran radio, televise, dan sumber belajar disekitar sekolah untuk
memotivasi belajar.
f. Upaya guru
dalam membelajarkan siswa
Guru adalah seorang pendidik profesional. Ia
bergaul setiap hari dengan puluhan atau ratusan siswa. Interaksi efektif
pergaulan nya sekitar lima jam sehari. Rata-rata pergaulan guru dengan siswa SD
misalnya, berkisar antara 10-20 menit persiswa. Intensitas pergaulan tersebut
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jiwa siswa. Dengan kata-kata ynag
arif seperti “suaramu membaca sangat merdu” saat siswa kelas satu SD, maka
pujian guru tersebut dapat menimbulkan kegemaran membaca.
Guru adalah pendidik yang
berkembang. Tugas profesionalnya mengharuskan ddia belajar sepanjang hayat.
Belajar sepanjang hayat tersebut sejalan dengan masyarakat dan lingkungan
sewkitar sekolah yang juga dibangun. Guru tidak sendirian belajar sepanjang
hayat. Ingkungan sosial guru, lingkungan uday guru, dan kehidupan guru perlu
diperhatikan oleh guru. Sebagai pendidik, guru dapat memilah dan memilih yang
baik. Partisipasi dan teladan memilih perilaku yang baik tersebut sudah
merupakan upaya pembelajarkan siswa.
Upaya guru pembelajarkan siswa
terjadi dis ekolah dan diluar sekolah. Upaya pembelajaran disekolah meliputi
hal-hal berikut: (i) menyelenggarakan tertib di sekolah, (ii) membina disiplin
belajar dalam tiap kesempatan, seperti pemanfaatan waktu dan pemeliharaan
fasilitas sekolah, (iii) membina belajar tertib pergaulan, dan (iv) membina
belajar tertib lingkungan sekolah. Disamping penyelenggaran tertib yang umum
tersebut, maka setiap individual tiap guru menhadapi anak didiknya. Upaya
pembelajaran tersebut meliputi (i) pemahaman tentang diri sisa dalam rangka
kewajiban tertib belajar, (ii) pemanfaatan penguatan berupa hadiah, kritik,
hukuman secara tepat guna , dan ( iii) mendidik cinta belajar.
Upaya pembelajaran guru disekolah tidak
terlepas dari kegiatan luar sekolah. Pusat pendidikan luar sekolah yang penting
adalah keluarga, lembaga agama, pramuka, dan pusat pendidikan pemuda yang lain.
Siswa sekolah pada umumnya tergabung dalam pusat-pusat pendidikan tersebut.
Guru professional dituntut menjalin kerja sama pedagogis dengan pusat-pusat
pendidikan tersebut. Upaya mendidikan belajar “tertib hidup” merupakan kerja
sama sekolah dan luar sekolah sebagai ilustrasi, pendidikan “tertib hidup” itu
meliputi pemeliharaan kebersihan, pemeliharan fasilitas umum, tertib lalu
lintas, tertib pergaulan, dan tertib hidup sebagai umat beragama (winkel, 1991:
110-135; monks, 1989: 21) .
2.5
Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar
Perilaku belajar merupakan salah
satu perilaku. Seorang anak yang membaca iklan surat kabar dengan keinginan
mencari sekolah yang baik akan memperoleh kkepuasan Karena ia memperoleh
informasi yang benar. Keinginan belajar di sekolah tertentu dipusatkan dengan
iklan yang benar. Membaca iklan tersebut sebab ia membaca dengan motivasi
mencari sekolah. Hal tersebut tidak di alami oleh anak lain yang membaca iklan
secara iseng. Perilaku membbaca pada anak “pencari informasi sekolah” berbeda dengan perilaku membaca pada anak
yang secara iseng membaca iklan. Motif
membaca terhadap kedua anak tersebut berbeda. Demikian halnya dengan motif
belajar pada siswa yang sedang membaca buku pelajaran. Membaca dengan motivasi
mencari sesuatu lebih berarti bila dibandingkan dengan membaca tanpa mencari
sesuatu.
a.
Optimalisasi penerapan prinsip belajar
Perilaku
belajar di sekolah telah menjadi pola umum. Sejak usia enam tahu, siswa masuk
sekolah selama lima-enam jam sehari. Sekurang-kurangnya tiap siswa mengalami
belajar di sekolah selama Sembilan tahun. Dari segi perkembangan, ada siswa
yang semula hanya ikut-ikutan, suka bermain, belum mengerti faedah belajar.
Dengan bermain-main merupakan hal yang menyenangkan bagi sebagian besar soswa.
Siswa akan menyadari bahwa bermain, belajar sungguh-sungguh, pemberian motivasi
belajar, belajar giat, istirahat,
belajar lagi, dan kemudian bekerja adalah pola perlikau kehidupan yang
wajar bagi anggota masyarkat.
Upaya
pembelajaran terkait dengan beberapa prinsip belajar.
1.
Belajar menjadi
bermakna bila siswa memahami tujan belajar; oleh karena itu, guru perlu
menjelaskan tujuan belajar secara hierarkis.
2.
Belajar menjadi
bermakna bila siswa dihadapkan pada pemecahan masalah yang menantangnya; oleh
karena itu, peletakan urutan masalah yang menantang harus disusun dengan baik.
3.
Belajar menjadi
bermakna bila guru mampu memusatkan segala kemampuan mental siswa dalam program
kegiatan tertentu; oleh karena itu di samping mengajarkan bahan secara
terpisah-pisah, guru sebaiknya membuat pembelajaran dalam pengajaran unit atau
proyek.
4.
Sesuai dengan
perkembangan jiwa siswa, maka kebutuhan bahan-bahan belajar siswa semakin
bertambah, oleh karena itu, guru perlu mengatur bahan dari yang paling
sederhana sampai paling menantang.
5.
Belajar menjadi
menantang bila siswa memahami prinsip penilaian dan faedah nilai belajarnya
bagi kehidupan di kemudiana hari; oleh karena itu, guru perlu memberitahukan
kriteria keberhasilan atau kegagalan belajar.
b.
Optimalisasi unsur dinamis belajar dan pembelajaran
Seorang
siswa akan belajar dengan seutuh pribadinya. Perasaan, kemauan, pikiran,
perhatian, fantasi, dan kemampuan yang yang lain tertuju pada belajar. Meskipun
demikian ketertujuan tersebut tidak selamanya berjalan dengan lancar.
Guru
adalah pendidik dan sekaligus pembimbing belajar. Guru lebih memahami
keterbatasan waktu bagi siswa. Seringkali siswa lengah tentang nilai kesempatan
belajar. Oleh karena itu guru dapat mengupayakan optimalisasi unusur-unsur
dinamis yang ada dalam diri siswa dan yang ada dalam lingkungan siswa.
1.
Pemberian kesempatan
pada siswa untuk mengungkap hambatan belajar yang dialaminya.
2.
Memelihara minat,
kemauan dan semangat belajarnya sehingga terwujud tindak belajar; betapa lambat
gerak belajar, guru “tetap secara terus-menerus” mendorong; dalam hal ini
berlaku semboyan “lambat asal selamat, tak akan lari gunung dikejar”.
3.
Memanfaatkan
unsur-unsur lingkungan yang mendorong belajar; misalnya surat kabar, dan
tayangan televise yang mengganggu pemusatan perhatian belajar agardicegah.
4.
Menggunakan waktu
secara tertib, penguat dan suasan gembira terpusat pada perilaku belajar; pada
tingkat ini guru memberrlakukan upaya “belajar merupakan aktualisasi diri
siswa”
5.
Meminta kesempatan pada
orang tua siswa atau wali murid, agar memberi kesempatan kepada siswa untuk
beraktualisasi diri dalam belajar.
6.
Guru merangsang siswa
dengan penguatan dengan memberi rasa percaya diri bahwa ia dapat mengatasi
segala hambatan dan “pasti berhasil”; sebagai ilustrasi, siswa dibebaskan rasa
harga dirinya dengan berbuat sampai berhasil.
c.
Optimalisasi pemanfaatan pengalaman dan kemampuan siswa
Perilaku
belajar siswa merupakan rangkaian tindak-tindak belajar setiap hari. Perilaku
belajar setiap hari bertolak dari jadwal pelajaran sekolah. Untuk menghadapi
hari pertama masuk sekolah guru
telah membuat rancangan pengajaran. Sedangkan siswa telah terbiasa dengan
membaca buku pelajaran.
Siswa mempelajari berbagai mata
pelajaran selama dua puluh sampai tiga puluh jam pelajaran tiap minggu. “jatah
bahan pelajaran ” tiap tahun terdiri dari beberapa buku pelajaran. Dan
buku-buku pelajaran tersebut terhitung sampai dua ratus hingga tiga ratus
halaman per-buku. Tiap siswa memiliki kecepatan membaca buku sendiri: sebagai
ilustrasi, siswa kelas lima SD menghabiskan waktu tiga puluh menit untuk
memahami bahan sejumlah enam halaman. Kecepatan membaca buku tersebut
berpengaruh pada penyelesaian belajar tiap hari. Secara umum diketahui siswa SD
memerlukan waktu hingga dua atau tiga jam tiap hari. Di harapkan dalam rentan
waktu tersebut dapat menjadi kebiasaan bagi siswa.
Guru adalah penggerak perjalanan bagi belajar siswa. Sebagai
penggerak, maka guru perlu memahami dan mencatat kesukaran-kesukaran siswa.
Sebagai fasilitator belajar, guru diharapkan memantau ‘tingkat kesukaran pengalaman
belajar” dan segera membantu mengatasi kesukaran belajar. “bantuan mengatasi
kesukaran belajar” perlu diberikan sebelum siswa putus asa. Guru wajib
menggunakan pengalaman belajar dan kemampuan siswa dalam mengelola siswa
belajar.
1.
Siswa ditugasi membaca
bahan belajar sebelumnya; tiap membaca bahan belajar siswa mencatat hal-hal
yang sukar, catatan hal-hal yang sukar tersebut diserahkan kepada guru.
2.
Guru mempelajari
hal-hal yang sukar bagi siswa.
3.
Guru memecahkan hal-hal
yang sukar.
4.
Guru mengajarkan cara
memecahkan dan mendidikan keberanian mengatasi kesukaran.
5.
Guru mengajak serta
siswa mengalami dan mengatasi kesukaran.
6.
Guru memberi kesempatan
kepada siswa yang mampu memecahkan masalah untuk membantu rekan-rekanya yang
mengalami kesukaran .
7.
Guru memberi penguatan
kepada siswa yang berhasil mengatasi kesukaran belajarnya sendiri.
8.
Guru menghargai
pengalaman dan kemamouan siswa agar belajar secara mandiri. (Monks, 1989:
293-305; Winkel, 1991: 110-119; Joyce & Weil, 1980: 105-129 dan 147-143)
d.
Pengembangan cita-cita dan aspirasi belajar
Belajar
di sekolah menjadi pola umum kehidupan warga masyarakat Indonesia. Dewasa ini
keinginan hidup lebih baik telah dimiliki oleh masyarakat. Belajar telah dijadikan alat hidup. Wajib
belajar Sembilan tahun menjadi kebutuhan hidup. Oleh karena itu warga masyarakat
mendambakan agar anak-anaknya memperoleh tempat belajar di sekolah yang baik.
Sejak
usia enam tahun siswa telah memperoleh kesempatan belajar disekolah. Dengan
belajar membaca, menulis dan matematika di kelas rendah SD, siswa memiliki
keterampilan dasar. Dengan
keterampilan dasr tersebut, siswa dapat memuaskan rasa ingin tahunya lewat
membaca, mengamati, dan bernalar. Pemerolehan pengetahuan awal ini menimbulkan
rasa percaya diri.
Cita-cita
awanya adalah ingin menjadi orang baik. Inigin berguna dan bebas 3 B (buta
aksara, buta bahasa Indonesia, dan buta pengetahuan umum). Keterampilan dasar
3M telah dihayati sebagai kebutuhan vital sejak anak kecil. Pemenuhan kebutuhan
tersebut terjadi bila anak sekolah.
Memasyarakatkan
“cita-cita untuk hidup lebih baik” tersebut akan mempunyai pengaruh pada
generasi muda. Namun pengaruh tersebut di kembangkan lebih lanjutoleh guru dan
pebdidik yang lain. Pengaruh yang bersifat individual, seperhalnya dengan
makanan yang bergizi. Sekolah sebagai pusat kegiatan belajar adalah tempat tim
guru professional mendidik. Tim guru bekerja secara berkesinambungan, sejak TK,
SD, SLTP, SLTA. Dengan berlangsungnya wajib belajar Sembilan tahun setiap siswa
lulusan SLTP, sekurang-kurangnya telah bergaul dengan 25 orang guru. Kedua puluh
lima orang guru tersebut membangun dasar kepribadian warga masyarakat. Guru
berkesepakatan mengembangkan cita-cita belajar. Pengembangan cita-cita belajar
tersebut juga menjadu cita-cita masyarakat yang berubah menjadi masyarakat
belajar.
Guru
adalah pendidik anak bangsa. Ia berpeluang merekayasa dan mendidikan cita-cita
bangsa. Mendidikan cita-cita belajar pada siswa merupakan upaya memberantas
kebodohan masyarakat.
1.
Guru menciptakan
suasana belajar yang menggembirakan , seperti mengatur kelas yang indah dan
tertib.
2.
Guru mengikutsertakan
semua siswa untuk memelihara fasilitas belajar.
3.
Guru mengajak serta
siswa untuk membuat perlombaan unjuk belajar, seperti lomba baca, karya ilmiah,
tanam bunga, melukis, kerajinan dll.
4.
Guru mengajak serta
orang tua siswa untuk memperlengkap fasilitas belajar seperti buku bacaan,
majalah, alat olah raga, dll.
5.
Guru memberanikan siswa
untuk mencatat keinginan-keinginan di notes pramuka, dan mencatat keinginan
yang tercapai dan tak tercapai.
6.
Guru bekerja sama
dengan pendidik lain seperti orang tua, ulama atau pendeta, pramuka dan para
instruktur pendidik pemuda, untuk mendidikan mengembangkan cita-cita belajar
sepanjang hayat.
Dalam
rangka pengembangan cita-cita belajar tersebut, guru dan pendidik lain dapat
membuat program-program belajar. Program-program yang dapat dilakukan bersama
antar lain;
1.
Program baca yang
diselenggarakan untuk menyambut hari kemerdekaan
2.
Program lomba karya
tulis ilmiah, seni rupa, kerajinan, unjuk kreatifitas seni, dan
3.
Program kebaktian
social bagi siswa dan karang taruna.
Guru dan pendidik lain yang berlaku
“tut wuri handayani”. Secara ringkas dapat di kemukakan bahwa pengembangan
cita-cita belajar tersebut ‘ditempuh” dengan jalan membuat kegiatan belajar
sesuatu. Sebaliknya, dorongan keberanian untuk memiliki cita-cita diberikan
kepada setiap siswa yang berasal dari semua lapisan masyarakat.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Pengertian Motivasi dan Belajar Menurut Para Ahli
A.
Pengertian Motivasi
1. Tabrani Rusyam (1980:100) Motivasi
adalah perbuatan energi dalam diri seseorang ditandai dengan timbulnya perasaan
dari reaksi untuk mencapai tujuan.
2. Soejono Trimo (1986:174) Motivasi
pada hakikatnya merupakan suatu karakteristik atau suatu kepribadian yang cukup
stabil sehingga setiap individu dipandang berbeda dari individu yang lain,
termasuk orientasinya terhadap pekerjaan/tugasnya.
3. Sardiman AM (1996:75) Motivasi
adalah serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga
seseorang itu mau dan ingin melakukan sesuatu dan bila ia tidak suka maka akan
berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu.
4. Koeswara, 1989; Siagian, 1989;
Schein,1991; Biggs dan Telfer, 1987. Motivasi dipandang sebagai dorongan mental
yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar.
Dalam motivasi terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan,
menyalurkan, dan mengarahkan sikap dan perilaku individu belajar.
B. Pengertian Belajar
Secara umum
belajar adalah suatu proses yang menyebabkan perubahan dalam tingkah laku
atau kecakapan manusia, yang bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan
yang bersifat fisiologis.
Adapun pengertian belajar menurut beberapa para ahli:
1. Ernest R. Hilgard dalam bukunya yang
berjudul “Introduction To Psychology”. Belajar adalah suatu proses dimana
ditimbulkan atau dirubahnya suatu kegiatan, karena mereaksi terhadap suatu
keadaan.
2. H. C. Witherington dalam bukunya “Educational
Psychology” Mengemukakan bahwa belajar adalah suatu perubahan di dalam
kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang
berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian.
3. Gagne, 2004. Belajar adalah sebuah sistem
yang di dalamnya terdapat berbagai unsur yang saling terkait sehingga
menghasilkan perubahan perilaku.
Pengertian Motivasi Belajar
Berdasarkan
pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah suatu daya
yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu (dalam artian belajar)
untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Motivasi
diperlukan dalam melakukan berbagai kegiatan, karena motivasi merupakan salah
satu cara untuk fokus terhadap suatu tujuan yang telah ditetapkan. Begitu pula
dalam hal belajar, motivasi juga sangat diperlukan dan dianggap sebagai suatu
keharusan dalam mencapai tujuan belajar. Di mana untuk menuju tujuan belajar
tersebut, motivasi berfungsi sebagai penyeleksi segala kegiatan yang kita
kerjakan, yakni menentukan kegiatan yang bermanfaat guna mencapai tujuan,
dengan menyisihkan kegiatan yang tidak bermanfaat secara langsung terhadap
tujuan yang telah ditetapkan.
Dengan kata
lain motivasi yang diharapkan adalah sebagai motor penggerak dari setiap kegiatan
proses belajar mengajar untuk menuju suatu tujuan tertentu. Semakin tepat
pemberian motivasi, maka semakin mudah pula untuk menuju dan mewujudkan tujuan
belajar yang bermuara akhir pada hasil pembelajaran berupa prestasi yang baik.
Sehingga motivasi sangat dianggap penting dalam proses pembelajaran, baik
peserta didiknya maupun pendidiknya.
Dalam segi
peserta didik, motivasi belajar berfungsi sebagai berikut:
1.
Mendorong manusia untuk berbuat atau kegiatan yang akan dikerjakan
2.
Menentukan arah perbuatan yakni kearah tujuan yang hendak dicapai.
3.
Menyeleksi perbuatan yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus
dikerjakan guna mencapai tujuan dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang
tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.
4.
Pendorong usaha dan pencapaian prestasi.
3.2 Fungsi
dan Ciri Motivasi
Dalam proses
belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai
motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melaksanakan aktivitas belajar.
Motivasi diperlukan dalam menentukan intensitas usaha belajar bagi para siswa.
Menurut Djamarah (2002 : 123) ada tiga fungsi motivasi:
- Motivasi sebagai pendorong perbuatan. Motivasi
berfungsi sebagai pendorong untuk mempengaruhi sikap apa yang seharusnya
anak didik ambil dalam rangka belajar.
- Motivasi sebagai penggerak perbuatan. Dorongan
psikologis melahirkan sikap terhadap anak didik itu merupakan suatu
kekuatan yang tak terbendung,yang kemudian terjelma dalam bentuk gerakan
psikofisik.
- Motivasi sebagai pengarah perbuatan. Anak didik
yang mempunyai motivasi dapat menyeleksi mana perbuatan yang harus
dilakukan dan mana perbuatan yang diabaikan.
Menurut
Hamalik (2003:161) fungsi motivasi adalah :
- Mendorong timbulnya suatu kelakuan atau
perbuatan. Tanpa adanya motivasi maka tidak akan timbul perbuatan seperti
belajar
- Motivasi berfungsi sebagai pengarah. Artinya
mengarahkan perbuatan ke pencapaian tujuan yang diinginkan.
- Motivasi berfungsi sebagai penggerak. Motivasi
berfungsi sebagai mesin dalam mobil. Besar kecilnya motivasi akan
menentukan cepat lambatnya suatu pekerjaan.
Menurut
Sardiman (2006:85) ada 3 fungsi motivasi :
- Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai
penggerak atau motor yang melepaskan energi.
- Menentukan arah perbuatan, yaitu kearah tujuan
yang hendak dicapai
- Menyeleksi perbuatan yakni menentukan
perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai
tujuan dengan menyisihkan tujuan-tujuan yang tidak bermanfaat bagi tujuan
tersebut.
Dengan adanya usaha yang tekun dan didasari motivasi maka siswa akan belajar
dengan baik dan prestasi belajar akan optimal.
.
Ciri-ciri
motivasi
Menurut Sardiman (2006 : 83) motivasi pada diri seseorang itu memiliki
ciri-ciri :
1. Tekun menghadapi tugas
2. Ulet menghadapi kesulitan (tidak
lekas putus asa)
3. Menunjukkan
minat terhadap bermacam-macam masalah
4. Lebih senang bekerja mandiri
5. Tidak cepat
bosan terhadap tugas-tugas yang rutin
6. Dapat
mempertahankan pendapatnya
7. Tidak cepat
menyerah terhadap hal yang diyakini
8. Senang
mencari dan memecahkan masalah soal-soal.
Apabila seseorang mempunyai ciri-ciri tersebut, berarti siswa mempunyai
motivasi yang cukup kuat. Kegiatan belajar mengajar akan berhasil baik jika
siswa memiliki minat untuk belajar, tekun dalam menghadapi tugas, senang
memecahkan soal-soal, ulet dalam mengatasi kesulitan belajar.
3.3 Komponen Utama Motivasi
Ada tiga komponen utama dalam
motivasi yaitu (i) kebutuhan, (ii) dorongan, dan (iii) tujuan.
A. Kebutuhan
Kebutuhan terjadi bila individu
merasa ada ketidakseimbangan antara apa yang ia miliki dan yang ia harapkan.
sebagai ilustrasi, siswa merasa bahwa hasil belajaranya rendah, padahal ia
memiliki buku pelajaran yang lengkap. Ia merasa memiliki cukup waktu, tetapi ia
kurang baik mengatur waktu belajar. Waktu belajar yang digunakannya tidak
memadai untuk mempeoleh hasil belajar yang baik. ia membutuhkan hasil belajar
yang baik. oleh karena itu siswa mengubah cara-cara belajarnya.
B. Dorongan
Merupakan kekuatan mental untuk
melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi harapan. Dorongan merupakan kekuatan
mental yang berorientasi pada pemenuhan harapan atau pencapaian tujuan.
Dorongan yang berorientaasi pada tujuan tersebut merupakan inti motivasi.
Sebagai ilustrasi, siswa kelas tiga SMA memiliki harapan untuk dapat diterima
sebagai mahasiswa fakultas tenik. Siswa tersebut mengambil kursus tambahan dan
belajar lebih giat. Menyadari hasil belajar bertambah baik tersebut, maka
semangat belajar siswa semakin tinggi.
C. Tujuan
Adalah hal yang ingin dicapai oleh
seorang individu. Tujuan tersebut mengarahkan perilaku dalam hal ini perilaku
belajar. Pada kasus siswa mengambil kursus dan bersemangat belajar tinggi
tersebut menunjukkan bahwa siswa bertujuan lulus UMPTN dan diterima di fakultas
teknik (Koeswara, 1989; Siagian, 1989; Schein, 1991; Biggs & Telfer, 1987).
Ada baiknya bila pembahasan
dilanjutkan kepada hal yang berkenaan dengan kebutuhan. Maslow membagi
kebutuhan menjadi lima tingkat, yaitu (i) kebutuhan fisiologis, (ii) kebutuhan
akan perasaan aman, (iii) kebutuhan sosial, 9iv) kebutuhan akan penghargaan
diri, dan (v) kebutuhan untuk aktualisasi diri. kebutuhan fisiologis berkenaan
dengan kebutuhan pokok manusia seperti pangan, sandang, dan perumahan. Kebutuhan
akan rasa aman berkenaan dengan keamanan yang bersifat ifsik dan psikologis.
Sebagai ilustrasi, individu tidak boleh diganggu secara fisik dan biarkan untuk
berkreasi. Kebutuhan sosial berkenaan dengan perwujudan berupa ditrima oleh
orang lain, jati diri yang khas, berkesempatan maju, merasa diikutsertakan, dan
pemilikan harga diri.
Sebagai illustrasi, individu
diperbolehkan menumbuhkan jati dirinya, dan dia ”diorangkan” oleh masyaraktnya.
Kebutuhan untuk aktualisasi diri berkenaan dengan kebutuhan individu untuk
menjadi sesuatu yang sesuai dengan kemampuannya. Sebagai ilustasi, seorang anak
desa boleh menjadi seorang prajurit, berpangkat jendral, dan menjadi kepala
negara, karena dia mampu dan diberi peluang.
Ahli lain, Mc. Cleland berpendapat
bahwa setiap orang memiliki tiga jenis kebutuhan dasar, yaitu (i) kebutuhan
akan kekuasaan, (ii) kebutuhan untuk berafiliasi, dan (iii) kebutuhan
berprestasi. Kebutuhan akan kekuasaan terwujud dalam keinginan mempengaruhi
orang lain. Sebagai ilustrasi, sseorang siswa kelas dua SMP mengajak teman
sebayanya berkemah. Jika sebagian besar teman sepakat, ia merasa senang. Jika
ada yang membantah, ia berupaya agar teman tersebut menyetujuinya. Kebutuhan
berafiliasi tercermin dalam terwujudnya situasi bersahbat dengan orang lain.
Sebagai ilustrasi, seorang siswa SMP menghimpun rekan bermain tenis meja tanpa
membedakan asal sekolah. Kebutuhan berprestasi terwujud dalam keberhasilan
melakukan tugas-tugas yang dibebankan. Sebagai ilustrasi, seoarng siswa
memimpin regunya untuk memenangkan pertandingan bola voli menghadapi sekolah
lain. Siswa tersebut juga ikut serta lomba baca puisi dan memenangkannya.
Ketiga kebutuhan dasar tersebut sebenarnya saling melengkapi.
Dari segi dorongan, menurut Hull
dorongan atau motivasi berkembang untuk memenuhi kebutuhan oraganisme. Di
samping itu juga merupakan sistem yang memungkinkan organisme dapat memelihara
kelangsungan hidupnya. kebutuhan-kebutuhan organisme merupakan penyebab
munculnya dorongan, dan dorongan akan mengaktifkan tingkah laku mengembalikan
keseimbangan fisiologis organisme. Tingkah laku organisme terjadi disebabkan
oleh respons dari organisme, kekuatan dorongan orgainsem, dan penguatan kedua
hal tersebut. Hull memang menekankan doorngan sebagai motivasi penggerak utama perilaku,
tetapi kemuadian juga tidak sepenuhnya menolak adanya pengaruh faktor-faktor
eksternal. Dalam hal ini insentif (hadiah atau hukuman) mempengaruhi intesitas
dan kualitas tingkah laku organisme. Sebagai ilustrasi, seoarng siswa SMP yang
berlomba pada suatu kejuaraan lari di PON. Semua ia merespons aba-aba awal,
berlari secepat mungkin, dan makin bersemangat pada saat mendekati garis finis:
tepukan penonton lebih memperkuat semangatnya untuk memenangkan perlombaan.
Teori Hull merupakan dasar yang penting untuk penelitian tentang motivasi lebih
lanjut. Teori dorongan Hull ini juga berguna dlaam pembelajaran (Koeswara.
1989; Siagian, 1989; Schein, 1991; Biggs & Telfer, 1987).
Dari segi tujuan, maka tujuan
merupakan pemberi arah ada perilaku, secara psikologis, tujuan merupakan titik
akhir “sementara” pencapaian kebutuhan. Jika tujuan tercapai, maka kebutuhan
terpenuhi untuk “sementara” jika kebutuhan terpenuhi, maka orang menjadi puas
dan dorongan mental untuk berbuat “terhenti sementara”. Sebagai ilustrasi Siswa
kelas tiga SMA yang ingin diterima belajar di fakultas teknik. Siswa tersebut
belajar dengan giat sejak awal. Dalam belajar ia memiliki tujuan agar hasil
belajarnya selalu baik. pada akhri semester, ia memiliki nilai tergolong baik
dan menduduki peringkat atas di kelasnya. Ia mempergiat belajar, sebab menjadi
juara kelas bukan tujuan yang diinginkan. Paada saat menghadapi ujian EBTANAS
ia masih bergiat belajar. Ia memperoleh nilai sangat baik dalam EBTANAS. Tetapi
lulus EBTANAS bukanlah tujuan akhir, hanyalah tujuan “sementara”. Ia belajar
dengan bersemangat dlam menghadapi UMPTN. Dengan ketekunan belajar tersebut ia
diterima di fakultas tekik yang terkenal. Sebelum masuk kuliah ia belum giat
belajar, sebab keinginan masuk ke fakultas teknik telah tercapai. Setelah
kuliah dimulai, mahasiswa fakultas teknik tesebut mulai belajar lagi. Tujuan
belajar yang baru baginya adalah lulus fakultas teknik dan memperoleh pekerjaan
di perusahaan yang terkenal. Untuk lulus fakultas teknik tersebut ia harus lulus
ujian semua mata kuliah. Oleh karena itu, ia bersemangat belajar tinggi
menghadapi mata kuliah sejak semester satu. Ia memelihara semangat belajar yang
tinggi sampai lulus fakultas teknik.
Lama kekuatan mental dalam diri
individu adalah sepanjang tugas perkembangan manusia. Menurut Havighurst
tugas-tugas perkembangan tersebut meliputi masa bayi, anak sekolah, masa muda,
masa dewasa muda, usia tengah baya, dan masa dewasa lanjut. Siswa SLTP dan SLTA
memikul tugas perkembangan masa muda dalam masa ini siswa belajar menerima
peran di komunitasnya, belajar secara bertanggungjawab demi masa depan sendiri,
dan belajar berbagai keterampilan hidup.
Menurut Monks, kekuatan mental atau
kekuatan motivasi tersebut dapat dipeliahara. Perjalanan perilaku manusia, termasuk
perilaku belajar dapat diperkuat dan dikembangkan. Menurut Monks, paham-paham
interaksionis, paham tugas perkembanga, dan teori emansipasi mengakui
pentingnya pemeliharaan kekuatan motivasi belajar. Dorongan dari dalam atau
kekuatan mental dan pengaruh dari luar berpengaruh pada kemajuan individu.
Interaksi kekuatan mental dan lingkungan luar tersebut ditentukan pula oleh
respons dan prakarsa pribadi pelaku.
3.4
Contoh Jenis dan Sifat Motivasi Menurut Para Ahli
A. Motivasi
primer
Adalah motivasi yang didasarkan pada
motif-motif dasar. Motif- motif dasar tersebut umumnya berasal dari segi
biologis atau jasmani manusia. Manusia adalah mahluk berjasmani, sehingga
perilakunya terpengaruh oleh insting atau kebutuhan jasmaninya. Mc dougall
misalnya, berpendapat bahwa tingkah laku terdiri dari pemikirian tentang
tujuan, perasaan subjektif, dan dorongan mencapai kepuasan. Insting
itu memiliki tujuan dan memerlukan pemuasaan. Tingkah laku insting
tersebut dapat diaktikan, dimodifikasi, dipicu secara spontan, dan dapat
diorganisasikan. Diantara insting yang penting adalah memelihara, mencari
makan, melarikan diri, berkelompok, mempertahankan diri, rasa ingin tahu,
membangun, dan kawin (koeswara,1989; jalaludin rakhmat, 1991) .
B. Motivasi
sosial atau motivasi sekunder
Motivasi ini memegang peran penting
bagi kehidupan mansusia. Para ahli membagi motivasi sekunder tersebut
menurut pandangan yang berbeda-beda. Thomas dan znaniecki
menggolong-golongkan motivasi sekunder menjadi keinginan-keinginan (i) memperoleh
pengalaman baru, (ii) untuk mendapat respons, (iii) memperoleh pengakuan, dan
(iv) memperoleh rasa aman. Mc Cleland menggolongkannya menjadi
kebutuhan-kebutuhan untuk (i) berprestasi, seperti bekerja dengan kualitas
produksi tinggi, dan memperoleh IPK 3,50 ke atas, (ii) memperoleh kasih sayang
seperti rela berkorban untuk srsama, dan (iii) memperoleh kekuasaan, seperti
kesetiaan pada tujuan perkumpulan.
Maslow menggolongkannya menjadi
kebutuhan-kebutuhan untuk (i) memperoleh rasa aman, (ii) memperoleh kasih
sayang dan kebersamaan, (ii) memperoleh penghargaan, dan (iv) pemenuhan diri atau aktualisasi
diri. Pemenuhan diri tersebut dilakukan dengan berbagai cara seperti
ungkapan dalam kesenian, berdramawisata, membentuk hubungan persahabatan, atau
berusaha menjadi teladan.
Ahli lain, Marx menggolongkan
motivasi sekunder menjadi (i) kebutuhan organisme seperti motif ingin tahu,
memperoleh kecakapan, berprestasi, dan (ii) motif-motif sosial seperti kasih
sayang, kekuasaan dan kebebasan (jalaluddin rakhmat, 1991: 34-39 ;sumadi
suryabrata, 1991: 250-253; singgih Gunarsa, 1990: 115-125).
Perilaku motivasi sekunder juga
terpengaruh oleh adanya sikap. Sikap adalah suatu motif yang dipelajari.
Ciri-ciri sikap, yakni (i) merupakan kecenderungan berpikir, merasa, kemudian
bertindak, (ii) memiliki daya dorong bertindak, dan (v) dapat timbul dari
pengalaman, dapat dipelajari atau berubah.
Perilaku
juga terpengaruh oleh emosi. Emosi menunjukan adanya sejenis kegoncangan
seseorang. Kegoncanngan tersebut disertai proses jasmani, perilaku, dan
kesadaran. Emosi memiliki fungsi sebagai (i) pembangkit energy; misalnya,
karena dicemoohkan orang menjadi berusaha keras sehingga berhasil; (ii) pemberi
informasi pada orang lain, seperti rasa sedih terlukis dalam wajah, (iii)
pembawa pesan dalam berhubungan dengan orang lain, seperti pembicara yang
bersemangat menimbulkan semangat kerja, dan (iv) sumber informasi tentang diri
seseorang, seperti pemerolehan rasa sehat wal afiat. Emosi memiliki
intensitas dan lama berlaku. Ada emosi yang ringan, kuat, dan
disintergratif. Emosi yang ringan berakibat meningkatkan perhatian pada
objek yang dihargai. Misalnya, orang tertarik pada tontonan yang
memikat. Emosi kuat disertai perubahan fisiologis yang kuat. Misalnya
orang marah, maka detak jantung bertambah dan perbahsan meningkat. Emosi
yang disintegratif terjadi bila kekuatan emosi memuncak, dan terjadi perubahan
perilaku. Misalnya, orang yang berada dalam perdebatan dapat berubah
menjadi perkelahian. Dari segi lamanya berlaku, ada emosi yang berjalan
sebentar, berjam-jam, atau bahkan beberapa hari. Bagi kepentingna tugas
perkembangan maka yang diperlukan emosi yang berlangsung dalam waktu beberapa
hari, berminggu-minggu, bahkan sepanjang masa belajar (Jalalludin Rakmat, 1991;
Sumadi Suryabrata, 1991; Biggs & Telfer, 1987).
Perilaku
juga terpengaruh oleh kebiasaan dan kemauan. Kebiasaan merupakan perilaku
menetap dan berlangsung otomatis. Kemungkinan besar, perilaku tersebut
merupakan hasil belajar. Kemauan merupakan tindakan mencapai tujuan secara
kuat. Kemauan seseorang timbul karena adanya (i) keinginan yang kuat untuk
mencapai tujuan, (ii) pengetahuan tentang cara memperoleh tujuan, (iii) energi
dan kecerdasan, dan (iv) pengeluaran energi yang tepat untuk mencapai tujuan. Dengan
kata lain, kebiasaan dan kemauan seseorang mempertinggi motif untuk
berperilaku. Motivasi belajar diperkuat dengan adanya sikap, emosi,
kesadaran, kebiasaan, dan kemauan (Sumadi Suryabrata, 1991; Singgih Gunarsa,
1990; Monks, Knoers, Siti Rahayu, 1989).
Bagan 3. 1 melukiskan perilaku
belajar yang mengandung motivasi belajar, yang dikelola oleh guru dan dihayati
oleh siswa. Bagan 3. 1 melukiskan hal berikut:
(1) Guru adalah pendidik yang
berperan dalam rekayasa pedagogis. Ia menyusun desain pembelajaran, dan
dilaksanakan dalam proses belajar mengajar. Guru bertindak membelajarkan
siswa yang memiliki motivasi intrinsik.
(2) Siswa adalah pebelajar yang
paling berkepnetingan dalam menghayati belajar. Ada siswa yang telah
berkeinginan memperoleh pengalaman, keterampilan, dan pengetahuan sejak
kecil. Siswa tersebut memiliki motivasi intrinsik. Siswa yang lain
baru memilki keinginan memperoleh pengalaman, keterampilan, dan pengetahuan
berkat teman sebayanya. Mereka ini memilki motivasi ekstrinsik.
(3) dalam proses belajar
mengajar, guru melakukan tindakan mendidik seperti memberi hadiah, memuji,
menegur, menghukum,atau memberi nasihat. Tindakan guru tersebut berarti
menguatkan motivasi intrinsic; tindakan guru tersebut juga berarti mendorong
siswa belajar, suatu penguatan motivasi ekstrinsik. Siswa tertarik belajar
karena ingin memperoleh hadiah atau menghindari hukuman. Dalam hal ini
siswa “menghayati” motivasi intrinsic atau motivasi ekstrinsik, dan bertambah
bersemangat untuk belajar. Sesuai dengan tugas perkembangan, maka siswa
dapat bangkit untuk beremansipasi menjadi mandiri. Emansipasi kemandirian
tersebut berlangsung sepanjang hayat sesuai dengan tingkat pertumbuhan dalam
memenuhi kebutuhan pribadi.
(4) dengan belajar yang
bermotivasi, siswa memperoleh hasil belajar. Hasil belajar dapat
dikategorikan sebagai hasil belajar sementara, bagian, tak lengkap, atau yang
lengkap dari segi rekayasa, maka hasil belajar tersebut di bedakan menjadi
(5) Dampak belajar dan dampak pengiring.
Dampak pengajaran adalah hasil belajar yang segera dapat diukur, yang terwujud
dalam nilai rapor, nilai EBTANAS, nilai ijazah atau transkip IP. Sebagian
besar rekayasa pedagogis guru terwujud
sampai pada dampak pengajaran.
(6) Dampak pengiring adalah unjuk
kerja siswa setelah mereka lulus ujian atau merupakan transfer hasil belajar
disekolah. Munculnya dampak pengiring bila lulusan sekolah menghadapi
masalah. Dampak pengiring terletak dalam kepentingan siswa sendiri.
Dari segi tugas perkembangan jiwa, maka dampak pengiring merupakan unjuk tugas
perkembangan untuk mencapai aktualisasi diri secara penuh. Dampak
pengiring merupakan sarana untuk melakukan emansipasi kemandirian bagi
siswa.
(7) Setelah siswa lulus sekolah,
sekurang-kurangnya selesai waib belajar Sembilan tahun, maka diharapkan
mengembangkan diri lebih lanjut. Lulusan sekolah dapat membuat program
belajar semua hayat, lewat jalur sekolah atau luar sekolah.
(8) dengan memrogram belajar sendiri
secara bersinambungan, maka ia memperolh hasil belajar atas tanggung jawab
sendiri. Di tinjau dari segi siswa sebagai siswa, maka emansipasi
kemandirian berupa rangkaian program belajar sepanjang hayat. Dalam hal
ini sang siswa telah mampu memperkuat motivasi belajar sendiri karena kebutuhan
aktualisasi diri . (Schein, 1991:101-106; Koeswara , 1989, monks, 1989;
joyce & weil, 1980; winkel , 1991: 144-187)
BAB III
PENUTUP
4.1 Simpulan
Motivasi memegang peranan yang
penting dalam proses belajar. Apabila guru dan orang tua dapat memberikan motivasi
yang baik pada sisiw atau anaknya, maka dalam diri siswa atau anak akan timbul
dorongan dan hasrat untuk belajar lebih baik. memberikan motivasi yang baik dan
sesuai, maka anak dapat menyadari akan manfaat belajar dan tujuan yang hendak
dicapai dengan belajar tersebut. motivasi bealjar juga diharapkan mampu
menggugah semangat belajar, terutama bagi para siswa. Berdasarkan
definisi-definisi para ahli, maka motivasi belajar adalah dorongan atau hasrat
kemauan untuk melaksanakan kegiatan belajar dalam rangka mencapai tujuan.
Seorang guru hanya sebagai
fasilitator, motivator dan inspirator dari proses kegiatan belajar mengajar
dikelas. Sehingga semua kualitas dari dalam diri anak-anak didiknya memiliki
jiwa dimana terletak sumber dari segala potensi-potensinya. Karena
ketidaktahuannyalah maka kita sebagai seorang guru adalah pemandu spiritual
untuk membantu memberikan pengetahuan kepada jiwa anak-anak didik kita.
Keterlibatan jiwa seorang murid dalam suatu kegiatan belajar mengajar, akan
memberikan motivasi kuat kepada mereka. Anak-anak didik kita akan merasa
dirinya berharga untuk melakukan sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin.
4.2 Saran
Apa yang
dijelaskan penyusun dalam makalah hanya sedikit
tentang penjelasan tentang motivasi belajar siswa. Oleh karena itu, bagi para pembaca yang sudah membaca makalah ini
diharapkan membaca sumber lain yang berhubungan dengan materi tersebut
untuk memperoleh materi dan wawasan yang lebih luas.